Mewujudkan Rencana Besar?
Oleh: Ndaru Anugerah – 15102024
Bagaimana kita memahami konflik di Timur Tengah yang terjadi saat ini?
Awalnya Hamas melakukan serangan mendadak kepada Israel. Itu terjadi pada Oktober tahun lalu. (https://www.france24.com/en/middle-east/20241007-hamas-terrorist-attacks-7-october-deadliest-day-israel-history-anniversary)
Sejak saat itu, walaupun sudah lebih dari tahun berlalu, bukannya padam konflik malah makin memanas. Indikatornya jelas, dimana Iran sebagai salah satu pemain utama di Timur Tengah, terseret dalam konflik berkepanjangan tersebut.
Yang paling terakhir adalah saat Iran melancarkan serangan rudal pada awal Oktober silam kepada Israel sebagai tanggapan atas terbunuhnya pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah di Beirut dan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran. (https://www.aljazeera.com/opinions/2024/10/14/an-israeli-attack-on-irans-nuclear-facilities-could-backfire)
Bagi Israel, yang berprinsip ‘mata ganti mata’, sudah pasti akan membalas serangan ini.
Kali ini apa yang akan menjadi sasaran serangan Israel?
Spekulasi berkembang, jangan-jangan Israel akan menyasar instalasi minyak ataupun fasilitas nuklir milik Iran. Ini sangat mungkin dilakukan. (https://www.cnn.com/2024/10/04/politics/state-department-israel-no-assurances-irans-nuclear-facilities/index.html)
Kemana arahnya?
Sebelum membahas soal itu, anda perlu tahu bahwa status perang memang dibutuhkan oleh seorang Netanyahu untuk memperpanjang masa jabatannya dengan cara meraih simpati publik di Israel.
“Netanyahu akan memperpanjang perang demi alasan politis dan mempertahankan kekuasaan di pucuk pimpinan pemerintahan koalisi yang cukup kompleks,” setidaknya itu yang diungkapkan seorang Joe Biden pada media mainstream. (https://time.com/6984968/joe-biden-transcript-2024-interview/)
Selain itu, Netanyahu yang juga terjegal kasus korupsi, tentu menginginkan dirinya terbebas dari aib tersebut.
Salah satu cara efektif dalam mengalihkan tuntutan hukum atas dirinya adalah dengan menggelar perang dengan seteru abadinya, Iran. (https://www.aljazeera.com/news/2023/12/5/netanyahus-corruption-trial-resumes-amid-israeli-war-on-gaza-what-to-know)
Dengan menggelar perang dengan Iran, sudah pasti publik Israel akan mendukung upaya perang yang dibesut pemerintahan Netanyahu. Otomatis, publik akan melupakan kasus korupsi yang dibuat oleh Netanyahu.
Pengalihan isu yang sangat baik.
Apalagi yang kita bisa ungkap lewat konflik ini?
Jika saja perang ini usai, jerat hukum lainnya telah menanti Netanyahu, karena keputusan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu atas tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan. (https://www.reuters.com/world/middle-east/icc-prosecutor-seeks-arrest-warrants-israeli-prime-minister-netanyahu-defense-2024-05-20/)
Bayangkan jika anda jadi Netanyahu. Maukah anda ‘dikandangin’ dengan alasan kejahatan atas kemanusiaan?
Sudah pasti perang nggak akan usai dalam waktu dekat.
Yang ada, perang malah diperpanjang.
Dan salah satu cara untuk memperpanjang perang adalah dengan memperluas wilayah konflik.
Caranya?
Israel menginvasi wilayah Lebanon Selatan dengan alasan untuk memerangi pasukan Hizbullah (yang terafiliasi dengan Iran) yang ada di wilayah tersebut. (https://www.bbc.com/news/articles/c9vp7dg3ml1o)
Untuk memperlancar serangan ini, maka sokongan AS dalam bentuk persenjataan kepada Israel, sangat diperlukan. Kalo nggak, mana bisa perang terus menerus digelar?
Jangan heran jika sejak perang yang dilancarkan setahun silam, AS telah mengirimkan bom seberat ribuan kilogram kepada pemerintahan Netanyahu. (https://www.reuters.com/world/us-has-sent-israel-thousands-2000-pound-bombs-since-oct-7-2024-06-28/)
Dengan amunisi sebanyak itu, akan mudah bagi Israel untuk memperluas wilayah konflik.
Harapannya?
Selain memperpanjang perang, tentu saja untuk mengusir secara halus sekitar 400 ribu penduduk Lebanon Selatan melalui Sungai Litani, terutama yang mau cari aman agar tidak terkena amukan agresi militer Israel. (https://news.sky.com/story/litani-river-the-uns-attempt-at-a-buffer-zone-between-israel-and-hezbollah-13221300)
Dengan berpindahnya penduduk Lebanon Selatan dari wilayahnya, maka otomatis wilayah tersebut akan kosong.
Jika situasi ini terjadi, maka wilayah yang ‘kosong tersebut’ kira-kira akan diapakan? Apakah hanya dibiarkan saja atau justru untuk dijadikan wilayah ‘baru’ bagi pemukiman Israel?
Mana yang masuk akal menurut anda?
Bukankah Oded Yinon Plan dengan jelas menggambarkan hal ini? (baca disini, disini, disini dan disini)
Dan untuk memuluskan rencana ini, hanya ada satu batu sandungan bagi Israel di wilayah Timur Tengah, yaitu Iran. Sehingga solusi yang paling mungkin dilakukan adalah dengan mengusik ‘ketenangan’ Iran agar bisa terprovokasi dan ikutan perang.
Sepertinya nggak terlalu sulit bagi Israel untuk menjalankan skenario ini.
Lagian, Iran telah dikenal sebagai salah satu sumber energi utama bagi China yang secara kebetulan adalah seteru AS. Dengan menyasar Iran, otomatis China akan kena getahnya juga, bukan? (https://www.nytimes.com/2024/10/04/business/iran-oil-sales-china.html)
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)