Mengeksekusi Skenario Krisis Pangan (*Bagian 1)
Oleh: Ndaru Anugerah
Pada beberapa bulan yang lalu, saya mengeluarkan analisa saya tentang krisis pangan yang akan terjadi dalam waktu dekat. (baca disini dan disini)
Jadi, nggak perlu waktu lama, skenario itu akan terjadi.
Bahkan CEO Gro Intelligence, Sara Menker mengatakan hal yang sama kepada DK PBB. “Dunia hanya memiliki 10 minggu untuk persediaan gandum akibat invasi Rusia ke Ukraina,” demikian kurleb-nya. (https://justthenews.com/world/europe/un-expert-predicts-global-food-crisis-may-be-10-weeks-away)
Lalu, bagaimana skenario krisis pangan akan dijalankan?
Menarik apa yang disampaikan Ratu Inggris pada pidato kenegaraannya baru-baru ini. Selain mengulas tentang reformasi pada beberapa sektor, beliau juga mengungkapkan tentang niatannya untuk menderegulasi bidang pertanian, khsususnya pada bidang pangan. (https://www.gov.uk/government/speeches/queens-speech-2022)
Jadi, pemerintah Inggris akan mendorong inovasi pertanian melalui RUU Teknologi Genetika. Dengan adanya usulan tersebut, maka teknik modifikasi genetik pada bidang pertanian, dapat dijalankan. Kalo sudah begini, apa tujuan akhirnya, bisa ditebak, bukan? (https://web.archive.org/web/20220502153719/https://amp.theguardian.com/science/2022/jan/20/uk-moves-closer-to-allowing-gene-editing-of-crops-by-allowing-more-research)
Asal tahu saja, bahwa Inggris selama ini menganut pakem untuk melarang makanan yang dimodifikasi secara genetik. Tapi dengan hadirnya RUU tersebut, maka aturan transgenik yang selama ini membatasi hadirnya makanan hasil rekayasa genetik, bisa ‘disiati’. (https://www.thetimes.co.uk/article/gene-editing-of-animals-and-plants-to-get-go-ahead-lbbk6r58r)
Jika dulu bahasanya adalah modifikasi gen, sekarang istilahnya bakal berganti menjadi pengeditan gen. Ya esensinya sama saja, dimana gen buatan yang akan menggantikan posisi gen alaminya. (https://tinyurl.com/yckaaeyf)
Untuk apa upaya pengeditan gen dilakukan?
Nggak lain untuk menyediakan solusi atas skenario krisis pangan yang bakal terjadi.
Memangnya orang bakal dikasih makan apa jika bahan pangan mulai langka di pasaran? Tentu saja makanan hasil rekayasa gen yang jadi solusinya.
Menjadi logis jika nggak hanya Inggris yang bakal mendorong pembuatan makanan sintetis. Swiss juga mendorong langkah serupa, karena pemerintahnya telah mengamandemen klausul tanaman transgenik alias yang telah diedit genetiknya. (https://tinyurl.com/37sxwxx4)
Berikutnya ada Mesir yang juga berencana menggunakan gandum hasil rekayasa genetik sebagai pengganti makanan alami. (https://www.egypttoday.com/Article/1/115421/Egypt%E2%80%99-agriculture-scientists-at-Atomic-Energy-Authority-produces-new-strain)
Negara Afrika lainnya yang akan menggunakan produk modifikasi gen adalah Ethiopia, dimana mereka sedang mengupayakan tanaman kapas dan jagung hasil rekayasa genetik bagi kepentingan nasionalnya. (https://newbusinessethiopia.com/technology/genetically-engineered-crops-development-taking-roots-in-ethiopia/)
Intinya sudah banyak negara yang bakal menggunakan produk rekayasa genetik yang semula dilarang untuk digunakan. (baca disini dan disini)
Bahkan Rusia yang ‘katanya’ melarang mengembangkan dan mengimpor tanaman dan hewan hasil rekayasa genetika bagi produk pangan mereka, nyatanya terlibat dengan proyek editing gen sejak 2019 silam. (https://www.nature.com/articles/d41586-019-01519-6)
Jadi, ke depannya upaya untuk menaikkan produk rekayasa genetik (khususnya bahan pangan) bakal di-intensifkan, seiring dengan narasi bakal terjadinya krisis pangan global.
Setidaknya setingkat Uni Eropa juga sudah membuka jalan itu. (https://european-biotechnology.com/up-to-date/latest-news/news/eu-starts-consultation-novel-plant-breeding-methods.html)
Rencana yang sangat rapih untuk dieksekusi.
Padahal kalo dipikir, operasi khusus Rusia pada Ukraina yang diklaim sebagai biang kerok terjadinya krisis pangan, baru berjalan beberapa minggu, tapi media mainstream telah menggiring opini publik tentang krisis pangan yang bakal terjadi.
“Perang bakal memaksa para petani untuk mengembangkan tanaman hasil rekayasa genetik. Langkah ini bakal menghindarkan negara atas masalah krisis pangan yang bisa terjadi karena gejolak geopolitik,” demikian kurleb-nya. (https://www.telegraph.co.uk/business/2022/03/15/war-forces-farmers-think-gm-crops/)
Media mainstream yang lain juga mengangkat isu serupa yang intinya mengatakan bahwa krisis geopolitik memicu masalah pangan, bisa dihindari dengan hadirnya tanaman transgenik. (https://www.verdict.co.uk/gm-crops-russia-ukraine/)
Sementara yang lain mengulas tentang kemungkinan rekayasa genetik yang diterapkan pada pangan guna memenuhi permintaan yang terus meningkat. (https://www.timesofisrael.com/spotlight/can-gene-editing-help-farmers-satisfy-the-rising-demand-for-food/)
Bahkan ada yang dengan gamblang menyatakan bahwa krisis pangan hanya bisa ditanggulangi dengan hadirnya tanaman hasil rekayasa genetik. (https://www.manilatimes.net/2022/05/07/opinion/columns/revisiting-genetically-modified-crops/1842673)
Coba anda bayangkan, perang baru beberapa minggu, bagaimana mungkin kita digiring pada skenario krisis pangan? Bukankah itu terlalu dini untuk diprediksi sekalipun?
Jawabannya simpel: skenario pangan memang sudah direncanakan sejak awal. Ini sengaja dimunculkan bersamaan dengan krisis di Ukraina yang diklaim sebagai biang keladi kelangkaan pangan.
Alibi yang sempurna.
Terus bagaimana skenario bakal dilanjutkan pada tataran teknis?
Kita akan lanjutkan pada bagian kedua nanti.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments