Deklarasi Balfour: Entry Point
Oleh: Ndaru Anugerah
Bagaimana negara Israel bisa terbentuk? Siapa yang menjadi sponsornya?
Mungkin anda pernah dengar tentang Deklarasi Balfour?
Sebelum membahas tentang hal itu, saya akan coba ulas mengapa Deklarasi Balfour bisa terjadi dan apa kaitannya dengan niatan membentuk negara Israel merdeka.
Sedikit sejarawan yang mengakui bahwa Inggris tengah diujung tanduk saat Perang Dunia I. Kekalahan sudah didepan mata. Setidaknya begitu pengakuan Dr. Adeyinka Makinde selaku peneliti dan akademisi di Universitas Westminster. (https://www.globalresearch.ca/the-balfour-declaration-world-zionism-and-world-war-i/5616459)
Pada pertempuran darat di wilayah Perancis, pasukan Inggris babak belur, dimana banyak anggotanya yang mati. Sehingga hanya pertempuran laut yang masih mereka bisa diandalkan. Kondisi ini membuat moral dan kekuatan pasukannya jatuh ke titik nadir.
Namun, pertempuran laut-pun, kemungkinan untuk menang masih pasang surut. Misalnya pada pertempuran di Coronel di lepas pantai Chili pada November 1914 misalnya, Inggris kalah telak. Tapi bisa menang pada pertempuran di Falklands.
Masalah pada pertempuran laut adalah manakala Inggris harus berperang dengan pasukan U-Boat Jerman. Pada banyak peperangan, Inggris dipaksa keok, yang menyebabkan kerugian besar pada kapal perang milik Inggris.
Melihat situasi runyam, pada 1917 Angkatan Laut Inggris menyampaikan peringatan akan bahaya kekalahan yang sudah didepan mata kepada penguasa politiknya, jika kondisi ini diteruskan berlarut-larut. “Harus ada solusi untuk memecahkan masalah ini,” begitu kurleb-nya.
Satu-satunya cara adalah dengan mengajak AS untuk terlibat dalam peperangan, sehingga upaya menyeimbangkan kekuatan Jerman bisa diwujudkan. Masalahnya bangsa AS lebih mendengarkan bapak pendiri bangsa mereja untuk tidak terlibat perang yang bukan miliknya. “Jangan sampai masuk pada keterikatan asing,” begitu pesannya.
Di tengah kebuntuan, pemimpin Zionisme dunia masuk sebagai penengah. Singkat kata, terjadilah tawar menawar yang sederhana.
“Jika para pemimpin Yahudi seperti Chaim Weizmann dapat menggerakkan Diaspora Yahudi yang ada di AS untuk menggunakan pengaruhnya untuk membawa Amerika Serikat masuk kedalam perang dan mendukung Inggris, maka Inggris akan melakukan apa saja untuk mewujudkan impian Zionis tentang negara Yahudi di Palestina.” (https://en.wikipedia.org/wiki/Balfour_Declaration)
Dan Deklarasi Balfour adalah bagian dari kesepakatan tersebut.
Setidaknya Winston Churchill mengakui hal ini dalam sebuah pernyataan yang dia buat kepada House of Commons pada Juli 1937. “Dalam mendukung tujuan agar sekutu bisa menang perang, yang kami harapkan adalah bantuan yang berharga dan penting,” kurleb-nya begitu. (https://api.parliament.uk/historic-hansard/people/mr-winston-churchill/1937)
Jadi pernyataan Churchill mengindikasikan bahwa Inggris butuh bantuan agar bisa menang perang. Kalo sampai kalah perang, apa kata dunia?
