Belum Terkalahkan
Oleh: Ndaru Anugerah
Menarik mencermati gelaran pilpres yang diadakan di Turki.
Pada 3 bulan sebelum pilpres digulirkan, saya sempat membuat prediksinya. Intinya, walaupun banyak prediksi yang bertebaran (khususnya yang diusung media mainstream), jajak pendapat menyatakan bahwa Erdogan bakal kalah pada gekaran pilpres kali ini. (https://www.theguardian.com/world/2023/may/10/recep-tayyip-erdogan-facies-real-chance-of-losing-as-turkey-gets-ready-to-vote)
Sementara saya berada pada posisi yang berbeda menyikapi bakal kalahnya sosok Erdogan. Meskipun secara personal, saya bukanlah orang yang bersimpati terhadap sosok sang Sultan.
Silakan baca ulasan saya tentang hal ini. (baca disini)
Lalu bagaimana hasil dari pilpres yang telah digelar pada 14 Mei yang lalu?
Berdasarkan perhitungan suara, Erdogan justru membuat ‘keajaiban’ dengan memperoleh suara 49,51% alias hampir 50%. Sementara pesaingnya, Kilidaroglu hanya mendapatkan suara 44,88%. (https://www.msn.com/en-us/news/other/turkish-voters-looking-to-runoff-presidential-vote-with-hope-and-fear/ar-AA1bksHU)
Dengan kata lain, karena belum ada yang mencapai angka lebih dari 50%, otomatis pilpres harus menjalankan second-round nya, pada 28 Mei mendatang.
Lantas kenapa banyak polling kok salah memprediksi soal kemenangan sementara Erdogan?
Banyak faktor, utamanya mereka tidak mengikutsertakan banyak kelompok masyarakat, seperti diaspora, mereka yang bekerja sebagai birokrasi negara, kaum nasionalis, kaum muda hingga para pensiunan sebagai responden pada survei yang mereka gelar.
Nggak aneh jika polling yang dilakukan banyak lembaga survei, yang sifatnya kurang representatif tersebut, gagal dalam memprediksi kemenangan sementara Erdogan tersebut.
Otomatis, prediksi saya sudah terbukti benar. Setidaknya untuk saat ini.
Satu yang perlu dicatat, bahwa dalam setiap kampanyenya, Erdogan berniat untuk mengubah wajah Turki yang sejak 1952 bergabung dengan NATO.
Turki harus menjadi lebih independen dan lepas dari bayang-bayang sekodannya di Barat. Ini mungkin nilai jual sang Sultan bagi para pemilihnya. (https://newsrnd.com/news/2022-05-19-(s%2B)-turkey-joined-nato-in-1952–when-the-turks-trembled-before-stalin-and-pushed-into-nato.H1cJMyNw5.html)
Di sisi yang lain, Kilicdaroglu justru mempromosikan kesetiaannya pada NATO jika dirinya terpilih kelak. Jika ini yang terjadi, maka Turki otomatis akan berada dalam bayang-bayang Barat lagi. Nggak akan ada kebaruan soal itu.
Ini yang mungkin rakyat Turki tidak menginginkannya. Mereka berharap, Turki harus jadi kekuatan regional yang independen, bukan hanya sebatas kemitraan dengan NATO.
Selain itu, jika seandainya Kilicdaroglu terpilih, nggak jelas juga sikap yang akan diambilnya kelak, menyangkut kerjasama dengan Rusia yang selama ini ada.
Apakah ada sanksi yang dijatuhkan atau nggak jika dirinya terpilih? Kalo sanksi dijatuhkan, bagaimana nasib proyek listrik nuklir Akkuyu milik Turki yang ditopang pendanaannya oleh negara Beruang Merah? Bahkan sekelas Einstein akan kesulitan cari jawabannya.
Mungkin ini juga yang jadi alasan para pemilih untuk tetap memilih sang Sultan, ketimbang Kilicdaroglu. Gajebo binggo.
Sekarang kita lanjut, bagaimana dengan nasib kedua paslon di putaran kedua nanti?
Pada ronde kedua, sebenarnya ada isu yang sangat krusial untuk dimainkan, yaitu menyangkut krisis ekonomi yang sudah mencapai titik inflasi di ambang 50%. Bagaimana kedua paslon bakal mengantisipasi hal ini? (https://www.reuters.com/world/middle-east/turkey-inflation-higher-than-expected-nearly-58-2023-02-03/)
Menyangkut isu tersebut, Erdogan memiliki keunggulan tersendiri.
Pertama, krisis ekonomi ini merupakan force major yang nggak bisa dielakkan oleh siapapun yang memimpin Turki. Dan yang kedua, Erdogan telah mengambil kebijakan ekonomi dengan menaikkan tingkat suku bunga guna menarik uang di pasaran. (https://capital.com/turkey-interest-rate-rise-erdogan-policy-reversal)
Lagian, Turki masih punya kartu truff karena ditemukannya ladang gas baru dalam jumlah besar pada kawasan Laut Hitam. Ini saja sudah bisa dijadikan ‘agunan’ bagi krisis eknomi yang kini melanda Turki. (https://www.forbes.com/sites/arielcohen/2020/09/18/turkeys-new-natural-gas-find-in-the-black-sea-exciting-but-tricky-process-ahead/)
Salah satu titik lemah kubu oposisi adalah sulitnya menyatukan visi bersama. Bagaimana mungkin kubu liberal, pro-Kurdi dan nasional yang selama ini mendukung Kilicdaroglu, bisa disatukan dalam satu perahu yang bernama Aliansi Kebangsaan, demi menghajar kubu Erdogan? Tentu ini nggak mudah.
Nah, yang menjadi tanda tanya besar saat ini adalah, kemana suara 5,2% pada putaran pertama, akan berlabuh?
Seperti yang kita ketahui bersama, posisi ketiga pada putaran pertama, ada di pihak Sinan Ogan yang mendapat suara 5,2%. (https://www.france24.com/en/middle-east/20230515-sinan-ogan-the-kingmaker-turkey-s-erdogan-doesn-t-need)
Sementara Ogan yang adalah keturunan Azerbaijan merupakan pendukung gerakan pan-Turanisme, di sisi yang lain Ogan merupakan pemimpin koalisi anti-imigran.
Kalo sudah begini, kedua kubu (baik Erdogan maupun Kilicdaroglu), akan sulit menarik suara 5,2% milik konstituen Ogan bulat-buat. Erdogan mungkin pro gerakan Turanisme, tapi dirinya pro imigran yang banyak datang ke Turki buat cari suaka.
Begitupun dengan kubu Kilicdaroglu yang anti imigran, tapi menentang bangkitnya pan-Turanisme.
Dengan demikian, siapa yang akan memenangkan putaran kedua nantinya yang otomatis berhasil merayu suara 5,2% tersebut?
Bagi saya selaku analis, jawaban mungkin sederhana.
Menggusur kepemimpinan PKS di Depok saja yang punya haluan sama dengan AKP, sulitnya bukan main. Lha gimana menggusur kepemimpinan sang Sultan di Turkiyem sana yang merupakan soko guru PKS?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments