Proposal yang Diabaikan
Oleh: Ndaru Anugerah
Apakah kebijakan karantina wilayah (lockdown) menjamin kesuksesan dalam menanggulangi penyebaran virus Corona?
Tahu Inggris, kan?
Pada mulanya, Inggris berencana untuk menerapkan strategi kekebalan kawanan (herd immunity) di negaranya. Setidaknya itulah rencana mula-mula yang akan diterapkan, seperti yang diungkapkan Sir Patrick Vallance selaku Chief of Scientific Advisor kerajaan Inggris.
“Tujuan kami adalah mencoba mengurangi jatuhnya korban. Ini perlu dilakukan mengingat sebagian besar orang (warga Inggris) hanya memiliki gejala yang ringan. Jadi perlu dibangun semacam kekebalan kawanan, agar lebih banyak lagi orang yang kebal terhadap penyakit ini.”
Sir Vallance menambahkan, “Dengan kekebalan yang terbentuk, maka kami akan dapat mengurangi risiko penularan. Disaat yang sama, kami akan melindungi mereka yang paling rentan terhadap virus Corona. Ini hal penting yang akan kita lakukan.” (https://www.wsj.com/articles/inside-swedens-radically-different-approach-to-the-coronavirus-11585598175)
Saking percaya diri bahwa proposalnya akan diterapkan di Inggris, Sir Vallance mengatakan pada Sky News, “Setidaknya dibutuhkan sekitar 60% populasi yang terinfeksi untuk mencapai level kekebalan kawanan.” (https://www.theguardian.com/world/2020/mar/13/coronavirus-science-chief-defends-uk-measures-criticism-herd-immunity)
“Sementara penerapan strategi herd immunity berlangsung, masyarakat bisa beraktivitas normal seperti biasanya,” tambah Sir Vallance.
Dalam hal ini Sir Vallance nggak sendirian, karena ada Dr. David Halpern yang juga mengatakan hal yang kurleb sama, “Konsepnya sebenarnya mirip kepompong, dimana kami akan melindungi kelompok berisiko dalam kepompong hingga kekebalan kawanan telah tercapai di seluruh populasi.”
Mendengar angka 60% orang yang terinfeksi, maka bergolaklah masyarakat Inggris. “Banyak amat angkanya? Apa artinya akan terdapat banyak orang yang sekarat?”
Ada beberapa yang perlu diluruskan. Bahwa strategi kekebalan kawanan akan menyebabkan banyak kematian, bisa iya bisa juga nggak. Tergantung tingkat kekebalan yang dimiliki tiap-tiap orang.
Yang kedua, bukan berarti orang yang tertular maka bisa dipastikan akan mati diakhir cerita. Bukan begitu prinsipnya. “60% populasi yang tertular BUKAN BERARTI 60% angka kematian.”
Yang namanya kekebalan, ya hanya bisa terjadi melalui interaksi antar manusia. Orang yang terinfeksi akan menularkan infeksinya kepada orang yang sehat, sehingga orang yang kemudian tertular mampu mengembangkan antibodi untuk melewan virus dimasa depan.
Ketika mayoritas populasi mengembangkan antibodi (sekitar 70-90%), mereka akan mencapai status ‘kekebalan kawanan’ yang merupakan bentuk perlindungan dari penyakit menular yang terjadi, dan sebagian besar populasi menjadi kebal melalui infeksi sebelumnya.
Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengembangkan strategi kekebalan kawanan?
Nggak butuh waktu lama, cukup hitungan bulan. Ambil contoh Swedia, dimana pada minggu kedua Juni (akhir Juli nanti paling lambat), mereka akan mencapai level kekebalan kawanan. (https://english.alarabiya.net/en/coronavirus/2020/05/15/Coronavirus-Sweden-built-herd-immunity-without-lockdown-now-the-world-follows-suit-)
Dan Swedia nggak perlu khawatir terhadap wabah Corona di masa depan dan gak perlu acara vaksin-vaksinan segala.
Selain itu, karena mereka tidak menerapkan lockdown sehingga kegiatan ekonomi berjalan normal, maka angka pengangguran nggak melonjak dan hutang trilyunan dollar nggak akan bertambah untuk menutup defisit akibat penutupan.
Kembali ke laptop…
Mendengar paparan Sir Vallance, Matt Hancock selaku sekretaris kesehatan Inggris justru menampiknya. “Kami memiliki rencana berdasarkan keahlian para ilmuwan terkemuka dunia. Dan kekebalan kawanan bukan bagian darinya. Itu hanya konsep ilmiah dan bukan tujuan ataupun strategi.” (https://www.theguardian.com/world/2020/apr/29/revealed-the-inside-story-of-uk-covid-19-coronavirus-crisis)
Lalu apa tawarannya?
Sebanyak 500 ilmuwan Inggris menandatangi nota keberatan atas usulan Sir Vallance. Sebagai gantinya Prof. Neil Ferguson dari Imperial College menerbitkan makalah yang intinya pemerintah Inggris harus ambil kebijakan lockdown (16/3).
“Akan ada ratusan ribu angka kematian di Inggris jika pemerintah menerapkan strategi ‘penindasan’ (maksudnya herd immunity) tersebut,” ungkap Prof. Ferguson. Berapa angka pastinya? “Mencapai 250 ribu orang kurleb-nya,” menurut hitungan Prof. Ferguson.
Jadilah Inggris menerapkan lockdown sesuai arahan Prof. Ferguson, seperti saat ini. Dan ini sesuai arahan WHO, yang memang ‘satu perahu’ dimana BG sebagai konektornya.
Dilihat dari fatality rate-nya, C19 jelas tidak mematikan bagi orang sehat, sehingga memungkinkan populasi mengembangkan antibodi terhadap virus tersebut. HIDUP BERDAMAI dengannya adalah cara paling alami untuk melawannya. Lewat cara apa? Herd immunity, jawabannya.
Mengingat strategi kuno ini terbilang efektif, nggak aneh bila kemudian media mainstream sebagai kepanjangan elite global ‘MENEKAN’ strategi ini. Caranya apalagi kalo nggak mengolok-olok. Swedia merupakan bukti nyata, bagaimana peran MSM dalam merepresi strategi yang mereka jalankan.
Mau bukti keefektifannya? Mari kita bandingkan fatality rate C19 antara Inggris dan Swedia.
Berdasarkan data hari ini (10/6), fatality rate C19 di Inggris mencapai 14,1% (https://www.worldometers.info/coronavirus/country/uk/), sedangkan di Swedia angka fatality rate-nya hanya 10,3% (https://www.worldometers.info/coronavirus/country/sweden/)
Artinya apa? Kebijakan karantina nggak menjamin angka kematian akan menurun, justru malah bertambah.
Sebagai penutup, saya kutip pernyataan Dr. Barbara Loe Fisher selaku presiden Pusat Informasi Vaksin Nasional (NVIC), “Vaksin tidak memberikan jenis kekebalan yang sama dengan paparan alami, karena hanya bersifat sementara.”
Dr. Fisher menambahkan, “Dalam banyak kasus, paparan alami (herd immunity) akan memberikan kekebalan yang LEBIH TAHAN LAMA, LEBIH KUAT dan LEBIH UNGGUL secara kualitatif.” (https://www.jstor.org/stable/43551422)
Saya pikir nggak perlu Inspektur Ladu Singh untuk menerjemahkannya, kan?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments