Menyoal Definisi Sepihak
Oleh: Ndaru Anugerah
Pada Oktober silam, Gavin Williamson selaku Sekretaris Pendidikan Inggris kasih ultimatum ke pihak universitas yang ada di negara tersebut untuk mengadopsi definisi kerja anti-semitisme yang dirilis International Holocaust Remembrance Alliance (IHRA).
“Definisi tersebut harus efektif diterapkan di tiap kampus sebelum Natal tahun ini. Bagi yang tidak mengindahkan akan ada sanksi administratif dan pemotongan dana pendidikan yang bisa diterima oleh kampus tersebut,” ungkap Williamson. (https://www.theguardian.com/education/2020/oct/09/williamson-accuses-english-universities-of-ignoring-antisemitism)
Memang definisi IHRA tentang anti-semit itu apa?
Persepsi buruk terhadap orang Yahudi dan Zionisme yang diekspresikan dalam berbagai tindakan operasional. Misalkan, kalo anda mempertanyakan legalitas negara Israel, itu bisa kena pasal di Inggris sana karena dianggap anti-semit. (https://www.holocaustremembrance.com/sites/default/files/press_release_document_antisemitism.pdf)
Pada tataran teknis, definisi IHRA disokong oleh 65 UU yang menguatkan status definisi tersebut. Jadi kalo misalnya anda mempertanyakan soal Zionisme dan kejahatan Israel atas Palestina, anda bakalan kena pasal berlapis di Inggris sana. (https://www.adalah.org/en/content/view/7771)
Kenapa seorangg Williamson bersuara soal gerakan anti-Semit di kampus-kampus Inggris?
Temuan Uni Jews Students bahwa hanya 29 dari 133 universitas di Inggris yang mengadopsi definisi IHRI tentang definisi anti-Semit. Dan ‘parahnya’, 80 kampus menyatakan nggak punya rencana untuk menerapkan definisi IHRA tersebut. (https://www.ujs.org.uk/ujs_ihra_statement)
Langkah yang diambil Williamson bukan yang pertama kali di Inggris. Di tahun 2017, Jo Johnson selaku University Minister juga pernah menyuruh kepada kampus seantero Inggris untuk memakai definisi IHRA di lingkungan akademis. (https://www.theguardian.com/education/2017/feb/27/university-wrong-to-ban-israeli-apartheid-week-event)
Kenapa pejabat berwenang di Inggris menarget kampus untuk menerapkan definisi anti-semit?
Ya karena kampus adalah medan pertempuran utama mempertahankan ide/gagasan secara intelektual dan akademik. Bahasa kerennya kebebasan intelektual dan akademis. Jadi kalo ada yang nggak masuk akal, wajar-wajar saja untuk digugat.
Bayangkan jika semua harus punya pemikiran yang sama tentang Zionisme, mana kebebasan intelektual dan akademis yang dijunjung tinggi di lingkungan kampus?
Yang kedua, misalkan anda mendukung perjuangan rakyat Palestina yang dianeksasi oleh Israel, masa iya anda harus diganjar hukuman atas ide/gagasan anda?
Bisa dikatakan, ini merupakan upaya untuk merepresi kebebasan berpikir yang dilindungi oleh UU secara universal. Jadi nggak boleh ada debat politik yang menyangkut nasib Israel di Timur Tengah. Kalo begitu adanya, ini kampus apa sekolah tentara?
Apakah langkah yang diterapkan Williamson nggak mendapat kecaman?
Definisi kontroversial IHRA saja mengundang polemik berkepanjangan sejak diterbitkan. Dan berkenaan dengan upaya Williamson saat ini, 122 aktivis Palestina, jurnalis dan intelektual menerbitkan surat terbuka untuk melawan upaya tersebut. (https://www.theguardian.com/news/2020/nov/29/palestinian-rights-and-the-ihra-definition-of-antisemitism)
Prof. Rebecca Ruth Gold juga bersuara yang kurleb sama terhadap definisi IHRA tersebut, “Definisi tersebut digunakan untuk menyensor tindakan orang yang coba mengkritik Israel. Dan ini jelas melanggar kebebasan akademik.” (https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/1467-923X.12883)
Lalu ada David Feldman selaku Direktur Pears Institute for the Study of Antisemitism juga bilang yang intinya sama, “Pemerintah seharusnya nggak memaksakan definisi IHRA untuk diterapkan, karena definisi tersebut bersifat rasis.” (https://www.theguardian.com/commentisfree/2020/dec/02/the-government-should-not-impose-a-faulty-definition-of-antisemitism-on-universities)
Gimana nggak rasis? Kok hanya Zionisme yang diperjuangkan? Apakah di Inggris sana isinya hanya orang Yahudi? Kenapa hanya mereka yang punya ‘hak istimewa’?
Secara singkat, banyak tokoh dan akademisi non-Palestina yang mempertanyakan definisi bias ala IHRA tersebut.
Pertanyaan selanjutnya: apakah efektif jika definisi IHRA diterapkan di lingkungan akademik? Entahlah.
Di tahun 2017 pemerintah Inggris juga pernah melakukan upaya kriminalisasi terhadap gerakan BDS alias (Boycott, Divestation & Sanction) di lingkungan kampus, yang dibesut oleh gerakan solidaritas untuk mendukung Palestina dalam menolak produk-produk Zionisme.
Nyatanya, melalui jalur hukum, pemerintah Inggris kalah telak di Pengadilan Tinggi Inggris. “Gerakan BDS nggak bertentangan dengan hukum.” (https://www.palestinecampaign.org/palestine-solidarity-campaign-defeats-uk-government-over-pensions-divestment/)
Satu yang pasti, pemaksaan kehendak adalah ciri khas penindasan, bukan?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments