Cerita Horor Yang Tak Lagi Menarik
Oleh: Ndaru Anugerah
Coba bayangkan jika seorang anak kecil ditakut-takuti dengan cerita kuntilanak atau gondoruwo secara terus menerus agar mereka nggak keluar rumah saat malam menjelang.
Apa yang akan terjadi?
Bisa dipastikan sang anak nggak akan berani keluar malam, karena cerita seram yang berulang itu telah masuk ke pikiran alam sadarnya.
Mungkin begitu juga pikiran sang Ndoro saat menakut-nakuti orang sedunia dengan narasi plandemi Kopit yang mereka buat.
Awalnya, orang-orang akan ketakutan dengan narasi tersebut. namun, seiring berjalannya waktu, orang mulai terbuka matanya, kalo selama ini mereka telah dikibulin oleh sang Ndoro besar.
Walhasil, coba lihat di sekeliling anda. Apakah orang takut pada si Kopit?
Itu pertanyaan retorik untuk dijawab.
Lalu sang Ndoro mulai berpikir, bagaimana caranya agar orang kembali bisa ditakut-takuti, yang ujung-ujungnya bisa membawa orang untuk berdiam diri di rumah karena cerita horror tersebut?
Salah satu cerita horror yang happening saat ini adalah narasi usang berjudul flu burung.
Flu burung?
Pada awal Februari ini, wabah bertema flu burung tersebut, telah merebak di Inggris.
“Wabah flu burung telah berpindah ke mamalia,” demikian bunyi beritanya. Pesan yang hendak disampaikan, kalo manusia yang juga kelas mamalia, jadi sangat rentan terhadap penularan flu burung tersebut. (https://news.sky.com/story/bird-flu-has-jumped-to-mammals-in-the-uk-so-how-worried-should-humans-be-12801292)
Bahkan media mainstream sang Ndoro besar telah mengamplifikasi narasi tersebut. “Pandemi yang lebih mematikan bisa bermula dengan wabah H5N1 alias flu burung,” begitu kurleb-nya. (https://www.nytimes.com/2023/02/03/opinion/bird-flu-h5n1-pandemic.html)
Lalu, bagaimana kita tahu bahwa seseorang telah terinfeksi flu burung atau belum?
Alat skrining-nya telah mereka siapkan. Tentu saja PCR lagi yang jadi andalan.
Sungguh sangat lucu. Plandemi bisa silih berganti, namun alat test-nya itu-itu juga. Sangat nggak kreatif ‘tim hore’ sang Ndoro.
Harusnya kalo mau nakut-nakuti orang sedunia, coba ciptakan alat deteksi baru, sehingga orang akan terbengong-bengong takjub melihatnya. Lato-lato pakai lambpu kelap-kelip yang dihubungkan ke layar komputer, kek? Lha, ini kok malah pakai PCR lagi?
Sejak kapan PCR bisa mendeteksi seseorang terinfeksi virus tertentu? (http://philosophers-stone.info/wp-content/uploads/2020/11/The-scam-has-been-confirmed-Dsalud-November-2020.pdf)
Bahkan Dr. Kary Mullis saja nggak pernah mengklaim alat yang telah ditemukannya tersebut sebagai alat pendeteksi seorang terinfeksi virus. (baca disini dan disini)
Itu alat deteksi yang bakal dipakai.
Selanjutnya jika seseorang telah terinfeksi virus flu burung. Apa solusinya?
Itu juga sudah dipikirkan sang Ndoro. Sekali lagi, idenya hanya modal copas plandemi Kopit, yaitu memberikan vaksin sebagai penawarnya. (https://www.vox.com/future-perfect/2022/11/22/23472207/bird-flu-vaccine-turkey-prices-chickens-hens-cull-depopulation)
Dan nggak terlalu sulit untuk menebak, apa jenis vaksin yang bakal digunakan dalam menanggulangi plandemi flu burung, bukan? (https://www.wgbh.org/news/local-news/2023/01/03/trial-is-now-testing-the-promise-of-mrna-technology-to-make-better-flu-vaccines)
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments