Operasi Anti Komunis
Oleh: Ndaru Anugerah – 30032024
Dalam rangka mempertahankan hegemoninya di dunia pasca Perang Dunia II, AS dan sekutunya menjalankan operasi senyap untuk menjegal komunisme sebagai kompetitor utama guna mewujudkan tatatan dunia unipolar. Operasi itu dikenal dengan nama Gladio.
Untuk menjalankan operasi ini, CIA didaulat sebagai eksekutornya dengan cara menggandeng semua pihak dalam menggagalkan penyebaran komunisme dari mulai teroris sayap kanan, para mafia hingga Vatikan. (https://archive.org/details/OperationGladioTheUnholyAllianceBetweenTheVaticanTheCIAAndTheMafia)
Pasca Perang Dunia II, baik Barat maupun Soviet mulai membangun aliansinya masing-masing guna meraih pengaruh sebanyak-banyaknya dalam menaklukan Eropa.
Masalah hadir saat pasukan Barat yang sudah babak belur akibat perang, tentu membutuhkan waktu yang cukup lama dalam membangun aliansi mereka kembali.
Apa cara tercepat untuk membangun aliansi untuk menghentikan ekspansi komunisme yang diusung Soviet?
Dalam menjawab kegamangan, timbul satu gagasan, “Bagaimana jika jaringan perlawanan yang pernah digunakan dalam melawan Nazi, dihidupkan kembali di seluruh benua, hanya kali ini untuk melawan invasi Soviet?”
Rencananya memang bagus, hanya saja ekses terhadap hal itu yang tidak diantisipasi.
Maksudnya?
Saat jaringan lama diaktivasi kembali, nyatanya jaringan tersebut bukan digunakan untuk melawan invasi Soviet semata, melainkan digunakan juga untuk melakukan serangkaian pembunuhan dan teror politik terhadap rakyatnya sendiri.
Dan ini adalah kegagalan besar bagi proyek intelijen bernama Operasi Gladio. (https://english.almayadeen.net/articles/analysis/operation-gladio-s-role-in-aldo-moro-murder-confirmed)
Operasi Gladio diinisiasi oleh pemerintah Inggris saat Perang Dunia II berlangsung. Akibat invasi yang dilakukan pasukan Nazi di tahun 1940an, Inggris mengorganisir jaringan Unit Tambahan sebagai pasukan gerilya.
Yang melatih Unit Tambahan tersebut adalah para veteran dari Eksekutif Operasi Khusus Inggris, Bukan hanya melatih, Unit Tambahan tersebut juga mendapatkan pasokan senjata dari gudang senjata yang tersebar di banyak negara di Eropa.
Kelak, Unit Tambahan tersebut menjalankan operasinya di beberapa negara Eropa, dari mulai, Jerman, Belanda, Perancis, Denmark, Norwegia, Turki hingga Italia. (https://www.nytimes.com/1990/11/16/world/evolution-in-europe-italy-discloses-its-web-of-cold-war-guerrillas.html)
Untuk memperkuat posisi Unit Tambahan tersebut, belakangan badan intelijen Eropa, termasuk Badan Intelijen Rahasia Inggris dan Badan Intelijen AS turut dikerahkan. Yang mengorganisir kelak adalah NATO.
Dalam tataran teknis, Unit Tambahan tersebut mempunyai nama sandi yang berbeda satu dengan yang lain negara. Namun untuk menyatukan operasi, maka nama kolektif yang digunakan adalah Gladio, yang diambil dari nama pedang pendek Romawi yang kerap dibawa oleh para pasukan legiun ataupun para gladiator. (https://www.unrv.com/military/gladius.php)
Dalam menjalankan Operasi Gladio, para perwira fasis banyak mendapatkan endorsement untuk berkuasa. Salah satu diantaranya adalah Junio Valerio Borghese yang dikenal sebagai Pangeran Hitam, yang berencana melakukan kudeta yang gagal terhadap pemerintah Italia di tahun 1970an. (https://www.italyonthisday.com/2022/12/the-borghese-coup.html)
Selain perwira fasis, Operasi Gladio juga menggandeng para mafia yang ada di Italia. “Mafia, karena sifatnya yang anti-komunis, adalah salah satu elemen yang digunakan CIA untuk mengendalikan Italia,” demikian kurleb-nya. (https://www.algora.com/Algora_blog/2019/04/07/operation-gladio-the-unholy-alliance-between-the-vatican-the-cia-the-mafia)
Dukungan CIA pada mafia mendapatkan persetujuan dari Partai Demokrasi Kristen Italia. Hal ini karena gerakan kiri tengah berkembang di Italia di dekade 1950an.
