Manusia Akan Punah?
Oleh: Ndaru Anugerah
Apakah program depopulasi hanya bualan semata? Kalo bukan, lantas bagaimana cara yang paling efektif dalam mengeksekusinya?
Ada seorang peneliti yang bernama Shanna H. Shawn, PhD. Beliau buat buku yang judulnya Count Down. Isi buku tersebut kurleb-nya bahwa jumlah sperma pria di negara-negara industri Barat (UE dan AS) menukik tajam dengan kecepatan drastis.
Shawn menambahkan bahwa selama 4 dekade terakhir jumlah rata-rata sperma menurun hingga lebih dari 50%. Dengan kata lain, seorang pria muda yang ingin berkeluarga, hanya memiliki setengah jumlah sperma yang dimiliki kakeknya dahulu.
Jadi kemungkinan untuk bisa punya anak, semakin kecil. Dan Shawn mengklaim bahwa pada tahun 2050 nanti, sebagian besar manusia butuh teknologi untuk berkembang biak. (https://sustainablepulse.com/2021/02/26/count-down-how-our-modern-world-is-threatening-sperm-counts-altering-male-and-female-reproductive-development-and-imperiling-the-future-of-the-human-race/)
Temuan Shawn bukan kaleng-kaleng, mengingat isi bukunya mengulas temuan yang didapatnya bersama rekan-rekannya yang sudah diterbitkan dalam jurnal ilmiah yang sudah di-peer review di tahun 2017. Jadi hasil penelitiannya valid.
Shawn mengalisis total 244 perkiraan konsentrasi sperma dan jumlah sperma total dari 185 penelitian, terhadap 42.935 pria yang memberikan sampel spermanya dari tahun 1973 hingga 2011.
“Konsentrasi sperma pertahun menurun sekitar 1,4%, dengan keseluruhan mencapai 52,4% selama 4 dekade,” ungkap Shawn. (https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28981654/)
Dan bicara soal penurunan kuantitas sperma juga berdampak erat dengan kondisi kesehatan pria, diantaranya infertilitas (kemandulan), hingga kanker testis. (https://www.loe.org/shows/segments.html?programID=17-P13-00033&segmentID=1)
Terus darimana asal usulnya, kok bisa jumlah sperma menurun?
Dari paparan bahan kimia beracun yang ada pada pertanian dan produk olahan yang dikonsumsi manusia. Dan bahan kimia yang melekat pada produk olahan mempengaruhi endokrin (hormon) pada tubuh manusia. Istilahnya adalah pengganggu endokrin.
Apa saja itu?
Bisa pestisida/herbisida yang mengandung karsinogenik, glifosat, dan juga atrazine. Bisa juga bahan kimia yang membuat plastik lunak seperti ftalat, atau plastik keras seperti Bisphenol A, atau bahan kimia tahan api seperti Teflon.
Ini bukan omong kosong.
Di tahun 2010, Prof. Tyrone Hayes dari Universitas California Berkeley mengungkapkan hasil penelitian tentang efek atrazine pada katak. Dia menemukan bahwa paparan atrazine yang dihasilkan dari pestisida mendatangkan malapetaka pada katak jantan karena mengebiri 75% populasi hingga mengubah 10% katak betina menjadi katak jantan.
“Namun katak jantan ‘jadi-jadian’ tersebut tidak secara genetis jantan karena nggak punya kemampuan menghasilkan sperma layaknya katak jantan sungguhan,” papar Prof. Hayes. Dengan kata lain, atrazine beresiko fatal pada satwa lainnya, termasuk manusia. (https://news.berkeley.edu/2010/03/01/frogs/)
Karena efek berbahaya atrazine, Uni Eropa di tahun 2004 melarang penggunaanya karena Syngenta (perusahaan asal China) selaku produsen gagal membuktikan keamanannya pada air minum. (https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/16967834/)
Bahan kimia pertanian pengganggu endokrin lainnya adalh glifosat. Tentang ini saya pernah bahas. (baca disini)
Dan yang paling banyak digunakan di seluruh dunia adalah produk Monsanto’s Roundup. Setidaknya 140 negara menggunakan bahan kimia ini. Biasanya, produk olahan seperti jagung dan kedelai menggunakan Roundup.
Penelitian di AS menemukan bahwa antara tahun 1996 hingga 2017, kandungan glifosat pada orang Amerika tumbuh 500%. Dan paparan yang tinggi tersebut didapat setelah mengkonsumsi air minum dalam kemasan, sereal, daging dan unggas. (https://www.cancer.news/2019-04-14-dangers-of-glyphosate-the-endocrine-disrupting-synthetic-herbicide.html)
Bukan itu saja, penelitian yang dilakukan Flinders University di Australia, juga menemukan bahwa Roundup membunuh sel-sel yang memproduksi progesterone pada wanita. Terlebih lagi, Roundup dikaitkan dengan cacat lahir, penyakit hati, kemandulan, merusak plasenta dan sel embrionik manusia. (https://www.researchgate.net/publication/283297239_Endocrine_disruption_and_cytotoxicity_of_Glyphosate_and_Roundup_in_human_JAr_cells_in_vitro)
Dan kombinasi penggunaan atrazine dan glifosat, sangat berdampak lebih buruk pada sperma, sintesis testoteron dan organ reproduksi pria. (https://www.ajol.info/index.php/ijs/article/view/156080/145706)
Dengan semua temuan tersebut, Chemchina yang memiliki perusahaan Syngenta, malah bilang bahwa atrazine aman untuk digunakan pada lahan pertanian. Tahukah anda, berapa banyak produk pertanian yang diekspor oleh China setiap tahunnya ke seluruh dunia, termasuk Wakanda? (https://agr.chemchina.com/nonghuaen/cpyfw/qthgcp/webinfo/2011/12/1324534322971218.htm)
Ini jelas ancaman bukan saja bagi penduduk China tapi dunia karena kebijakan menggunakan zat pengganggu endokrin tersebut pada sektor pertanian. Alih-alih mendongkrak hasil pertanian, yang ada malah membahayakan populasi manusia. (https://journals.openedition.org/chinaperspectives/359)
Apakah agenda depopulasi ini hanya kebetulan semata tanpa ada grand scenario-nya?
Saya jadi ingat pernyataan Prof. Schnellnhuber, “Sains kini telah menemukan daya dukung maksimum dari populasi manusia yang ‘berkelanjutan’ yaitu dibawah 1 milyar orang.” (https://voiceofthefamily.com/professor-schellnhuber-climate-science-and-the-population-problem/)
Maksud dari penyataan Prof. Schnellnhuber tersebut adalah bahwa populasi manusia yang kini berjumlah lebih dari 7,8 milyar harus dikurangi menjadi hanya 1 milyar orang saja jumlahnya dengan berbagai cara, agar daya dukung maksimum bisa tercipta.
What a coincidence.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
Jadi apakah ada jejak/ jaringan sang ndoro besar/ deep state di china jg kang?
butuh riset untuk bisa jawab pertanyaan itu.