Oleh: Ndaru Anugerah
Kasus virus Corona kini mulai menjadi bola liar. Penyebarannya mulai memasuki babak baru dengan menginvasi negara dan benua lain secara global, tanpa kenal ampun.
Wabah yang menyerang saluran pernafasan akut semisal Corona yang menghantam China kini, sebenarnya bukan kasus pertama kali bagi negara tersebut.
Di 2002, kasus SARS (sindrom pernafasan akut) juga pernah menghantam negara tersebut. Tercatat 305 kasus hanya dalam kurun waktu 135 hari.
Namun kini,virus Corona buat rekor baru. Dalam tengat waktu sebulan, yang terinfeksi sudah 7921 orang. Jumlah orang yang meninggal konon sudah ribuan.
Angka-angka tersebut mulai membuat WHO sebagai badan kesehatan dunia mulai ketar-ketir. Nggak pakai waktu lama, status darurat global mulai dikeluarkan per 30 Januari kemarin sebagai antisipasi ganasnya penyebaran virus yang bermula di Wuhan tersebut.
Mungkin kalo yang dihantam virus adalah daerah yang kurang strategis, kejadiannya nggak seheboh saat ini. Namun lain cerita, saat Wuhan yang diserang.
Ada apa dengan Wuhan?
Wuhan merupakan salah satu kota yang sangat strategis di China. Semua kota-kota besar di China terhubung oleh jalur kereta api utama, dimana Wuhan sebagai titik simpulnya. Nggak aneh kalo Wuhan dikenal sebagai jalur utama 9 provinsi di Tiongkok.
Pernah tahu Wuhan Tianhe International Airport? Ini adalah satu-satunya bandara di China yang punya akses penerbangan ke dunia internasional yang terhubung dengan 5 benua secara langsung.
Dan yang tak kalah penting, Wuhan adalah salah satu kota manufaktur terbesar di China yang memproduksi peralatan medis sekaligus kendaraan bermotor.
Dengan semua predikat tersebut, nggak aneh kalo Wuhan merupakan kawasan super penting bagi pemerintahan China, terutama dalam menunjang perekonomian negara Cungko tersebut.
Seiring dengan kasus virus Corona, situasi kini berbalik arah.
Kalo dulunya Wuhan adalah kawasan strategis, kini Wuhan ibarat kota zombie yang wajib dihindari semua orang. Wajar. Siapa juga yang mau terjangkit virus mematikan tersebut.
Masalah tidak berhenti sampai disitu. Kini ada kepanikan massal secara global yang menyasar segala sesuatu yang berbau China. Penerbangan dari dan ke China secara perlahan mulai dikurangi dan dihentikan.
Bahkan nasib impor barang-barang dari negeri tirai bambu tersebut (yang terkenal murmer), juga nggak ketinggalan. Banyak negara yang mulai menghentikan proses impor-nya.
Yang lebih gila lagi, di Jepang. Konon ada sebuah restauran dimana pelanggan mayoritasnya adalah WN China. Namun karena dipicu panik nan lebay terpaksa sang pemilik restauran mengusir warga negara China yang sudah jadi pelanggannya dari tempat usahanya tersebut.
“Gegara takut ketularan virus Corona,” demikian bisik-bisiknya.
Itu di Jepang lho, dimana tingkat rasionalitas warganya lumayan tinggi. Gimana dengan negeri ber-flower yang banyak komunitas kampretnya? Nggak aneh kalo kemudian banyak yang mengkaitkan virus Corona dengan azab yang ditimpakan Tuhan kepada negara sosialis tersebut.
Terima atau tidak, ekonomi China mengalami pukulan yang sangat telak dengan adanya wabah Corona.
Dari sektor pariwisata saja sudah terbayang berapa kerugiannya. “Bahkan kalopun kini ada penerbangan murah berjudul tiket promo ke China, orang-pun akan berpikir ulang untuk mengambilnya.” Siapa juga yang mau setor nyawa?
Dan yang paling menohok adalah sektor ekonomi, industri dan perdagangan yang memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi makro China. Dalam waktu 3 bulan saja sejak kasus Wuhan merebak, pertumbuhan ekonomi China telah turun sebanyak 0,5% point.
Gimana kalo setahun wabahnya nggak kunjung terselesaikan?
Diproyeksi, China akan mengalami kemunduran ekonomi yang dahsyat akibat wabah Corona.
Sebenarnya bukan hanya China yang mengalami pukulan. Negara-negara importir yang menggantungkan pada produk China juga mengalami nasib serupa.
Kebayang jika produk mainan anak yang ada di Asemka yang mayoritas adalah produk China, harganya jadi selangit gegara nggak ada pasokan lagi?
Jika ini dibiarkan terus tanpa ada langkah preventif yang berarti, bisa dipastikan proyek ambisius China yang berjudul Belt and Road Initiative bisa jadi layu sebelum berkembang.
Merujuk pada kasus ini, banyak yang mengkaitkan virus Corona dengan ranah politik. Dikatakan, bahwa virus Corona adalah black scenario dari AS untuk menghambat laju invasi China untuk menguasai dunia. Benarkah? Yah, namanya juga teori konspirasi.
Jangan aneh bila kini para ilmuwan di China bekerja mati-matian selama 24 jam sehari, guna menemukan vaksin yang dapat menghentikan laju virus Corona tersebut. Karena berhasil apa tidaknya upaya tersebut, masa depan China-lah yang jadi taruhannya.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments