Membaca Peta


505

Setelah penetapan Ma’ruf Amin sebagai cawapres Jokowi, publik langsung bereaksi. Tak terkecuali para cebonger yang merangkap Ahokers. Bukan saja karena MA sudah uzur, tapi karena alasan personal. MA lah yang dituding sebagai aktor utama dibalik masuknya Ahok ke penjara, lewat fatwa MUI yang disundulnya.

Tak cukup sampai disitu, MA pula-lah yang menjadi saksi yang memberatkan Ahok semasa persidangan berlangsung. Seandainya MA tidak mengeluarkan fatwa, maka demo togel berjilid-jilid tidak akan keluar, dan Ahok bisa jadi tidak masuk bui saat ini.

Sekali lagi wajar jika sebagian Ahokers yang juga cebongers kecewa. Manusiawi saya pikir. Butuh kedewasaan berpikir untuk bisa move on. Pemikirannya sederhana, yang akan dipilih di 2019 adalah presiden, bukan wakil presiden. Jadi siapa-pun wakilnya, harusnya jangan menegasikan hal yang utama.

Tapi bukan itu yang saya mau ulas, melainkan cuitan Andi Arief tentang jenderal kardus dan mahar politik yang diklaim telah diberikan Sandiaga Uno kepada PAN dan PKS. Apakah benar begitu adanya? Seandainya-pun benar adanya, apa iya dana nyapres hanya sekitar 500 milyar doang?

Iseng saya cari data tentang SU. Berdasarkan data yang dikeluarkan Forbes, SU menduduki posisi ke-37 horang kaya di Indonesia, dengan kisaran kekayaan sekitar USD 300 juta, atau sekitar 4 trilyun rupiah. Jumlah yang sangat fantastik.

Pertanyaan sederhana, dengan kekayaan sejumlah itu, tetap saja masih ada bolong dipendanaan. Menurut beberapa narsum, dana yang dibutuhkan untuk nyapres sekitar 6-7 trilyun rupiah. Kalo, misalnya SU ‘menyedekahkan’ semua uangnya demi kepentingan nyapres, tetap saja masih kurang.

Pertanyaan kedua, kalo saja anda punya uang let’s say 4 trilyun, relakah anda untuk mengikuti perjudian yang bertajuk pilpres 2019? Saya pikir, hanya orang nggak waras saja yang akan melakukannya. Masang togel ratusan ribu aja udah panas dingin, gimana trilyunan? Terlalu lebay..

Kesimpulan yang bisa ditarik, logistik pilpres bukan bersumber dari SU. Terus dari siapa? Saya pantau terus perkembangan berita sampai akhirnya menemukan petunjuk.

Setelah deklarasi paslon Om Wowo dan SU, siapa yang akan mendukungnya belakangan? Dan ternyata ada tuh, namanya partai Berkarya, yang ketuanya Tommy Soeharto, tepat sehari setelah pendaftaran paslon ke KPU.

“Pesan beliau (Tommy Soeharto) all out, satukan langkah menangkan Prabowo. Secara teknis all out-nya akan disampaikan dalam rapat pleno nanti,” begitu kata Ketua DPP Berkarya, Badarudin Andi Picunang pada jumat malam (10/8).

Secara linguistik, yang namanya all-out adalah “giving as much effort as possible” alias rela mendukung mati-matian. Kalo hanya soal dana, mah nggak usah diraguin deh… Pertanyaannya: apa TS cukup mumpuni mendukung pendanaan tersebut?

Kita coba buka sedikit cangcut babe yang udah bolong.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Globe Asia, total kekayaan 3 anak Soeharto (Mbak Tutut, Bambang dan Tommy) sekitar 16,25 trilyun rupiah. Namun dari ketiganya, TS lah yang paling tajir. Tercatat kekayaannya mencapai 9,7 trilyun rupiah. Watdefakk

Tahan nafas, bray…tahan nafas….

Dengan angka yang anjay tersebut, masuk akal-lah apa yang dimaksud dengan frasa “all-out”. Tentu dengan fulus yang ada, plus “jaringan” babe Harto ditingkat daerah-daerah ditambah duet maut HTI-PKS, kalo mau ngikut perjudian-pun, rasanya nggak pakai acak togel semata. Hitungan menangnya, agak jelas.

Nah terus, kenapa mesti SU yang digadang?

Pertama, apa mungkin kalo yang naik adalah TS sendiri. Publik masih trauma dengan nama “Orde Baru”, yang dikenal sebagai rejim penggarong uang rakyat, atau rejim penculik, dan lain sebagainya. Black-label sudah demikian melekat pada orde baru. Aliasnya butuh orang lain untuk naik panggung, dan orang itu SU.

Kedua, berdasarkan kalkulasi politik Om Wowo, yang dibutuhkan sebagai wakilnya adalah “tokoh yang capable dan dapat berkomunikasi dengan generasi muda alias milenial” karena pemilih potensial di 2019 adalah kaum milenial. Dan orang yang tepat, adalah SU.

Trus, apa PKS nggak protes?

Harus ada cara, yang namanya transaksi politik. Orang yang akan menggantikan posisi wagabener DKI kelak harus orang PKS. Jadi nggak ada yang dirugikan, plus bonus “fulus dalam kardus”. Maka jangan heran kalo para kampret yang sempat mati suri akibat nggak punya amunisi di sosmed, sekarang udah mulai galak lagi…Nggak percaya??

“Jadi pilpres 2019 akan tetap ngeri-ngeri sedap, bang?” tanya seorang teman diujung sana. Dengan konstelasi yang sudah saya ungkapkan, sepertinya pertanyaan teman saya itu hanya bersifat retorik.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)


One Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!