Israel Adalah Pemenangnya
Oleh: Ndaru Anugerah
“Siapa yang akan memenangan piplres AS pada November mendatang, Trump atau Biden?” tanya seseorang.
Jawaban atas pertanyaan ini saya pernah ulas beberapa bulan yang lalu. Silakan anda baca disini.
Cuma, kalo jawaban yang ingin tahu hanya sebatas siapa pemenangnya, maka pengetahuan anda nggak cukup luas dalam memahami konteks geopolitik di negeri Paman Sam tersebut.
Maksudnya?
Sedari awal siapa pihak yang dijual oleh Trump dan kubu Republiknya untuk mendapatkan dukungan bagi pemenangannya? Saya coba jelaskan biar anda mengerti.
Kita sudah cukup tahu betapa dekatnya seorang Trump dengan PM Israel Benjamin Netanyahu. (https://www.washingtonpost.com/opinions/global-opinions/trumps-mideast-peace-plan-is-a-one-sided-gift-to-netanyahu/2020/01/28/43708452-4201-11ea-aa6a-083d01b3ed18_story.html)
Bahkan sikap Trump untuk merelokasi kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem, secara politis jelas menguntungkan negara Zionis tersebut. (https://studies.aljazeera.net/en/positionpapers/2017/12/trumps-recognition-jerusalem-israels-capital-background-ramifications-171225072045602.html)
Trump juga mati-matian mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai bagian wilayah Israel secara sepihak, meskipun wilayah tersebut nyatanya milik Suriah. (https://www.theguardian.com/us-news/2019/mar/21/trump-us-golan-heights-israel-sovereignty)
Sudah jelas bahwa di masa jabatan pertama Trump, Israel telah mendapatkan keunggulan politik atas Palestina selain lebih banyak menghasilkan ketegangan antara Israel dengan Iran.
Bagaimana dengan sekodannya dari Partai Republik?
11-12. Bahkan Mike Pompeo selaku Sekretaris Negara Trump sempat-sempatnya berpidato pada Konvensi Nasional Partai Republik dari Yerusalem (26/8), dengan memuji sikap Trump dalam menarik perjanjian JCPOA dengan Iran atas program nuklirnya.
Dan gilanya lagi, Pompeo juga ngomong, “Trump telah berhasil menekan Ayatollah, Hizbullah dan Hamas (yang menjadi seteru Israel selama ini).” (https://www.nytimes.com/2020/08/25/us/politics/pompeo-trump-jerusalem-republican-convention.html)
Pompeo juga menyebutkan bahwa keputusan Trump yang mengijinkan serangan rudal yang akhirnya membunuh jenderal Iran, Qasem Soleimani, sebagai keputusan yang tepat.
“Di Timur Tengah, saat Iran mengancam, Trump telah menyetujui serangan yang telah menewaskan teroris Iran, Qasem Soleimani,” begitu kurleb ungkap Pompeo. (https://www.aljazeera.com/news/2020/01/qassem-soleimani-assassination-trump-pompeo-defend-decision-200103141834352.html)
Menuduh Jenderal Soleimani selaku teroris jelas lebay, mengingat selama sang jenderal hidup justru dialah yang berperang melawan teroris ISIS yang didukung AS dan sekutunya di Suriah dan Irak. Siapa yang menari gembira atas kematian Jenderal Soleimani selain teroris ISIS? (https://www.cnbc.com/2020/01/06/us-iran-crisis-isis-is-the-winner-in-death-of-qasem-soleimani.html)
Masa iya pembasmi teroris disebut teroris juga?
Bagaimana dengan Joe Biden di kubu Demokrat? Coba kita simak.
Belum-belum Joe Biden sudah mengklaim dirinya sebagai seorang Zionistulen pada publik di tahun 2008 saat di wawancara oleh Shalom TV. Apa motifnya selain mendapatkan dukungan dan simpati dari Israel. (https://www.youtube.com/watch?v=fevnv5vUJ5Y)
Kamala Harris selaku cawapres Biden juga ngga kalah set dalam meraih dukungan dari Israel. “Yahudi sejati pasti akan pilih paslon dari Demokrat,” demikian ungkapnya saat penggalangan dana virtual dengan calon pemilih Yahudi-Amerika. (https://www.arabnews.com/node/1727426)
Nggak cukup sampai disitu, Harris bahkan menegaskan kembali, “Saya berjanji kepada anda bahwa pemerintahan Biden-Harris akan mempertahankan komitmen tak terpatahkan kami terhadap keamanan Israel.” (https://www.usatoday.com/story/news/politics/elections/2020/08/26/kamala-harris-vows-support-israel-protection-against-iran/5638966002/)
Apakah cukup pembelaan kubu Demokrat terhadap Israel?
Tentu tidak, Rudolfo.
Bahkan sebelum mantan presiden AS Barack Obama (dari Demokrat) meninggalkan jabatannya di tahun 2016, dia telah menandatangani dahulu nota bantuan senilai USD 38 milyar bagi Israel selama periode 10 tahun. (https://obamawhitehouse.archives.gov/the-press-office/2016/09/14/fact-sheet-memorandum-understanding-reached-israel)
Kurang apa, Choky?
Belum lagi AIPAC (American-Israel Political Action Committee) selaku kelompok pelobi terkuat dalam pilpres AS di Washington (selain Big Pharma dan Big Oil) sudah terang-terangan untuk mengusung agenda guna menghapus Palestina dan sejarahnya dari tanah mereka. (https://theintercept.com/2019/02/11/ilhan-omar-israel-lobby-documentary/)
Dengan kata lain, pertanyaan yang diajukan diawal, nggak relevan untuk dijawab.
Kenapa?
Karena mau Trump atau Biden yang menang, toh Israel adalah pihak yang sudah pasti diuntungkan pada kontestasi tersebut. Dan fakta bahwa setelah November nanti akan ada gejolak susulan di Timur Tengah, nggak bisa dipungkiri mengingat aneksasi wilayah Palestina juga belum sepenuhnya terwujud, bukan?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
Kenapa israel penting buanget sih buat US bang?
Siapa pihak yg mengatur pemerintahan AS selama ini? Itulah jawabannya.