Situasinya Harus Dramatis
Oleh: Ndaru Anugerah
Kemarin, pemerintah Wakanda kembali melakukan pembatasan alias karantina yang diberlakukan di pulau Jabal. Aturan ini akan berlaku efektif mulai 11-25 Januari 2021 mendatang. (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210107072446-20-590470/kontradiksi-psbb-jawa-bali-di-tengah-hiruk-pikuk-vaksin-covid)
Dalam tataran teknis, akan ada pembatasan yang diperketat. Entah apa yang dimaksud frase ‘diperketat’ disini? “Lha wong aturan jaga jarak alias physical distancing, berapa aturan yang baku? 2 meter, 1,5 meter atau hanya 1 meter jarak yang diperkenankan? Kan gaje.
“Ini dilakukan untuk mencegah penularan Kopit. Diharapkan laju penularannya bisa dikurangi seminimal mungkin,” ungkap pejabat Wakanda. (https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5324004/akan-berlaku-di-jawa-bali-ini-aktivitas-yang-dibatasi-di-psbb-11-januari?tag_from=wp_nhl_20&_ga=2.241516674.1242709283.1609808081-1773779205.1599992192)
Pertanyaan sederhana: apakah pembatasan/karantina yang dilakukan akan efektif?
Kita lihat saja fakta tentang lockdown, dimana lockdown punya aturan yang jauh lebih strik ketimbang pembatasan/karantina.
Artinya kalo lockdown nggak efektif, sudah pasti pembatasan yang dilakukan Wakanda sudah otomatis nggak efektif juga, bukan?
Anda tahu WHO yang dijadikan rujukan banyak negara di dunia dalam mengatasi situasi pandemi saat ini?
WHO sudah kasih keterangan resmi bahwa lockdown nggak bisa dijadikan solusi buat mengatasi Kopit, termasuk untuk menghentikan laju penularan/penyebarannya. (https://www.theguardian.com/commentisfree/2020/oct/10/continual-local-lockdowns-answer-covid-control)
Singkatnya, lockdown nggak bisa dipakai sebagai rujukan untuk mengatasi si Kopit, apalagi tindakan pembatasan/karantina yang punya aturan lebih longgar?
Fakta kedua, anda tahu tentara? Coba bandingkan tentara dengan warga sipil, mana yang lebih patuh dalam menerapkan disiplin? Ya jelas tentara, bukan?
Pada Mei 2020 silam, para ahli kesehatan buat penelitian yang memakai tentara sebagai sampel-nya. Ada dua kelompok yang dibuat: kelompok percobaan dengan kebijakan karantina ekstrim, dan kelompok kontrol dengan kebijakan tanpa karantina alias bebas adanya.
Hasil penelitian yang menyasar 3.143 serdadu marinir tersebut, sudah dipublikasi secara internasional. Ini saya kasih link-nya. (https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa2029717)
Apa hasilnya?
Virus Kopit masih saja menyebar dan anehnya, penegakkan disiplin yang ekstrim justru dapat memicu tingkat infeksi Kopit yang lebih tinggi lagi.
Lantas, bagaimana dengan kelas kontrol yang tidak mendapatkan perlakukan karantina super ketat?
Tingkat infeksinya justru sedikit lebih rendah daripada kelas percobaan.
Artinya apa?
Kalo tindakan karantina super ketat ala militer saja nggak bisa menahan laju penyebaran si Kopit, apalagi karantina yang diterapkan oleh banyak negara di dunia? Memang ada yang bisa lebih ketat tingkat kedisiplinannya ketimbang tentara? (baca disini)
Dengan kata lain, apakah kebijakan pembatasan/karantina yang diambil pemerintah Wakanda akan efektif? Silakan anda jawab sendiri. Belum lagi dampak kebijakan tersebut bagi wong cilik yang penghasilannya pas-pasan.
Kalo begitu apa motif pemerintah Wakanda melakukan kebijakan yang kontra-produktif tersebut yang sudah jelas memakan banyak biaya operasional?
Nggak lain adanya upaya vaksinasi massal. Masa iya rakyat mau divaksin, tapi situasinya dibuat longgar? Ya tentu saja harus dibuat ‘mencekam’. Dengan situasi tersebut, diharapkan tingkat partisipasi rakyat Wakanda untuk ikutan program vaksinasi, bakal optimal.
Bukankah begitu, Mpok Indun?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments