Dibohongin sama HTI/ISIS? Masih bisa ya??


534

Saya merasa agak terganggu, kalo liat komen-komen di sosmed tentang sepak terjang HTI. Gimana nggak? Kok bendera hitam yang digadang-gadang ditiap aksi mereka dikritik oleh netizen karena memiliki kemiripan dengan bendera ISIS, langsung para supporter mereka uring-uringan gak karu-karuan.

“Itu bendera lafaz nabi Muhammad saw, bukan bendera teroris!!” “Itu bendera ummat Islam.” Begitu mereka berkilah. Pertanyaan selanjutnya, apa iya, itu bendera Rasul dan bendera ummat Islam secara keseluruhan?

Iseng-iseng saya googling, ternyata ada jawaban yang lumayan mumpuni dari seorang intelektual muda Nadliyin yang bernama Nadirsyah Hosen, Ph.D. Beliau merupakan seorang Rois NU di Australia sekaligus merupakan seorang dosen senior di Monash Law School. Ini kampus bukan kampus abal-abal, pastinya…

Lewat sebuah situs, dia menerangkan sebagai berikut:

Dahulu, waktu jaman Rasul, terdapat pembedaan antara Rayah dan Liwa. Rayah adalah bendera yang berukuran kecil yang diserahkan khalifah atau wakilnya kepada pemimpin perang dan para komandan pasukannya. Sedangkan Liwa berarti bendera negara. Nah, Rayah itu merupakan bendera perang dan berwarna hitam. Sedangkan Liwa, karena bendera negara, warnanya pun putih.

Persoalannya, kalo memang benar klaim HTI dan ISIS bahwa bendera hitam mereka merupakan bendera Rasul, lha kok bisa nggak kompakan benderanya alias nggak sama design dan khat tulisan arabnya? Artinya apa? Artinya keduanya hanya bersifat tafsir semata. Tafsir terhadap apa? Terhadap hadits-hadits maupun riwayat-riwayat, sesuai pemahaman mereka sendiri.

Namun parahnya, baik hadits maupun riwayat tersebut, nggak sahih, alias nggak valid. Bagaimana ini bisa terjadi? Hadits riwayat Thabrani dan Abu Syeikh yang bilang kalo bendera Rasul berwarna hitam dan panjinya berwarna putih, bersifat dhaif. Artinya: lemah dan tidak memiliki sifat hasan alias jauh dari kata sahih.

Ini dapat dimungkinkan, karena menurut Imam Dzahabi, Ahmad bin Risydin merupakan perawi yang suka berbohong dan terkenal sebagai pemalsu hadits. Sedangkan riwayat Abu Syeikh dari Ibn Abbas, menurut Imam Bukhari, perawinya bersifat munkar, karenanya hadits diberi kategori hasan, bukan shahih. Parah, kan??

Itu baru satu masalah. Masalah yang kedua, menurut sejarahnya, pada jaman Rasul, tulisan al-Quran belum ada titik dan khat’nya masih khat kufi (khat kuno yang berbentuk skrip bergaris dan bersudut, lazimnya dengan garis tegak dan melintang memanjang).

Menurut logikanya, kalopun bendara Rasul ada tulisan arabnya, tentunya nggak sama dengan model tulisan yang ada pada bendera HTI maupun ISIS. Artinya apa? Tulisan pada bendera hitam yang ada pada HTI maupun ISIS, keduanya bersifat rekaan semata dan jauh dari sifat sahih.

Masalah terakhir, baik Rayah maupun Liwa, keduanya dipakai pada masa perang. Tujuannya untuk membedakan pasukan Rasul dengan pasukan musuh. Dengan kata lain, bendera dan panji, dipakai dalam kondisi perang.

Nah sekarang pertanyaannya: apa iya sekarang kita dalam situasi perang? Apa iya kita sekarang belum ada negara? Apa jangan-jangan, HTI dan juga ISIS mau ngebuat ada negara dalam negara atau mau menciptakan perang? Dibilang enggak, tapi kok iya juga yaa… 

Apapun situasinya, kita jangan mau lagi dibohongi sama bendera Islam’nya HTI dan ISIS, karena masalah ini bukan masuk kategori syari’ah yang kudu ditaati. 

Ahh, mendingan dengerin musik khasidah: “Jangan dengar mulut kampret yang durjana…”

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!