Bretton Woods dan Lingkaran Hutang
Oleh: Ndaru Anugerah
Juli 1944. Lebih dari 700 delegasi dari 44 negara yang bersekutu dengan pemenang PD II bertemu di Bretton Woods, New Hampshire, AS. Ngapain mereka bertemu? Dalam rangka mengatur tata moneter dan keuangan internasional. Kelak lembaga bentukan konferensi tersebut diberi nama IMF dan World Bank. (https://en.wikipedia.org/wiki/Bretton_Woods_Conference)
IMF yang baru dibentuk kemudian menetapkan aturan standar emas baru yang berlaku di 44 negara tersebut, yaitu USD 35 setara dengan 31,1 gram. Sekilas nggak ada yang aneh. Namun kalo anda kritis, kenapa patokannya harus memakai dollar AS? Dan ajaibnya, nggak ada satupun peserta konferensi yang menanyakan hal tersebut. (http://cacppandey.com/mega-nz/1-ton-gold-price-in-dollars.html)
Lantas gimana dengan World Bank yang awalnya bernama IBRD? Tugas lembaga ini adalah merekonstruksi Eropa yang hancur akibat perang dengan memakai dana sumbangan dari Menlu AS saat itu, George Marshall. Makanya rencana tersebut diberinama Marshall Plan dengan dana sekitar USD 13,2 milyar. (https://www.history.com/topics/world-war-ii/marshall-plan-1)
Apa fungsi pemberian bantuan Marshall Plan? Selain untuk kembali membangun negara-negara Eriopa Barat yang hancur akibat PD II, juga sebagai alat politik AS dalam membendung kekuatan komunis Uni Soviet. Jadi kalo mau dapat bantuan, harus buat ‘komitmen’ anti-komunis.
Selain itu, negara-negara Eropa Barat dipaksa untuk bergantung pada dollar AS yang merupakan mata uang tanpa jaminan emas alias fiat money. Gimana nggak enak, dollar terus dicetak dengan modal bodong, dan dikucurkan dalam bentuk hutang dengan bunga wah. Kurang apalagi Coky? (https://www.fool.com/investing/general/2015/12/06/fiat-currency-what-it-is-and-why-its-better-than-a.aspx)
Setelah itu, IMF dan WB memperluas jaringan dengan menyasar ke banyak negara lainnya di dunia. Dan sudah rahasia umum kalo dalam memberi hutang, kedua lembaga Bretton Woods tersebut kasih syarat yang tentunya menguntungkan buat mereka.
Anda tahu Yunani?
Di tahun 2008, negara tersebut mengalami krisis ekonomi yang dipicu oleh bidang manufaktur sehingga butuh hutangan. Siapa yang bisa kasih? Tentu saja IMF, Bank Sentral Eropa dan Uni Eropa yang tergabung dalam Troika. Ya dia-dia juga, intinya.
Namun karena Yunani nggak tunduk pada ‘dikte’ sang Ndoro besar (diantaranya untuk memangkas dana pensiun dan menaikkan pajak), akhirnya hutangan nggak turun. (https://www.independent.co.uk/news/business/news/greece-crisis-who-troika-bailing-out-greece-10358047.html)
Karena ditolak, awalnya mereka memilih untuk mengatur hutang mereka secara internal, karena kebanyakan hutangnya selidik punya selidik adalah hutang internal. Ngapain juga harus hutang IMF dengan segudang syarat yang ‘memberatkan’?
Namun perekonomian belum juga membaik karena adanya hutang yang jatuh tempo.
Akhirnya pada 2015, rakyat Yunani menggelar referendum, terima atau tolak hutang dari IMF? Hasilnya 70% penduduk Yunani menolak rencana bail-out yang artinya menolak hutang raksasa baru berkedok pinjaman dari sang Ndoro besar. (https://www.bbc.com/news/world-europe-33403665)
Namun, Alexis Tsipras nggak kuat ‘ditekan’ oleh sang Ndoro besar dan akhirnya menerima juga bantuan berkedok bailout tersebut. Jadilah negara Yunani ‘digadaikan’ oleh sang Ndoro besar. (https://www.independent.co.uk/news/business/news/greece-crisis-tsipras-accepts-troika-bail-out-proposals-conditions-10357309.html)
Pertanyaannya, apakah dengan menerima hutangan dari sang Ndoro besar, lantas perekonomian membaik?
Justru sebaliknya. Perlu dicatat, saat ini Yunani adalah negara di Eropa dengan tingkat pengangguran tertinggi, angka kemiskinan yang merajalela hingga meroketnya kasus bunuh diri. (https://www.dw.com/en/inside-europe-suicides-on-the-rise-in-greece/av-50413238)
Itu di Yunani. Lantas bagaimana dengan negara-negara miskin di belahan bumi Selatan yang kaya akan SDA? Modusnya mirip-mirip dengan Yunani, dimana banyak pemimpin di negara-negara tersebut dipaksa berhutang alih-alih untuk ‘menyelamatkan’ ekonomi negara, tentunya dengan syarat segudang. Padahal niat awalnya untuk ‘menggarong’ kekayaan alamnya.
Walhasil begitu dana talangan cair, uangnya langsung dikorupsi oleh pejabat berwenang dan hutangan yang seharusnya digunakan untuk mengatasi masalah ekonomi jadi ‘hilang’ entah kemana. Dan ujung-ujungnya, rakyat-lah yang dijadikan tumbal untuk membayar hutangnya. Dan lingkaran hutang langsung tercipta.
Sadar atau nggak, hutang berikut bunganya terus membengkak seiring berjalannya waktu sehingga negara yang berhutang tidak akan mampu lagi membayarnya. Di lain pihak, sang Ndoro besar cukup tertawa bahagia. Kasih hutang modal dengkul, berhasil mengeruk SDA dengan ‘aman’, eh masih dapat bunga.
Bagaimana kondisi saat pandemi ini?
Begitu Tedros kasih status pandemi, mayoritas negara langsung ‘tiarap’ dan mematuhi arahan WHO yang dianggap dewa penyelamat. Dan ekonomi otomatis lumpuh. Saat itulah, sang Ndoro besar datang dan siap memberi hutangan. Prok-prok-prok, apa perlu bantuan pak Eko?
Kalo bantuannya tulus alias tanpa syarat dan beban bunga yang ‘mencekik’, itu bagus. Tapi mana ada sih kamus itu dalam lembaga Bretton Woods?
Setelah terima hutang, maka segudang syarat langsung diberikan, dari mulai wajib ikut aturan WHO, ikut serta dalam pengujian vaksin hingga wajib ikutan program vaksinasi global. Dan hutangan ini diberikan hanya pada negara-negara yang kaya SDA-nya. Titik.
Nggak terkecuali Republik Wakanda yang kaya SDA, harga SDM yang murmer plus pasar yang potensial buat jual produk industri.
Akankah pandemi berakhir setelah vaksinasi nanti? Apa rencana sang Ndoro besar pada dunia setelah pandemi usai? Pada lain tulisan saya akan membahasnya.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments