Ketika Semua Serba Kebetulan
Oleh: Ndaru Anugerah
Saat pandemi berlangsung, terjadi peningkatan besar-besaran dalam penggunaaan telekonferensi baik menggunakan Zoom, Google Meet, Skype atau platform lainnya. Ujung-ujungnya mereka berhasil meraih untung besar. (https://blog.dataart.com/the-web-conferencing-boom-covid-19-s-effect-on-the-video-call-market)
WEF menganggap ini tren positif, mengingat inovasi teknologi memungkinkan banyak orang menghadiri konferensi tanpa perlu keluar banyak biaya. Terlebih lagi, kontak dengan manusia lainnya yang memungkinkan infeksi Kopit terjadi, dapat dihindari dengan teleconference. (https://www.weforum.org/agenda/2020/05/zoom-fatigue-video-conferencing-coronavirus/)
Apakah ini hanya kebetulan semata?
Dengan adanya pembelajaran online, apakah logis jika memberikan biaya penuh kepada mahasiswa yang mengikuti program tersebut? Lha di Harvard saja, mahasiswanya pada teriak. Gimana kampus lain? (https://www.thecrimson.com/article/2020/5/13/harvard-undergraduates-against-virtual-fall/)
Kuliah online memang menguntungkan bagi mahasiswa yang tinggal di pelosok. Tapi berapa banyak prosentase-nya? Bukankah kebanyakan tinggal di daerah yang dekat dengan kampus? Selain itu, apakah kuliah hanya sebatas transfer ilmu?
Kuliah itu bukan semata-mata transfer of knowledge, karena ada sosialisasi yang bisa dijalin antara mahasiswa atau dengan para profesor yang mengajarnya. Itu yang kita kenal sebagai komunitas pendidikan yang membentuk komunitas manusia secara keseluruhan.
Bagi pengembang teknologi berbasis teleconference, kontak manusia memang nggak mereka pedulikan. Yang penting teknologi terpakai, dan mereka mendapatkan banyak untung.
Sekali lagi, apakah pembelajaran online yang menghancurkan komunikasi antar manusia hanya kebetulan semata?
Menurut Schwab dan Malleret, “Tiga industri akan berkembang secara pesat di era pasca pandemi, yaitu: teknologi, kesehatan dan kebugaran.” (http://reparti.free.fr/schwab2020.pdf)
Kalo bisa kita ringkas, ketiganya terwakilkan oleh: Artificial Intelligence, Internet of Things dan Big Data. Di sisi yang lain, dengan ketiga hal tersebut, maka akan mudah melakukan pengawasan terhadap manusia dengan skema The Great Reset pasca pandemi.
Apakah ini hanya by coincidence?
Dan terakhir, dengan hadirnya 4IR, maka para petani nggak lagi dibutuhkan untuk menghasilkan bahan pangan bagi manusia. Sebagai gantinya makanan sintetis yang akan menjadi menu sehari-hari manusia yang dihasilkan di laboratorium.
Kalo kemudian Bill Gates menyatakan bahwa manusia harus memakan daging sintetis pasca pandemi nanti, apakah itu kebetulan lagi? (https://www.popularmechanics.com/science/a35540819/what-is-synthetic-beef-bill-gates-lab-grown-meat/)
Satu yang pasti, dan ini bukan kebetulan, bahwa pandemi akan mempercepat proses inovasi dan perubahan teknologi ini. Dan ini berarti, tenaga kerja manusia menjadi tidak dibutuhkan lagi pasca pandemi.
Bersiaplah untuk skenario terburuk, amigo.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments