Langkah Bak Matador


512

Langkah Bak Matador

Kehebatan seorang matador adalah kemampuannya dalam memanajemen keadaan. Dia harus bisa memprovokasi banteng untuk marah. Disaat yang sama dia akan menghujamkan pedangnya kearah banteng kalap yang akan dibunuhnya. Dalam bahasa Spanyol dikenal dengan istilah Torero alias pelaku utama dalam lakon bull fighter.

Saya menulis ulasan ini bukan untuk bercerita tentang matador apalagi banteng. Yang saya mau ulas adalah sepak terjang cak Imin yang belakangan mulai eng-ing-eng lagi, berjuang demi cita-cita kursi panas RI-2.

Bernama lengkap Dr. (HC). H. Ahmad Muhaimin Iskandar, M.Si, cak Imin adalah seorang politisi dari kalangan Nahdliyin yang sekarang menjabat ketua umum PKB. Dalam urusan politik, manuver seorang cak Imin layak diacungi jempol.

Mengapa? Tercatat PKB mengalami masa ke-emasan dibawah kepemimpinannya.

PKB memperoleh suara di pileg 2009 sebanyak 4,94%. Namun, angka tersebut terkerek naik hampir 2 kali lipat, yaitu 9,04% dibawah kepemimpinan cak Imin. Tak ayal, berkat prestasinya, ia pun didaulat untuk menjadi ketum PKB untuk masa periode 2014-2019.

Dan sekarang, di tahun politik, kembali cak Imin memainkan manuver ngeri-ngeri sedap. “Elektabilitas Jokowi di 2019 berada dalam level berbahaya. Kalo salah pilih wapres, bisa kalah nantinya,” demikian ujarnya.

Pernyataan tersebut mengisyaratkan bahwa Jokowi bukan nggak mungkin akan keok di 2019, kalo tidak memilih cak Imin sebagai wapres-nya. Wajar cak Imin melontarkan pernyataan tersebut, karena ada sekitar 11 juta massa pemilih PKB di pileg 2014 lalu. Inilah yang dijadikan acuan sebagai posisi tawar.

Pertanyaannya sederhana: apa iya 11 juta suara akan otomatis memilih pasangan Jokowi-Muhaimin jika keduanya jadi digadang sebagai paslon capres-cawapres di 2019?

Tapi bukan itu yang buat saya tidak sreg dengan seorang cak Imin. Ada 3 hal yang mengganjal.

Pertama, soal etika politik. Disaat partai-partai besar pendukung Jokowi saja masih harap-harap cemas menanti pinangan Jokowi, etis-kah partai yang suaranya lebih kecil malah mendeklarasikan paslon JOIN (Jokowi-Imin) di bilangan Tebet?

Kedua, cak Imin juga bukan orang yang bersih. Masih ingat kasus “Kardus Durian” di Kemenakertrans, tempo hari? Dalam persidangan di 2012, kuasa Direksi PT Alam Jaya Papua – Dharmawati mati-matian keukeuh bahwa kardus ajaib yang berisi uang itu (Rp 1,5 milyar), ditujukan buat Menakertrans saat itu. Siapa sosok misteri guess-nya? Yang jelas bukan Kiwil atau Tukul…

Ketiga, visi kebangsaan. Masih segar dalam ingatan kita, gimana cak Imin mencoba merangkul HTI saat Perppu No.2/2017 muncul. Saat itu, bukan saja ia mengatakan bahwa PKB siap mendukung HTI mengajukan uji materi di MK, tapi juga siap mendampingi hak hukumnya. Watdepak…

Satu hal yang bisa saya simpulkan, cak Imin bukan seorang negarawan, tapi seorang politisi.

Lantas apa mungkin Jokowi memilih cak Imin sebagai pendamping?

Menurut analisa saya, sosok yang akan dipilih Jokowi sebagai pendamping adalah seorang yang selaras dengan langkah geraknya. Artinya seorang yang bisa kerja. Sejarah mencatat, bahwa orang yang belum-belum udah berani mengajukan diri jadi pendamping dengan alasan punya posisi tawar, biasanya malah gak bisa kerja.

Dari kualifikasi ini saja, sudah gugur-lah prasyaratnya. Belum lagi, pakde pasti berpikir soal suksesi, dimana 2019 hanyalah langkah awal, untuk suksesi kepemimpinan di 2024. Jadi sangat naïf kalo bicara seorang Jokowi hanya memikirkan soal posisi semata, tanpa melihat visi Indonesia kedepannya.

Gak percaya? Coba pikir. Ngapain juga pakde ngotot menggeber proyek infrastruktur, kalo bukan visi Indonesia ke depan? Apa iya untuk syahwat politik semata?

Terlepas apa yang terjadi nanti, pertanyaan yang muncul: apakah langkah bak matador seorang cak Imin akan berhenti bila keinginannya ditampik oleh Jokowi? Saya rasa tidak. Lantas, apa yang mungkin terjadi. Saya akan ulas berikutnya.

Betewe, kok saya jadi ingat saat masih sekolah dengan naik bis. Ada seorang yang nawarin kartu porno dengan harga damai. Demi memuaskan syahwat, tanpa pikir panjang langsung transaksi. Dan saat kartu dibuka dirumah, eh taunya bukan kartu porno, tapi kartu remi biasa.

Asemm… Sabun, mana sabun??

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!