Bukti lain dari tawar menawar tersebut berasal dari korespondensi antara Churchill dan Chaim Weizmann. Pada surat tertanggal 10 September 1941 tersebut, Weizman memohon agar Churchill dapat membentuk pasukan tempur Yahudi, yang kelak diperlukan saat negara Israel terbentuk. “Bukankah Inggris sudah kami bantu untuk menang perang? (https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/00263206.2014.934227?scroll=top&needAccess=true)
Dengan kata lain, Deklarasi Balfour merupakan proses negosiasi yang dilakukan oleh elite global yang dipimpin oleh Zionis dengan kerajaan Inggris (yang diwakilkan oleh Menlu Balfour) guna mewujudkan impian akan negara Israel merdeka di tahun 1948.
Dan sejarah mencatat, akhirnya AS dipaksa terlibat para Perang Dunia I tersebut dalam blok sekutu, yang kemudian membalik keadaan dimana Inggris dan sekutunya, akhirnya berhasil memenangkan peperangan.
Mengajak AS ikutan berperang, bukan hal sulit buat lobby Zionis di AS. Lha wong peristiwa panik 1907 yang sarat rekayasa untuk membentuk The Fed saja, bisa mereka dilakukan, apalagi hanya sekedar mempengaruhi elite politik di AS untuk terlibat pada PD I? (baca disini)
Satu yang mendasarinya, elite global Zionis memiliki sumber keuangan yang sangat mumpuni dalam menunjang perjuangan mereka.
Deklarasi Balfour akhirnya bisa saja dilaksanakan antara Lord Arthur Balfour dan Lord Walter Rothschild. Dan seiring Deklarasi tersebut, terjadi gelombang imigran Yahudi besar-besaran dari seluruh dunia ke Palestina secara gradual. Tercatat pada tahun akhir tahun 1931, 174.600 orang Yahudi telah tinggal di Palestina atau setara dengan 17% populasi. (https://www.cjpme.org/fs_181)
Kenapa orang Yahudi perlu bermigrasi ke Palestina? Ya karena demi mewujudkan cita-cita terbentuknya negara Israel yang telah dijanjikan Inggris. Masa iya mau buat negara merdeka, tapi penduduknya nggak ada?
Siapa juga yang mendanai migrasi tersebut? Coba pikir, siapa yang punya banyak duit saat itu untuk mendanai migrasi besar-besaran orang Yahudi dari seluruh dunia? (https://www.un.org/unispal/history2/origins-and-evolution-of-the-palestine-problem/part-i-1917-1947/)
Namun timbul masalah dikemudian hari mengingat Inggris belum mendapatkan hak asuh atas Palestina sebagai penerus penguasa Ottoman, yang telah hengkang dari wilayah Palestina.
Dengan kata lain, Arthur Balfour telah bertindak tanpa konsultasi dengan orang Palestina, main buat perjanjian dengan kaum Zionis. Padahal wilayah yang kelak diberikan kepada kaum Zionis tersebut, secara yuridis adalah wilayah Palestina. Harusnya minta ijin dulu kek, eh malah langsung labrak.
Tapi itu bukan masalah utamanya. Deklarasi Balfour mengamanatkan bahwa tidak akan ada pihak yang dirugikan baik itu hak sipil maupun hak beragama dari komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina. Ini perlu ditekankan, mengingat banyak banyak komunitas multi etnis dan agama di Palestina sana.
Nyatanya, belakangan wilayah Palestina bukan saja dirampas, tapi juga diduduki oleh Israel tanpa ampun. “Bagi kami, tanah tersebut adalah Eretz Yisrael,” ungkap para Zionis yang kini bermukim di wilayah Palestina.
Dan puncaknya pada 29 November 1947, PBB mengeluarkan Resolusi No.181 (UN Partition Plan) yang isinya tentang pembagian wilayah Palestina, dimana 56,6% wilayah Palestina akan diberikan bagi negara Yahudi, 43% bagi negara Palestina, dan Jerusalem ditetapkan sebagai wilayah internasional. (https://mfa.gov.il/mfa/aboutisrael/maps/pages/1947%20un%20partition%20plan.aspx)
Apakah Partition Plan tersebut dijalankan dengan benar hingga saat ini? Anda sudah bisa menjawabnya, bukan?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments