Tiba-tiba seluruh kota jadi padam. Semua aktivitas menjadi lumpuh total. Wajar, karena semuanya melibatkan listrik sebagai daya penggeraknya. Parahnya, ini tidak berlangsung singkat, melainkan berjam-jam. Bahkan ada yang nyampe 12 jam lebih baru menyala.
Ini bukan terjadi di negara antah berantah. Ini terjadi di belahan Barat pulau Jawa, tepatnya di wilayah Jakarta dan sekitarnya, Minggu (4/9) kemarin. Praktis semua aktivitas nggak berdaya. Emang ada electronic devices yang nggak pake listrik?
Saya sendiri merasa jengkel, karena biasanya hari Minggu dimanfaatkan sebagai hari untuk berkumpul bersama keluarga di rumah, selain beraktivitas di luar rumah. Terpaksa mati gaya, karena ruangan panas. Terpaksa move out ke mall.
Celakanya, semua orang punya pemikiran yang sama. Akibatnya mall diserbu banyak orang untuk sekedar ngadem. Parkiran-pun jadi penuh sesak dan mall tidak lagi dingin seperti biasanya, karena berjejal orang disana.
Ada apa gerangan dengan padamnya listrik hampir setengah harian, kemarin? Untuk jawab masalah ini, kita perlu mengarah ke PLN sebagai BUMN yang memonopoli ketersediaan listrik bagi seluruh rakyat Indonesia.
PLN saat ini dipimpin oleh seorang Plt alias pelaksana tugas sebagai pengganti Dirut-nya. Lha dirut yang lama kemana? Dicokok oleh KPK gegara terkena kasus suap di PLTU Riau 1 pada Mei 2019 yang lalu. Sofyan Basyir, nama dirutnya.
Jadilah Plt baru yang bernama Sripeni Inten Cahyani, menggantikan peran Dirut PLN non-aktif, setelah ditunjuk oleh Rini Soemarno selaku menteri BUMN.
Entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba listrik wilayah Barat pulau Jawa padam total. Biasanya kan, kalopun ada rencana pemadaman, pemberitahuan akan diberikan. At least, orang punya rencana cadangan menanggapi situasi blackout tersebut.
Yang terjadi kemarin, sungguh diluar dugaan. Seakan-akan, sebagai sebuah BUMN, PLN tidak bekerja profesional sama sekali. Dan banyak pihak merasa telah dirugikan. Dari Kadin menyampaikan kerugian usaha di Jakarta saja sudah mencapai trilyunan rupiah.
Gimana kerugian total dengan wilayah lain?
Padahal, PLN selama ini bertindak cukup ‘kejam’. 2 bulan saja pelanggan nunggak bayaran, listrik langsung diputus sementara tanpa ampun.
Gerah dengan situasi yang terjadi kemarin, Jokowi dan tim-nya langsung mengadakan sidak ke PLN (5/8), dengan tujuan minta kejelasan apa yang sebenarnya terjadi. Sialnya, bukan menemukan kejelasan, tapi malah jawaban normatif yang didapatkan dari sang Plt.
“Ini terjadi karena gangguan transmisi Ungaran dan Pemalang 500Kv,” ungkap Sripeni dengan penjelasan yang panjang lebar gak tentu arahnya. Singkatnya, gangguan inipun ditenggarai karena adanya kelebihan beban di wilayah barat pulau Jawa, utamanya di Jakarta, Banten dan Bekasi.
Mendengar penjelasan ini, naik pitam-lah pakde, “Pertanyaan saya, Bapak Ibu semuanya kan orang pintar-pintar, apalagi urusan listrik…apakah tidak (bisa) dihitung? Kok tahu-tahu drop,” ungkapnya dengan nada kesal.
Wajar Jokowi meradang, karena memang jawaban yang diberikan sekelas Dirut kok kayak Upin Ipin?
Kalo memang ada kelebihan beban, kan kemarin-kemarin juga mengalami hal yang sama. Lha kok baru kemarin mati lampunya, bray??
Kejanggalan yang lain, kalo memang PLN kerja profesional, dalam SOP perusahaan, pasti ada yang namanya contingency plan alias rencana tanggap darurat. Ini diperlukan saat kritis terjadi. Kalopun ada pemadaman, yah nggak akan lama-lama lah, karena ada rencana cadangan. Lha ini, 6 jam lebih?
Satu yang bisa disimpulkan, PLN nggak profesional.
Apa cuma itu?
Kalo saya duga, kejadian langka ini justru terjadi saat pemerintahan Jokowi mulai memasuki periode kepemimpinan yang kedua. Memang ada apa di periode yang kedua?
Ada program penting yang rencananya dilakukan dalam waktu dekat yaitu program litsus alias skrining pada beberapa kementerian dan BUMN yang selama ini diduga menjadi sarang donatur penyandang dana gerakan kampret di lapangan dan dunia maya.
“Sekarang kalo anda ada diposisi kampret dan melihat manuver pakde, apakah anda akan diam saja?” ungkap temanku.
Karenanya, aksi blackout kemarin saya kira merupakan sinyal keras kepada pakde dari para kampret, bahwa kepemimpinannya ternyata tidak sekuat apa yang dikira, alias keropos.
Dan pakde telah merespon sinyal yang ditujukan kepadanya, dengan membawa Hinsa Siburian selaku kepala BSSN pada sidak tadi pagi.
Seakan Jokowi ingin menegaskan, bahwa PLN yang sistem kerjanya berbasis IT, bakalan mati kutu karena nggak lepas dari kontrol BSSN selaku lembaga siber negara dibawah kendali presiden.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments