Apa Kabar Pendidikan Karakter Kita?


528

“Apa Kabar Pendidikan Karakter Kita?”

“Bang, kenapa banyak koruptor udah dicokok KPK, kok gak kapok-kapok juga yah?” demikian isi pesan whatsapp bertanya kepada saya.

Sebenarnya apa sih yang menyebabkan orang korupsi?

Serakah? Bisa jadi…

Punya kesempatan? Mungkin…

Tapi satu yang pasti: Kejujuran. Itu jawaban atas akar masalahnya…

Kok bisa?

Kalo seseorang mempuyai sifat jujur, mana mungkin dia tega merampok uang (rakyat) yang bukan hak’nya?

Pertanyaannya: dari mana sifat jujur di produksi? Sekolah, salah satunya…

Bagaimana prosesnya? Lewat pendidikan karakter.

Sebelum kita melangkah jauh, coba kita lihat apa yang terjadi dengan pendidikan karakter di Jepang?

Sejak 2003, Jepang sudah memangkas jam belajar bagi muridnya yang sarat beban, menjadi hanya 5 hari per minggu, lewat kebijakan Yutori Kyoiku. Sebagai gantinya, pendidikan karakter makin digeber, terutama bagi siswa sekolah dasar. Jadi bagi siswa SD sudah diberlakukan jam khusus di sekolah, yang namanya pendidikan moral.

Siswa diberikan buku Kokoro No Note, yang intinya berkutat pada pengembangan karakter siswa. Contoh: bagaimana dia dapat bersikap pada orang lain secara sopan, toleran terhadap orang lain, dan yang terpenting adalah bagaimana bersikap jujur.

Nilai kejujuran ini dianggap penting, karena memang timbulnya semua carut marut di dalam suatu negara, dikarenakan pejabat publik yang nggak jujur. Termasuk korupsi.

Dan setelah hampir 15 tahun berlalu, bangsa Jepang mulai bisa merasakan manfaatnya. Yang paling konkret adalah kalo kita ketiggalan barang di sana, niscaya barang itu nggak akan raib. Cukup kita datang ke Lost and Found Center, dan percayalah, dalam beberapa hari, barang anda akan kembali, termasuk uang. Tercatat, menurut kepolisian Tokyo, tiga perempat uang yang hilang berhasil dikembalikan kepada pemiliknya… Subhanallah

Proses pembentukkan budaya jujur, bukanlah hal yang instan. Butuh waktu. Dimana dalam implementasi kurikulum, siswa diajak untuk berempati atas perasaan orang yang kehilangan barang. “Gimana nak, kalo kamu yang kehilangan?” begitu kira-kira kata gurunya.

Maka tak jarang kalo kita lihat anak-anak di Jepang membawa uang koin recehan yang mereka temukan di jalan, untuk sekedar diberikan ke pos polisi terdekat. Bahkan beberapa malah ditemani orang tuanya sebagai bentuk dukungan. Warbiyasah…

Bagaimana dengan di Indonesia?

Menyangkut revolusi mental, sudah merupakan keharusan bila pendidikan karakter juga mendesak untuk diterapkan. Kalo saya melihat ada 3 nilai yang utama. Pertama nilai kejujuran, kedua toleransi dan yang ketiga sikap nasionalisme.

Ketiga nilai itu sudah mulai memudar dalam pendidikan kita, bahkan (mungkin) wus-wus-wuss…nyaris tak terdengar. Sedih ngedengernya, kak emma…

Apalagi kalo saya sebutkan beberapa fakta di lapangan, bisa miris ngeliatnya…

Gimana siswa menghalalkan segala cara untuk mendapatkan nilai bagus, termasuk mencontek..

Gimana anak murid tega memukuli gurunya hingga meregang nyawa…

Gimana peserta didik nggak mau hormat bendera, karena bendera dianggap thogut (berhala)…

Karenanya pendidikan karakter harus dilakukan. Segera!! Utamanya pada pendidikan dasar.

Caranya?

Kurangi muatan sarat beban pada pendidikan dasar. Alihkan pada pengkondisian pendidikan karakter yang menyangkut ke-3 nilai tersebut, pada tindakan konkret dan bukan sekedar teori-teori bla-bla-bla. Ajak peserta didik untuk bisa merasakan implementasi ke-3 nilai tersebut dalam praktik bermasyarakat. Tagih nilai sikapnya yang utama, bukan nilai kognisinya semata.

Ini memang pekerjaan berat. Namun dengan niat yang baik, itu pasti bisa dilakukan…

Seperti kata pepatah: Good deeds should be done with intention, not for attention. Pertinyiinnyi: Apa kita mau melangkah?

Krik..krik…krikkk…

Salam Demokrasi!!

(*penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)

 

 

 


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!