Sebenarnya koalisi PADI alias Prabowo-Sandi adalah koalisi kropos.
Maksudnya?
Koalisi yang ditunjang oleh 4 parpol, yaitu Gerindra, PKS, PAN dan Demokrat hanya bersifat formalitas semata. Jangan bicara soal tataran strategis, terlalu jauh cuyy… Bicara ditataran taktis saja udah nggak kena hitugannya.
Bermula dari rencana diam-diam kubu Cikeas untuk mengusung paket capres/cawapres Anies-AHY, awalnya ini rencana yang bagus untuk menantang petahana di pilpres 2019. Namun karena kurang digodok secara matang, maka langkah kuda Om Wowo mematahkan skenario tersebut.
Walhasil, Pepo hanya bisa manyun, karena sang putra tercinta gagal dapat apa-apa. Mau dukung siapa, jadi bingung deh. Wajar, karena Pepo tipikal orang yang melankolis. Coba lihat apa kelakuannya? Dikit-dikit curcol: SAYA PRIHATIN. Tipikal melankolis sejati, alias cengeng.
Nah parahnya lagi, dia juga baperan. Kalo seseorang gampang baper, bisa dipastikan orang tersebut gampang tersinggung. Kalo udah tersinggung, bakal susah sembuhnya. Ini juga yang mendasari keengganan Pepo untuk berlabuh ke kubu Jokowi. Ada mama Mega disana.
Karena ada aturan bagi setiap partai politik untuk mendukung salah satu paslon di pilpres 2019 bila mau eksis di 2024, maka skenario pahit untuk mendukung paslon BOSAN terpaksa diambil. Jadilah dukungan setengah hati ala Pepo.
Pepo tentu cermat berhitung. Kalo seandainya BOSAN menang di 2019, apa iya Sandi mau kasih angin AHY buat menjadi penantangnya di 2024? Pasti akan diaborsi karir-nya sejak awal. Jangan pernah mengharap dapat jabatan strategis sekelas menteri di kabinet BOSAN, kelak.
Seandainya-pun dikasih jabatan, ya paling banter dikasih jabatan ecek-ecek doang…
Kalo BOSAN kalah , yah situasinya 11-12. Masa depan AHY akan lebih suram-ram-ram…
Ketimbang ngedukung PADI bin BOSAN, mending konsentrasi di Pileg aja. “Lebih ada gunanya,” pikir Pepo. Demokrat kelak akan membesar jika sukses di Pileg 2019 dan punya posisi tawar. Sapa tau, AHY bisa dikerek jadi capres di gelaran pilpres 2024.
Dengan langkah setengah hati, maka jangan heran kalo ada ‘pembiaran’ dari Demokrat terhadap para kadernya di daerah yang ‘mbalelo’ dukung Jokowi untuk 2 periode, dari mulai Lukas Enembe sampai Pakde Karwo dan TGB.
Ini juga bukan tanpa hitungan. Dengan langkah 2 kaki, Pepo tentu berharap Jokowi bukan orang yang lupa kacang sama kulitnya. “Masa nggak ada balas budinya? Lha kan pas pilpres sudah didukung kader-kader Demokrat,” demikian kira-kira asumsi Pepo.
Apa koalisi PADI hanya bermasalah di Demokrat?
Dengan komposisi Gerindra all star, maka parpol pengusung tak lebih adalah tim hore belaka. Dari capres, cawapres hingga ketua timses, orang Gerindra semuanya. Apa partai koalisi tidak akan protes, walaupun sudah dikasih kardus sekalipun?
Belum lagi soal dana koalisi yang masih simpang siur. Bahkan sasus-nya, pada pertemuan di Jalan Daksa, sempat terjadi ketegangan. Ini terjadi saat Sandi yang ditagih untuk menggelontorkan dana kampanye ke kubu PAN dan PKS, eh malah nge-kick balik, “Kan masing-masing pada punya kader. Swadaya-lah! Jangan dikit-dikit minta duit mlulu.”
Anjay binggo, kan?
Bisa disimpulkan, koalisi PADI adalah koalisi kropos. Baru bicara soal dana kampanye aja sudah pada main ping-pong. Gimana bicara soal strategi pemenangan di lapangan yang sarat kepentingan?
Walhasil rapat koalisi di Jalan Daksa (10/9), yang juga urung dihadiri oleh Pepo, gagal menghasilkan kesepakatan apapun. Ujung-ujungnya malah cerita didepan awak pers tentang dollar yang terus meroket, harga yang serba naik dan salawi lagi, alias semua salah Jokowi. Gaje, kan?
Apa Pepo mau ikut patungan terhadap koalisi PADI? Lha, datang aja kagak, gimana mau diajak patungan? Mending buat modal buka restoran baru di daerah Cikeas yang bentar lagi mau launching. Bener kan, Pepo?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments