Generasi Papi Ay


510

Generasi Papi Ay

Oleh: Ndaru Anugerah – 13052024

Akhir-akhir ini, ada fenomena menarik di kalangan anak-anak muda, utamanya saat mereka mendapati tantangan hidup. (https://www.tiktok.com/@appareljuara/video/7206575757311724826)

Saat mendapati dirinya bingung kemana harus kuliah, papinya yang kasih jawaban.

Saat mendapati nilai ulangannya jeblok, papinya langsung ambil alih dan bertanya sama gurunya dengan nada meninggi “kok bisa nilai anak saya jelek?”

Atau saat dirinya mendapat banyak tugas dari guru di sekolah dan bingung cara mengatasinya, sekali lagi sang papi yang menuntaskan masalahnya dengan ambil alih tugas-tugasnya tersebut,

Singkatnya semua masalah hidup bisa tuntas, karena hadirnya sang Papi.

Inilah yang kemudian dikenal sebagai generasi papi ay, alias generasi stroberi.

Secara kebahasaan, generasi stroberi diberikan kepada mereka yang gampang mengkerut layaknya stroberi, saat mereka mendapat tekanan hidup. Alih-alih menghadapi masalah yang didapatinya, mereka malah cari orang lain untuk menuntaskan masalah mereka, yang dalam hal ini adalah sang papi. (https://en.wikipedia.org/wiki/Strawberry_generation)

Jadilah sedikit-sedikit frase Papi Ay yang terlontar dari diri mereka, dan masalah-pun ‘tuntas’ seketika.

Apa yang ditangkap publik adalah bahwa generasi stroberi ini sarat dengan sifat-sifat negatif dalam diri mereka, dari mulai manja, arogan, baperan hingga malas bekerja.

Bagaimana generasi ini dapat tumbuh?

Karena generasi ini dibesarkan secara over-protective oleh orangtua mereka yang biasanya secara ekonomi terbilang mapan. Pola asuh orang tua-lah yang pegang peranan dalam terbentuknya generasi stroberi.

Layaknya stroberi yang ditumbuhkan di rumah-rumah kaca (green house) dan dihargai lebih tinggi ketimbang buah-buahan lainnya, maka perilaku orangtua secara nggak langsung membentuk mental generasi stroberi yang lembek dan rapuh.

Bentuk pemanjaan inilah yang perlu dikritisi.

Sayang anak tentu nggak salah. Siapa sih orangtua yang nggak sayang sama anaknya. Tapi kalo secara berlebihan, tentu itu tidak baik.

Kenapa?

Karena tekanan hidup akan selalu ada selama hayat masih dikandung badan. Dengan gaya pemanjaan yang diberikan orangtua, maka sang anak otomatis nggak akan punya daya juang yang diperlukannya dalam menjalani hidup.

Padahal, hidup ini bukan melulu soal keberhasilan, karena proses itulah yang sejatinya lebih penting ketimbang ‘result’nya. Kalo pohon nggak pernah mendapat terpaan panasnya sinar mentari, bagaimana mungkin dia dapat bertumbuh?

Kebayang dong, masa pas ada masalah dengan pasangan hidup, harus sang anak panggil orangtua untuk menyelesaikannya? Atau saat atasan di kantor menegurnya dengan keras kala melakukan kesalahan fatal, masa iya orangtuanya yang turun tangan mengatasinya?

Selain itu, perlu diingat bahwa generasi papi ay bukan hanya menghasilkan mental cengeng terlebih lagi mereka dapat memupuskan harapan generasi tua atas diri mereka yang digadang-gadang sebagai generasi penerus bangsa.  

Masa iya, mau jadi seorang pemimpin, harus mendapatkan ‘endorsement’ dari orangtuanya?

Apa kata dunia?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


6 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  1. Om admin, gimana pendapat om tentang aksi unjuk rasa pro Palestina dan menuntut divestasi utk Israel para mahasiswa di kampus-kampus di negara-negara barat yg sedang sangat viral belakangan ini ? bagaimana prospeknya ? apakah bisa menghentikan okupasi Israel di Palestina ? Apakah pemerintah negara2 barat khususnya Amerika mau mendengarkan mereka utk menghentikan bantuan kepada Israel ?

  2. mirip yang terjadi di negeri mana gitu, saya pernah baca dongengnya dari buku dengan judul “sebuah cerita dari penguasa di zaman ku”..

error: Content is protected !!