Lipstick Effect
Oleh: Ndaru Anugerah – 29012025
Fenomena menarik terjadi saat long weekend terjadi, dimana ribuan kendaraan memadati kawasan wisata untuk sekedar menghabiskan waktu untuk liburan. Kawasan Puncak adalah destinasi wisata yang kerap disasar.
Akibatnya, kemacetan nggak bisa terhindarkan. Sudah jalannya kecil, tapi volume kendaraan-nya tiba-tiba membludak, ditambah titik macet sana-sini, maka antrian panjang menjadi tak terelakan. Bahkan kemacetan menyebabkan pelambatan hingga 9 jam. (https://bandung.kompas.com/read/2025/01/28/061705478/9-jam-terjebak-macet-imbas-penutupan-one-way-puncak-bogor-mau-happy-malah)
Katanya negeri ini lagi resesi? Nyari kerja saja kini semakin sulit? Harga-harga kebutuhan sehari-hari makin meningkat yang menyebabkan orang kerap ambil jalan pintas dengan berhutang ke pinjol ataupun mencoba peruntungan dengan bermain judi online.
Kok bisa destinasi wisata dipenuhi ribuan orang?
Lantas dimana krisis-nya?
Pernah dengar istilah lipstick effect?
Berdasarkan teori-nya, lipstick effect adalah fenomena dimana saat menghadapi krisis ekonomi, maka konsumen akan lebih bersedia membeli barang mewah yang harga-nya terjangkau.
Jadi, alih-alih membeli tas tangan atau mantel bulu yang harganya kelewat mehong, orang akan beralih membeli kosmetik seperti lipstick yang branded. (https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S2214804319304884)
“Bahkan ditengah kondisi ekonomi yang buruk sekalipun, konsumen akan tetap membeli barang-barang mewah dengan dana yang terbatas sekalipun,” demikian asumsi dari lipstick effect theory.
Fenomena ganjil ini diamati pertama kali pasca AS mengalami serangan teror 9/11 di 2001 silam.
Saat ekonomi terpuruk, anehnya penjualan lipstik malah meningkat 2 kali lipat dari sebelumnya. Setidaknya mantan CEO Estee Lauder, Leonard Lauder menyampaikan hal itu. (https://economictimes.indiatimes.com/industry/cons-products/fashion-/-cosmetics-/-jewellery/the-lipstick-as-an-economic-indicator/articleshow/3004168.cms)
Kok ini bisa terjadi?
Karena pada esensi-nya, lipstick effect merupakan bentuk pelarian dari konsumen yang tengah jenuh menghadapi himpitan ekonomi dalam hidup mereka.
Jadi, alih-alih berhemat, konsumen malah membelanjakan uang-nya untuk barang yang punya kesan mewah demi menunjukkan eksistensi mereka. Meskipun konteks-nya lagi bapet.
“Saat ekonomi melambat, ada kecenderungan dari konsumen untuk membeli ‘kemewahan’ secara impulsif,” demikian ungkap seorang teman. Termasuk berwisata.
Tapi percaya-lah bahwa itu sifatnya affordable alias terjangkau. Nggak mahal-mahal amat, hitungan-nya.
Di sisi yang lain, lipstick effect juga mau kasih tahu kepada kita bahwa krisis ekonomi sedang berjalan. Setidaknya, fakta bahwa ekonomi mengalami perlambatan, itu nggak bisa dipungkiri.
Masalahnya, stake holders di negara ini paham nggak?
Apa jangan-jangan tutup mata dan pura-pura bego?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)