“Ada alasan kuat untuk khawatir jika tren-nya terus berlanjut, maka gabungan suara Komunis dan Sosialis akan tumbuh menjadi kekuatan politik terbesar di Italia.” (https://archive.org/details/honorablemenmyli0000colb/page/110/mode/2up?q=there+was+good+reason+to+fear+)
Karenanya, Gladio pertama kali diterapkan di Italia pada 1963 untuk menyerang pendukung Partai Sosialis Italia yang telah berhasil memperoleh jabatan pada kabinet. Guna mengantisipasinya, maka segenap agen pendukung Gladio diaktivasi.
Akibatnya timbul kekacauan di seantero Italia, dari mulai perdagangan narkoba, perampokan bank, sabotase, serangan terhadap kelompok kiri dan juga serangkaian pembunuhan.
Mungkin anda pernah dengar tentang pembantaian yang terjadi di Brabant, Belgia, atau pembantaian yang terjadi di Montejurra, Spanyol ataupun pembunuhan Giovanni Falcone dan Paolo Borsellino. Bahkan pembunuhan Patrice Lumumba yang ada di Kongo. Itu semua terkoneksi erat dengan Operasi Gladio.
Ini lumrah terjadi karena operasi ini menerima semua pihak dari kalangan kriminal hingga sayap kanan, asalkan punya niatan yang sama dalam melawan komunisme.
Memangnya bagaimana kekuatan komunisme di Italia saat itu sehingga perlu diantisipasi dengan aksi teror?
Cukup masif. Ini bisa terjadi karena pihak Uni Soviet mendanai Brigade Merah untuk mewujudkan revolusi di Italia dan juga beberapa negara Eropa lainnya. (https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/13532940701633817)
Apakah Operasi Gladio bersifat fiktif?
Nggak juga. Mantan PM Italia Giulio Andreotti membenarkan tentang adanya operasi klandestin tersebut. Setidaknya begitu pengakuannya di depan Senat Italia pada 1990 silam. (https://link.springer.com/referenceworkentry/10.1007/978-3-031-05750-2_65-1)
Tak hanya itu, sebab banyak operasi sejenis yang dibentuk di negara-negara Eropa. Nggak berlebihan jika ada ungkapan bahwa Operasi Gladio adalah operasi paling masif dan rahasia yang ada di Eropa Barat sejak Perang Dunia II. (https://www.cambridgeclarion.org/press_cuttings/gladio_obs_7jun1992.html)
Bagaimana dengan pihak Vatikan?
CIA juga menggunakan sumber-sumber di Vatikan untuk mengumpulkan informasi tidak hanya seputar Italia, tapi juga negara-negara di balik Tirai Besi, seperti Polandia dan Ukraina.
Adalah James Jesus Angleton yang membentuk ‘meja Vatikan’ yang meninjau laporan yang dikirim ke tahta suci dari diplomat kepausan yang ada di negara-negara satelit Soviet.
Kardinal Domenico Tardini adalah salah satu pembantu Paus Pius XXII dan kepala Bagian LN Sekretariat Negara Vatikan yang menjadi sumber utama CIA. (https://brill.com/fileasset/downloads_products/36813_U.S._Intelligence_on_Europe_background_article.pdf)
Paul Williams juga menyebutkan dalam bukunya ‘ Operation Gladio’ bahwa CIA menyalurkan dana bantuannya kepada Vatikan melalui Instituto per le Opere di Religione (IOR) yang nggak lain adalah Bank Vatikan. Jutaan dollar telah disalurkan kepada Bank Vatikan, tanpa bisa diakses berapa angka pastinya.
Namun menurut bocoran dari salah seorang Partai Demokrat Kristen, setidaknya CIA telah menyalurkan dana ke Bank Vatikan lebih dari USD 20 juta per tahunnya. (https://www.docdroid.net/O8RyvNp/fgdg-pdf#page=39)
Masuk akal jika kemudian Vatikan-pun mendukung program klandestine untuk meleyapkan komunisme setidaknya di Eropa pada masa Perang Dingin.
Operasi Gladio yang memanfaatkan jaringan stay-behind, kini memang sudah berakhir. Namun semua informasi yang terkait dengan aktifitas klandestin tersebut belum diungkapkan secara tuntas kepada publik. Jadi banyak kalangan yang masih berspekulasi akan hal ini.
Satu yang pasti bahwa operasi senyap dalam memberangus paham kiri memang ada. Dan adanya Komunisme sebagai musuh bersama, mutlak diperlukan bagi sebuah ideologi sekelas Kapitalisme untuk bisa tetap eksis, dimana AS adalah soko gurunya.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments