Bagaimana Memaknai Pertemuan Roma?
Oleh: Ndaru Anugerah
Memangnya G20 itu apa sih? Kenapa ondel-ondel Monas begitu bangga saat pak Lurah Wakanda didaulat menjadi ketua alias presidensi pada kelompok ini?
Sebelum jawab pertanyaan di atas, kita perlu tahu dulu apa itu G20.
G20 adalah kelompok yang terdiri atas 19 negara plus Uni Eropa yang dibentuk pada 1999 silam. G20 punya nama awal G20 Finance Minister and Central Bank Governors tersebut dibentuk sebagai forum antar pemerintah negara maju dan berkembang guna membahas isu-isu penting perekonomian dunia. (https://id.wikipedia.org/wiki/G20)
Kalo bicara soal ekonomia dunia, memangnya kelompok ini punya pengaruh apa?
Banyak tentunya. Berdasarkan data, kelompok ini menghimpun hampir 80% Gross Domestic Product dunia, 75% total perdagangan dunia dan juga populasinya mencakup 2/3 penduduk dunia. Jadi nggak salah kalo kelompok ini cukup seksi untuk dimainkan karena besar pengaruhnya.
Apakah G20 bersifat taktis atau strategis?
Karena nggak punya staf tetap dan sifatnya hanya ajang bincang-bincang (diskusi) antar pemerintah negara maju dan berkembang, maka otomatis kelompok ini hanya bersifat taktis. Jadi bersifat sangat cair dan nggak bisa diharapkan punya tujuan yang sama.
Bagaimana dengan ketuanya? Apakah menjadi ketua atau presidensi lantas menjadikan suatu negara punya kendali atas kelompok ini?
Anda perlu tahu, bahwa jatah ketua dirotasi diantara anggota-anggotanya dan memiliki 3 pimpinan yang disebut sebagai Troika. Ketua tahun berjalan, ketua tahun lalu dan ketua tahun berikut. Sistem ini diberlakukan guna menjamin keberlangsungan kegiatan dan pengelolaan. (https://www.g20.org/about-the-g20.html)
Jadi kalo tetiba dapat giliran untuk jadi ketua, apa yang dapat dibanggakan?
Pertama, forumnya bersifat taktis, kedua sebagai pimpinan nggak bisa ambil keputusan atau mengarahkan anggota-anggotanya untuk ambil keputusan, dan ketiga, jabatan ketua adalah hasil rotasi semata dan bukan hasil dipilih layaknya pilpres.
Sama sini paham ya, ondel-ondel Monas?
Lanjut mang…
Nah beberapa hari yang lalu di Roma, pertemuan G20 di tahun 2021 telah berakhir.
Pertanyaannya: apakah keputusan atau komunike yang berhasil dicapai oleh kelompok yang ‘katanya’ kasih kontribusi 80% buat emisi karbon secara global tersebut?
Komunike yang dikeluarkan oleh para pemimpin G20 tersebut, nyatanya tidak selaras dengan rencana pencapaian nol bersih karbon di tahun 2050 mendatang. Singkatnya, komunike nggak sejalan dengan The Great Zero Carbon yang dibesut oleh kartel Ndoro besar. (https://www.bbc.com/news/world-59109186)
Status emisi nol karbon memang akan dicapai, tapi diundur menjadi tahun 2060.
Adalah China dan Rusia yang mendorong target tersebut untuk molor dari rencana semula.
Kenapa Rusia dan China memperpanjang status nol karbon?
Karena mereka sebenarnya ‘menolak’ secara halus rencana tersebut. Cuma kalo harus ‘vulgar’, kan nggak elegan juga sebagai negarawan.
China misalnya, kita tahu bersama bahwa sumber utama tenaga listriknya bersumber pada batu bara. Gimana mau dihilangkan kalo imbasnya adalah kekurangan pasokan listrik bagi negara tersebut? (https://www.nytimes.com/2021/10/28/business/energy-environment/china-coal-climate.html)
Atau Rusia misalnya, yang merupakan pemasok gas terbesar kedua di dunia. Kalo mencapai status nol karbon, biaya yang sudah dikeluarkan untuk membangun jalur instalasi gas ke banyak negara, balik modalnya gimana? (https://www.nsenergybusiness.com/features/natural-gas-producing-countries/)
Jelas saja proposal TGZC ditampik, mengingat mereka punya kepentingan atas bahan bakar fosil tersebut. Coba pikir deh: ‘memangnya energi hijau dapat mencukupi kebutuhan listrik saat ini?’
Ini sebabnya baik Xi Jinping maupun Putin kompakan untuk nggak hadir pada pertemuan G20 tersebut, karena pada dasarnya mereka ‘menampik’ rencana pengurangan karbon.
Sadar bahwa agenda G20 diboikot oleh kedua negara tersebut, Joe Biden buka suara, “Rusia dan China tidak punya komitmen yang serius dalam upaya menanggulangi perubahan iklim.” (https://www.reuters.com/business/environment/g20-leaders-face-tough-climate-talks-second-day-summit-2021-10-30/)
Biden menambahkan bahwa G20 gagal mencapai kesepakatan untuk menghapus batubara secara bertahap karena adanya penentangan dari kedua negara tersebut.
Padahal, baik Putin maupun Xi Jinping secara kolektif telah berkomitmen untuk melakukan tindakan yang lebih kuat dari sebelumnya untuk membatasi pemanasan global. (https://www.bbc.com/news/world-59109186)
Gimana mau punya komitmen yang kuat, pengurangan penggunaan batubara secara bertahap saja ditolak?
Aliasnya, apa yang diucapkan Putin dan Xi, hanya retorika belaka. Nggak konsisten. Dan ini buat berang kartel Ndoro besar. Nggak aneh jika kemudian opa Biden dipaksa ‘buka suara’. (http://en.kremlin.ru/events/president/news/67044) (https://www.scmp.com/news/china/diplomacy/article/3154422/despite-not-going-cop26-president-xi-will-lay-out-chinas)
Ini jelas fatal, mengingat rencananya setelah putaran Roma, akan ada pertemuan alias konferensi iklim COP26 yang akan berlangsung di Glasgow pada awal November ini. Sedianya, hasil yang dicapai pada putaran Roma, akan digunakan sebagai ‘penguat’ untuk membuat komitmen iklim berikutnya.
Sialnya, rencana tinggal rencana.
Apakah forum COP26 akan sukses membuahkan komitmen iklim sesuai setting-an awal?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments