UU Sapu Jagat
Oleh: Ndaru Anugerah
Tok-tok-tok. Omnibus law akhirnya disahkan DPR, ditengah kontroversi atas UU tersebut. (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201005153821-32-554557/dpr-resmi-sahkan-omnibus-law-ciptaker)
Namun, dengan disahkannya UU tersebut, polemik bukannya reda malah menjadi bola liar kemana-mana. Akhirnya saya lagi yang dijadikan tempat bertanya, “Menurut abang UU tersebut apakah merugikan kaum buruh ke depannya?”
Mau nggak dijawab, kasian. Kalo dijawab, ntar bakalan banyak kuping panas setelah baca analisa saya. Setelah pikir-pikir, saya coba mengulasnya dengan berbasis fakta dan data tentunya.
Sebenarnya tentang UU Ciptaker atau yang dikenal dengan omnibus law, saya pernah pada tahun lalu. (baca disini dan disini)
Pada analisa saya tersebut saya bahkan sudah memprediksi akan adanya krisis ekonomi di tahun 2020 yang dipicu oleh perang dagang AS dan China.
Jadi, harapannya krisis ekonomi ini bisa ditanggulangi kalo pandemi berakhir dan investor asing bisa masuk kembali ke Indonesia, setelah sebelumnya banyak yang hengkang ke Vietnam yang menawarkan surga bagi investor. (https://www.liputan6.com/bisnis/read/4054827/jokowi-kecewa-investor-asing-lebih-pilih-tanam-modal-ke-vietnam)
Nah investor bakalan mau investasi kalo situasinya cukup kondusif, mulai dari perijinan, insentif yang diberikan hingga kemudahan-kemudahan lainnya, termasuk infrasttruktur yang tersedia. Jadi kalo Jokowi bangun infrastruktur secara masif, ya dalam rangka menarik investor tadi.
Dengan adanya investasi, diharapkan roda perkonomian bisa bergerak dan otomatis akan menyerap lapangan kerja lumayan banyak. Ini dibutuhkan, mengingat jumlah pengangguran di Indonesia sudah sangat banyak saat ini, dipicu oleh aksi karantina sana sini. (https://money.kompas.com/read/2020/07/28/144900726/akibat-covid-19-jumlah-pengangguran-ri-bertambah-3-7-juta)
Masalah utama investasi di Indonesia adalah diperijinannya yang terkenal ruwet dan penganut slogan: kalo bisa lama kenapa harus dipercepat? Belum lagi tidak adanya sinkronisasi antara kebijakan pusat dan daerah yang bikin investor pusing tujuh keliling. (https://economy.okezone.com/read/2019/09/05/320/2101136/cara-vietnam-manjakan-investor-asing-kalau-ri)
Jadi ini yang mau dibenahi dengan menggarap UU Ciptaker. Pusat akan mengatur kewenangan investasi dan daerah ‘dipaksa’ harus sinkron dengan kebijakan tersebut. Pasal 520 ayat 3 jelas berbunyi bahwa pempus punya hak veto pada perijinan investasi jika pemda mempersulit.
Bukan itu saja, penguasa daerah yang coba-coba mempersulit investor bakalan dipecat oleh pempus. (https://news.detik.com/berita/d-4867293/mendagri-bisa-pecat-gubernur-di-draf-omnibus-law-anies-pilih-pasif/2)
Kebayang jika UU ini berjalan sesuai rencana, siapa yang akan dirugikan? Ya tentu yang selama ini yang berlindung dibalik birokrasi. Mereka akan terganggu ekosistemnya dan sudah pasti melawan. Akhirnya jalur pengerahan massa berjudul proyek nasbung jadi pilihan utama.
Isu tentang jutaan TKA China di Morowali tempo hari adalah contoh klasik dalam rangka membela kepentingan perut tadi. (https://news.detik.com/berita/d-4104029/komisi-ix-dpr-cek-isu-serbuan-tka-china-di-morowali-begini-faktanya)
Nyatanya, kehadiran TKA China disana memang dilegalisasi oleh UU, yang memperbolehkan investor untuk bawa TK-nya dalam jumlah tertentu. Jadi nggak mungkin dalam jumlah juta-jutaan seperi hoax yang beredar. Itu lebay…
Lantas dengan disahkannya UU Ciptaker tersebut, kenapa parah buruh menolaknya dan melakukan demonstrasi?
Dalam iklim demokrasi, unjuk rasa adalah hal yang wajar. Jadi bukan hal yang aneh. Kenapa mereka mau diajak demonstrasi, tentu ada dasarnya. Apa itu? Hoax yang sengaja diciptakan terus digoreng sana-sini, jadilah banyak pihak terprovokasi dan melakukan demonstrasi.
Ini mulai dari tudingan bahwa UU tersebut akan menghilangkan uang pesangon bagi para buruh, status karyawan tetap bakal dihapus, upah bakalan dihitung perjam, hak cuti karyawan akan diberangus, pihak perusahaan bisa mem-PHK secara sepihak hingga buruh dilarang protes perusahaan kalo nggak mau di PHK.
Itu semua adalah gorengan yang sengaja diciptakan agar situasinya tambah kusut. Tujuannya bisa macam-macam. Mulai dari mencari simpati publik bagi parpol (https://nasional.tempo.co/read/1392732/partai-demokrat-dan-pks-tolak-penetapan-ruu-cipta-kerja), hingga upaya cari panggung bagi new-comer. (https://cirebon.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-04805242/gatot-nurmantyo-dukung-buruh-mogok-nasional-pengamat-punya-agenda-cari-panggung-ke-pilpres-2024)
Nyatanya, mayoritas anggota dewan yang terhormat menyetujui draft RUU yang diajukan oleh pemerintah tersebut. (https://galamedia.pikiran-rakyat.com/news/pr-35802488/mayoritas-anggota-dpr-ri-setuju-omnibus-law-cipta-kerja-resmi-disahkan)
“Lalu, kenapa UU tersebut ‘sepertinya’ disahkan secara terburu-buru, mengingat sekarang kan kondisinya masih pandemi, bang?” tanya seseorang.
Coba perhatikan, siapa yang juga punya kepentingan terhadap program deregulasi yang bakal dijalankan lewat UU Ciptaker tersebut? Mengapa juga seorang LBP perlu ‘konsultasi’ kepada pihak tersebut sebelum UU disahkan? (https://ekonomi.bisnis.com/read/20200216/9/1201963/luhut-temui-imf-dan-bank-dunia-omnibus-law-salah-satu-bahasan)
Dengan kata lain ada kepentingan elite global yang juga ‘bermain’ dalam UU tersebut. Kalo nggak ngapain juga perlu ‘restu’ sebelum UU disahkan?
Dan kedua, kalo bicara soal deregulasi anda perlu tahu yang namanya SAP alias Structural Adjustment Programs milik IMF yang dijadikan syarat dalam pemberian ‘utang’. (https://www.mit.edu/~thistle/v13/2/imf.html)
Memang anda pikir dalam mengatasi resesi ekonomi, uangnya kudu ngutang ke warung Mpok Juleha, gitu?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments