Banjir di Dubai
Oleh: Ndaru Anugerah – 30042024
Badai disertai hujan dengan intensitas tinggi melanda Uni Emirat Arad dan Oman pada medio April silam.
Akibatnya sungguh fatal, karena jalan raya, rumah-rumah, dan pusat perbelanjaan tergenang air yang menyebabkan kemacetan lalu lintas dimana-mana dan menghambat orang untuk keluar rumah. (https://www.reuters.com/world/middle-east/what-caused-storm-that-brought-dubai-standstill-2024-04-17/)
Banjir ini juga sukses merenggut nyawa manusia. Setidaknya 20 orang dilaporkan tewas akibat banjir di Oman dan 1 orang di Uni Emirat Arab.
Dengan adanya banjir ini, maka kantor-kantor pemerintah dan juga sekolah-sekolah terpaksa ditutup selama berhari-hari. Jadwal penerbangan juga terganggu karena landasan pacu bandara telah tertutup air dan berubah menjadi ‘sungai’.
Singkatnya semua aktivitas terhenti karena adanya pemadaman aliran listrik. Tanpa listrik, apa yang bisa dilakukan?
Ini jelas mengagetkan.
Kenapa?
Karena UEA dan Semenanjung Arab pada umumnya adalah kawasan dengan curah hujan yang rendah. Iklim gurun keringnya cukup mendominasi di wilayah ini. Jadi suhu udara panas sangat sering dijumpai, bahkan dengan suhu mencapai 50 derajat celsius.
Kalo tiba-tiba banjir lebat dan menyebabkan banjir, ini jelas tanda tanya besar.
Ada apa gerangan?
Jika anda lihat pada outlet media mainstream, maka jawabannya pasti seragam. Penyebab banjir adalah perubahan iklim yang mengakibatkan hujan dengan intensitas tinggi dapat terjadi.
Para ilmuwan iklim juga mendukung argumen ini bahwa kenaikan suhu global yang disebabkan oleh perubahan iklim karena aktivitas manusia, mengakibatkan cuaca ekstrim di seluruh dunia, termasuk curah hujan dengan intensitas tinggi.
Ditambah lagi, sistem drainase buruk yang ada di Dubai, misalnya, maka banjir menjadi proses yang tak terelakan. (https://www.cnn.com/2024/04/25/climate/dubai-floods-climate-weather-analysis-int/index.html)
Kurang lebihnya, itu narasi yang coba dibangun. Bahwa perubahan iklim dapat menyebabkan iklim menjadi tidak stabil dan memicu serangkaian bencana bagi manusia.
Pertanyaannya: apakah banjir yang terjadi di Dubai disebabkan oleh perubahan iklim?
Fakta menyatakan, bahwa UEA kerap melakukan rekayasa cuaca yang bernama cloud seeding. Ini sengaja dilakukan agar hujan deras bisa terjadi di wilayah kering nan tandus tersebut. (https://www.thenationalnews.com/climate/environment/2023/08/30/uae-launches-new-cloud-seeding-campaign-to-boost-rainfall/)
Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kelangkaan air pada negara tersebut.
Memangnya apa itu cloud seeding?
Secara umum, penyemaian awan adalah jenis modifikasi cuaca yang bertujuan untuk mengubah jumlah atau jenis curah hujan, mengurangi hujan es atau menyebarkan kabut. Tujuannya adalah meningkatkan curah hujan agar nggak terkena dampak kekeringan dan kekurangan air. (https://en.wikipedia.org/wiki/Cloud_seeding)
Pada tataran teknis, perak literal dalam bentuk perak iodida dimasukkan ke dalam awan. Ini menyebabkan terbentuknya kristal es dan air mengembun menjadi hujan ataupun salju. (https://journals.ametsoc.org/view/journals/bams/100/8/bams-d-18-0160.1.xml)
Teknik penyemaian awan merupakan salah satu bentuk modifikasi cuaca terencana yang paling umum digunakan untuk meningkatkan curah hujan sebagai teknik manipulasi kekeringan. (https://www.ametsoc.org/index.cfm/ams/about-ams/ams-statements/statements-of-the-ams-in-force/planned-weather-modification-through-cloud-seeding/)
Selain itu, cloud seeding dipakai juga untuk menghilangkan kabut di udara, memadamkan api pada kebakaran hutan, menekan proses hujan es, hingga mengalihkan hujan dari suatu tempat ke tempat yang lain.
Olimpiade 2008 di Beijing, China, mungkin salah satu contoh sukses dalam penggunaan cloud seeding untuk mengalihkan hujan saat pertandingan berlangsung. (https://www.technologyreview.com/2008/03/25/270084/weather-engineering-in-china/)
Sejak pertama kali diterapkan di tahun 1940an, trend penggunaan cloud seeding agak meredup di era 1980an karena adanya masalah etika dan masalah lingkungan yang tidak dapat diterima secara umum. Apa iya tindakan playing God nggak mendatangkan konsekuensi bagi manusia? (https://thebulletin.org/2022/08/dodging-silver-bullets-how-cloud-seeding-could-go-wrong/)
Terlepas dari masalah etika, bagaimana cloud seeding dapat mendatangkan masalah bagi lingkungan?
Pertanyaan ini perlu dilontarkan, karena pada tataran teknis nggak ada aturan baku, misalnya pada kondisi apa cloud seeding perlu diterapkan? Bukan tidak mungkin cloud seeding dipakai oleh pihak-pihak tertentu untuk tujuan politik. Operasi Popeye saat Perang Vietnam, telah membuktikan hal itu. (baca disini dan disini)
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menyimpulkan bahwa peningkatan curah hujan yang disebabkan oleh cloud seeding, hanya berkisar antara 0-20%. Terutama saat musim kemarau dimana awan tidak memiliki kelembaban untuk dilepaskan, maka teknik penyemaian awan hanya ejakulasi dini semata alias nggak efektif. (https://journals.ametsoc.org/view/journals/bams/100/8/bams-d-18-0160.1.xml)
Di sisi yang lain, curah hujan yang diakibatkan penyemaian cuaca, dapat menimbulkan dampak yang kerap tidak diinginkan. Salah satunya adalah banjir di wilayah perkotaan, khususnya dengan drainase yang buruk. (https://www.mdpi.com/2073-4441/13/23/3363)
Bukan hanya banjir, cloud seeding juga dapat mendatangkan badai salju yang mematikan bagi manusia, seperti yang pernah terjadi di Tiongkok pada 2009 silam. (https://www.wsj.com/articles/SB125814710015847539)
Atau banjir besar yang pernah terjadi di Inggris pada tahun 2001. (https://www.newscientist.com/article/dn1219-rain-making-linked-to-killer-flood/)
Belum lagi jika anda tahu bahwa perak iodida yang dipakai untuk proses penyemaian cuaca, merupakan bahan kimia beracun, sehingga diklasifikasikan sebagai zat berbahaya. (https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0147651316302342)
Sebuah penelitian melaporkan bahwa perak iodida yang memiliki potensi bahaya bioakumulasi, khususnya bagi kehidupan akuatik. Aliasnya, perak iodida dapat membunuh makhluk air meskipun dalam kadar yang sedikit. (https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0147651316302342?via%3Dihub)
Kembali ke pertanyaan awal, apakah banjir di Dubai terjadi secara alami atau justru disebabkan karena penyemaian awan yang tidak bisa dikendalikan?
Giliran anda yang menjawabnya.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments