Bukanlah Hadiah


508

Bukanlah Hadiah

Oleh: Ndaru Anugerah – 19022025

Pada abad ke-12 SM, pasukan Yunani dibuat putus asa atas wilayah Troya. Bagaimana tidak, mengingat sudah lebih dari 10 tahun mereka mencoba untuk mengakuisisi wilayah tersebut, dan selalu berujung pada kegagalan. Padahal pasukan Yunani sangat terkenal kedigdayaan-nya dalam berperang.Penyebabnya?

Karena pertahanan Troya yang teramat sangat sulit untuk ditembus.

Menemui kebuntuan atas masalah ini, Odysseus punya rencana jitu untuk bisa menaklukkan Troya. Caranya dengan memberi rakyat Troya ‘hadiah’ berupa kuda berukuran sangat besar dengan dalih sebagai persembahan kepada dewi Athena.

Untuk mewujudkan alasan ini, pasukan Yunani sengaja ‘ditarik mundur’ agar terlihat tulus apa yang telah mereka berikan kepada rakyat Troya. “Ini adalah hadiah kami untuk rakyat Troya, agar pertahanan kota kalian nggak bisa ditembus oleh musuh,” begitu kurleb-nya.

Sialnya, rakyat Troya menelan bulat-bulat apa yang diberikan pasukan Yunani pada mereka, dengan mendorong masuk kuda raksasa masuk ke wilayah-nya.

Dan kita sudah ketahui bersama bagaimana akhir dari kisah Kuda Troya yang melegenda tersebut. (baca disini)

Pesannya singkat: jangan gampang percaya pada ‘pemberian’ orang. Kita perlu mempertanyakan, niat-nya memberi beneran tulus atau malah penuh dengan akal bulus?

Pada dasarnya, nggak ada makan malam yang gratis, kan?

Sama hal-nya dengan apa yang dilakukan oleh sang Ndoro besar lewat lengan-nya yang beroperasi di banyak negara dalam bentuk LSM. Walaupun nggak semua LSM merupakan lengan sang Ndoro, tapi kita patut mempertanyakan ikhwal bantuan yang ditawarkannya.

Yang perlu dipertanyakan: benarkah bantuan yang diberikan nir-pamrih atau justru sebenarnya hanya kuda Troya ala pasukan Yunani? (baca disini, disini, disini dan disini)

Ini kembali saya ulas menanggapi pertanyaan pembaca seputar ‘penutupan’ USAID oleh pemerintahan Donald Trump yang kelak akan dilebur dalam kementerian LN AS. (https://www.bbc.com/news/articles/clyezjwnx5ko)

Kenapa ditutup?

Menyangkut 2 hal.

Pertama, Trump yang sedari awal mengusung konsep MAGA (Make America Great Again) otomatis mendorong upaya America First. Artinya prioritas dalam negeri yang jadi tekanan Trump dan bukan luar negeri. Fungsi apa bantuan LN diberikan sementara di dalam negeri masih memprihatinkan?

Dan kedua, anggaran ‘bantuan’ USAID teramat-sangat besar. Dengan pegawai lebih dari 10 ribu orang yang tersebar di kantor cabang yang ada di 60 negara, pengeluaran besar sudah terbayang, pastinya. “USAID adalah organisasi kriminal. Mending ditutup saja,” ungkap Elon Musk dalam salah satu cuitannya. (https://www.bbc.com/news/articles/c1dg95dyxygo)

Sepak terjang USAID memang sudah terkenal seantero jagad. Alih-alih mempromosikan demokrasi dan HAM, nyatanya LSM ini malah mendukung perubahan rezim pada negara yang mencoba membangkang terhadap kebijakan Washington dan tentu saja sang Ndoro besar.

Ambil contoh di Kirgistan, saat USAID memberikan penghargaan HAM pada Azimjon Askarov di tahun 2015. Askarov sendiri berhasil dijebloskan ke penjara seumur hidup karena dianggap ‘ancaman’ bagi negara. (https://thediplomat.com/2015/07/us-gives-human-rights-award-to-jailed-kyrgyz-activist/)

Selain itu, pemerintah Kirgistan juga telah lama mengamati gerak gerik Askarov yang selama ini mendapatkan bantuan dari USAID. Menjadi wajar jika pemerintah Kirgistan kemudian memutuskan hubungan kerjasama dengan AS secara khusus dengan USAID. (https://www.euronews.com/2015/07/23/kyrgyzstan-cancels-cooperation-agreement-with-united-states)

Nggak hanya Kirgistan, sebab Rusia juga mengambil langkah yang sama dengan melarang LSM yang berafiliasi dengan Barat (termasuk USAID) karena diduga mendanai aksi demonstrasi yang merongrong pemerintah yang sah. (https://www.the-star.co.ke/news/world/2025-02-05-why-was-usaid-kicked-out-of-russia)

Jadi, siapapun yang kedapatan bekerjasama dengan USAID (atau LSM sejenis), harus bersiap mendapatkan hukuman berupa tiket menginap di Hotel Prodeo selama 6 tahun. (https://www.youtube.com/watch?v=2g5JNKNihg8)

Di China sendiri, negara Tirai Bambu tersebut juga telah mengatur LSM Barat yang banyak beroperasi di wilayahnya, sejak 2016 silam.

Pada tataran teknis, China mengeluarkan UU yang mengharuskan LSM Barat untuk mendaftar ke otoritas keamanan publik selain juga menyertakan dari mana pendanaan mereka berasal. (https://www.youtube.com/watch?v=AGCUugAbrsI)

Pemerintah Mesir malah ambil langkah ekstrim dengan menghukum 43 pekerja LSM asal Mesir dan 16 pekerja LSM AS yang bekerja di negara tersebut karena kedapatan beroperasi tanpa ijin dan mendukung gerakan subversif. (https://www.theguardian.com/world/2013/jun/04/egypt-convicts-us-ngo-workers-sam-lahood)

Walhasil, pemerintah Mesir menutup operasi LSM AS yang ada di negara tersebut sejak 2012 silam.

Jadi apa yang bisa disimpulkan?

Mengapa semua negara ini melarang dan mengusir semua LSM AS yang ada di negara mereka, termasuk USAID di dalamnya?

Apakah negara-negara ini anti demokrasi dan HAM? Apakah mereka menolak bantuan dan menentang kegiatan amal?

Nggak terlalu sulit untuk menjawabnya.

Karena LSM sekelas USAID bukanlah lembaga yang berupaya mengakhiri kemiskinan ekstrim dan mempromosikan masyarakat yang tangguh dan demokratis sambil memajukan keamanan dan kemakmuran, sesuai dengan spirit yang mereka usung. (http://www.usaid.gov/who-we-are/mission-vision-values)

Nyatanya, USAID (dan kebanyakan LSM Barat pada umum-nya) memang sengaja dirancang seolah-olah sebagai ‘hadiah’ bagi negara penerima, namun realitanya, USAID nggak lain adalah kuda Troya yang sengaja dipakai untuk melemahkan negara bersangkutan dengan mengusung revolusi warna.

Tentu saja ini melenceng dari apa yang terlihat di permukaan, bukan?

Anyway, apakah di Planet Namek LSM-LSM AS (dan juga Barat) mendapat pengawasan yang sama dari pemerintah, atau malah bergerak dengan sangat leluasa?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


error: Content is protected !!