Kenapa Berseteru? (*Bagian 2)
Oleh: Ndaru Anugerah
Pada bagian pertama tulisan saya telah mengulas tentang ‘perseteruan’ antara Soros dan BlackRock menyangkut bantuan yang diberikan korporat Larry Fink kepada China. (baca disini)
Lantas, kemana bantuan akan bermuara?
Nggak lain ke grup real estate paling berharga di kolong jagat, yang kini statusnya paling banyak mengantongi utang. Dan perusahaan yang berpusat di Shenzen itu nggak lain adalah Evergrande.
Setelah terseok-seok di jurang kebangkrutan selama berbulan-bulan karena nggak mampu membayar utang yang sangat besar, kini lembaga pemeringkat kredit dunia menyematkan peringkat Evergrande ke status sampah. (https://www.cnbc.com/2021/07/29/fitch-sp-downgrade-china-evergrande-amid-concerns-over-asian-junk-bonds.html)
Memang berapa utang yang dimiliki Evergrande?
Sekitar USD 305 miliar berupa utang luar negeri dalam bentuk dollar maupun pinjaman domestik. Sungguh besar jumlahnya.
Namun parahnya utang tersebut nggak pernah diatur dalam Wealth Management Products (WMP) sehingga saat penjualan unit apartemen anjlok, puluhan ribu calon pembeli apartemen terancam harus membayar unit apartemen yang belum jadi. (https://www.asiafinancial.com/troubled-china-evergrande-vows-to-repay-all-matured-wealth-management-products)
Coba anda bayangkan kalo anda jadi calon pembeli unit apartemen di Evergrande, yang harus bayar unitnya sebelum barangnya jadi? Apa mau anda membayar barang yang belum ada fisiknya?
Dan kebangkrutan yang akan menimpa Evergrande, dapat berdampak sistemik kalo nggak segera ditanggulangi. (https://www.theguardian.com/world/2021/sep/21/evergrande-will-it-collapse-and-what-would-happen-if-it-did)
Jadi prediksi saya, apapun akan diambil oleh pemerintah China guna mengatasi jatuhnya Evergrande, termasuk menggandeng kartel Ndoro besar.
Namun sekali lagi, ini nggak mudah.
Kenapa?
Karena kasus Evergrande hanyalah puncak gunung es dari banyak perusahaan China dengan segudang patgulipat didalamnya. Apakah selama ini anda tahu laporan keuangan dari perusahaan-perusahaan tersebut? Bahkan Soros menyorot soal ‘ketidak-terbukaan’ itu. (https://www.ft.com/content/ecf7de34-e595-4814-9cbd-4a5119187330)
Ini bukan asal njeplak.
Pada Agustus silam, China Huarong Asset Management Co., yang dibuat oleh Kemenkeu Tiongkok untuk mengambil alih aset perusahaan China yang ‘bermasalah’, nyatanya malah berkinerja buruk dan harus mendapatkan bailouts dari pemerintah pusat. (https://www.nytimes.com/2021/08/19/business/economy/huarong-bailout-china.html)
Sebagai perusahaan yang mengelola aset perusahaan milik negara yang bangkrut, 4 perusahaan serupa sengaja didirikan oleh pemerintah China setelah krismon di tahun 1998 melanda Asia. (https://www.bis.org/publ/work115.pdf)
Satu yang perlu anda ketahui, bahwa meskipun mayoritas saham ke-empat perusahaan tersebut adalah milik pemerintah di bawah otoritas Kemenkeu Tiongkok, namun pada 2014 silam, saham perusahaan telah dijual kepada publik, termasuk Goldman Sachs dan Warburg Pincus. (https://www.reuters.com/article/us-huarong-goldman-idUSKBN0GS0PG20140828)
Dari kedua nama itu saja, anda tahu kemana afiliasinya.
Nggak aneh jika selepas 2014, Huarong bisa tumbuh menjadi raksasa keuangan non-bank dan mampu membiayai pembangunan yang spektakuler, dengan utang sebagai tiang gantungannya.
Tapi upaya ekspansif yang dilakukan Huarong mulai terkendala saat plandemi Kopit mulai menghantam di awal tahun 2020 silam.
Bahkan di awal 2021 silam, pengadilan China menjatuhkan hukuman mati kepada Lai Xiaomin sebagai petinggi Huarong, dengan tuduhan penyuapan, penggelapan pajak hingga bigamy. “Dia membahayakan stabilitas keuangan China,” demikian dakwaan pengadilan. (https://www.cnn.com/2021/01/06/business/china-huarong-lai-xiaomin-death-sentence-intl-hnk/index.html)
Kenapa butuh waktu lama untuk menjatuhi death penalty kepada Xiaomin yang berkinerja buruk? Masa sih, China yang demikian ketat pengawasannya terhadap aktivitas warganya bisa kecolongan? Apakah seorang Xiaomin sengaja ditumbal oleh pemerintah pusat agar kebobrokan Huarong tidak terekspos?
Nggak ada yang tahu pasti soal itu.
Tapi masalahnya bukan disitu.
Sampai akhir Maret 2021 silam, Huarong belum juga merilis laporan keuangan tahunannya. Ini menimbulkan spekulasi publik, “Jangan-jangan ada yang salah dengan Huarong?”
Cukup beralasan, mengingat Huarong memiliki obligasi luar negerinya yang berjumlah ratusan miliaran dollar. (https://www.dowjones.com/scoops/china-huarong-asset-management-selling-usd-bonds-two-tranches/)
Lalu kemana larinya aset yang demikian besarnya?
Berita beredar, Xiaomin bukannya mengelola aset secara konservatif layaknya lembaga non perbankan, malah menggunakan wewenangnya untuk menangani segala sesuatu yang bukan merupakan kewenangannya. Dari mulai berspekulasi ke sektor real estate, jual beli obligasi sampah hingga ngutang secara liar.
Walhasil, karena Huarong nggak kunjung kasih laporan keuangan dan aset-nya nggak jelas entah dimana, pemerintah Tiongkok terpaksa menyelamatkan perusahaan tersebut dengan menyuntikan dana talangan sekitar USD 7 miliar, lewat CITIC. (https://www.bloomberg.com/news/articles/2021-08-18/huarong-poised-to-get-7-billion-in-citic-led-recapitalization)
Ini wajar karena pemerintah Tiongkok mau menghindari dampak sistemik yang sangat mungkin ditimbulkan Huarong.
Dengan adanya 2 masalah ekonomi yang menimpa Huarong dan Evergrande, itu menyiratkan bahwa sesungguhnya ada masalah besar yang tidak banyak diketahui publik namun dapat berdampak sistemik serta memicu efek domino pada keuangan global.
Ini tinggal menunggu kasusnya meledak. Dan sepertinya, nggak butuh waktu lama untuk mengharapkan itu terjadi.
Apakah Xi Jinping nggak ambil langkah strategis dalam mengatasi masalah ini?
Pada bagian ketiga saya akan mengulasnya.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments