Sesuai Arahan Ndoro
Oleh: Ndaru Anugerah
“Bang, tolong dong dibahas tentang Karantina Darurat yang rencananya akan diterapkan di Wakanda. Apakah akan berhasil sesuai yang diharapkan?” tanya seorang netizen.
Karena ditanya, saya akan coba jawab.
Awalnya WHO mengeluarkan laporan tentang kondisi Kopit di Wakanda. Dikatakan bahwa per 23 Juni 2021, kondisi si Kopit di Wakanda mulai tidak terkendali.
“Peningkatan jumlah kasus dan kematian demikian tinggi,” demikian kurleb-nya. Kondisi diperburuk dengan hadirnya varian Delta yang memicu tingkat Bed Occupancy Rate menjadi demikian tinggi.
Solusinya nggak ada yang lain kecuali lockdown. (https://www.idxchannel.com/economics/covid-19-meroket-tajam-who-indonesia-harus-lakukan-lockdown)
Karena WHO selaku kepanjangan tangan Ndoro besar, maka elemen masyarakat yang ada di Wakanda mulai buka suara untuk menyukseskan program lockdown tersebut. Petisi online-pun mulai digelar dengan harapan pemerintah melakukan ‘arahan’ WHO.
“Penularan virus Kopit di tanah air sudah sangat tinggi. Maka tidak ada cara lain selain diberlakukannya lockdown,” demikian kurleb isi petisi online tersebut. (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210618161532-20-656307/ratusan-orang-teken-petisi-minta-jokowi-lockdown-indonesia)
Namun apes. Lurah Wakanda berkehendak lain. Karantina Darurat yang justru diambilnya dan bukan lockdown. (https://nasional.kompas.com/read/2021/07/01/11033891/breaking-news-jokowi-resmi-umumkan-ppkm-darurat?page=all)
Apa sebab Karantina Darurat yang diambil?
Biaya untuk melakukan lockdown, butuh anggaran yang sangat besar. Sebagai gambaran, per harinya saja dibutuhkan dana sekitar Rp. 550 miliar. Itu baru di ibukota. Kalo di 34 provinsi, anggaran per hari bakal mencapai Rp. 18,7 triliun. (https://www.suara.com/news/2021/06/24/132933/tak-diterapkan-di-indonesia-ini-perkiraan-biaya-lockdown-yang-diungkap-jokowi?page=all)
Nah kalo misalnya, Karantina Darurat tersebut diberlakukan selama 14 hari, apa nggak boncos keuangan Wakanda?
Makanya sang Lurah bilang kalo Karantina Darurat sama lockdown ya sama saja dan nggak perlu dipertentangkan. Entah samanya dimana?
“Karantina Darurat lebih tepat untuk diterapkan guna menghentikan laju penularan Kopit langsung ke akar masalah, yaitu komunitas,” demikian ungkapnya. (https://www.dw.com/id/jokowi-tegaskan-ppkm-mikro-masih-menjadi-kebijakan-paling-tepat/a-58025180)
Mungkin karena nggak sesuai arahan sang Ndoro, sejumlah epidemiolog Wakanda mulai buka suara. “Karantina Darurat nggak akan berhasil dalam menekan lonjakan kasus penular Kopit saat ini. Itu hanya sia-sia saja,” demikian ungkap mereka. (https://www.cnbcindonesia.com/news/20210630144904-4-257093/ppkm-darurat-disebut-tak-ampuh-epidemiolog-minta-lockdown)
Memang apa beda Karantina Darurat dan PSBB yang dulu diterapkan di Wakanda?
Secara prinsipil dalam bidang pendanaan.
Bila PSBB dulu menggunakan dana APBN karena diatur oleh Peraturan Pemerintah, maka Karantina Darurat pakai instruksi Mendagri sebagai rujukan. (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210621161039-20-657345/beda-psbb-dan-ppkm-mikro-kendalikan-pandemi-covid-19/2)
Jadi, pembiayaan Karantina Darurat, ya mengandalkan Dana Desa dan APBD dan bukan APBN. (https://nasional.sindonews.com/read/327970/15/pembiayaan-posko-ppkm-mikro-diambilkan-dari-dana-desa-dan-apbd-1612742569)
Kalo dulu, daerah berlomba-lomba untuk memberlakukan PSBB di Wakanda, karena bakal dapat dana segar dari pusat, kini mereka harus mengeluarkan dari kocek daerah masing-masing.
Bisa dikatakan, ini proyek bapet alias nggak ada ‘cuan’-nya.
Mungkin sadar kalo program Karantina Darurat bakal diboikot oleh sejumlah kepada daerah yang enggan mengeluarkan dana dari APBD, maka pempus keluarin aturan tegas. “Kepala daerah yang nggak memberlakukan Karantina Darurat, bisa dapat sanksi tegas dari pempus,” demikian kurleb-nya. (https://www.suara.com/news/2021/07/01/160104/menteri-luhut-ultimatum-kepala-daerah-pelanggar-ppkm-darurat-diberhentikan-sementara?page=all)
Dari sini saja kita tahu bagaimana efektivitas dari Karantina Darurat tersebut.
Menurut prediksi saya, hanya hangat-hangat tahi ayam, mengingat anggarannya nggak ada. “Memangnya untuk menggelar ‘operasi’ besar, nggak butuh dana besar? Terus dananya dari mana?”
Sekarang kita lihat dalam konteks geopolitiknya.
Sang Ndoro mulai frustasi dalam mengejar target vaksinasi global. Vaksin sudah digelontorkan ke pelosok dunia, namun daya serapnya baru 23,8%. (https://ourworldindata.org/covid-vaccinations)
Nggak terkecuali di Wakanda. Baru sekitar 11,29% yang berhasil divaksinasi dari target 180 juta penduduk. Ini jelas jauh melenceng dari target yang ditetapkan.
Dan ini buat sang Ndoro besar geram.
Makanya sekelas WHO dikerahkan untuk ‘menekan’ Wakanda menerapkan lockdown, meskipun tujuan akhirnya adalah program vaksinasi yang harusnya terus digenjot agar sesuai target.
Masalahnya, nggak hanya di Wakanda, banyak penduduk dunia yang sudah paham akan efek samping dari vaksin-vaksin percobaan tersebut jika dipakai pada manusia yang awalnya sehat. Nggak aneh kalo mereka malah ‘mengabaikan’ program gaje tersebut. (https://www.openaccessgovernment.org/side-effect-fears/107436/)
Lagian, apakah si Kopit mematikan? Kan nggak. Terus ngapain juga divaksin? (baca disini)
Jangan aneh kalo kali ini, varian-varian baru dari si Kopit yang terus didengungkan oleh media mainstream guna menakut-nakuti warga dunia, dengan tujuan agar mereka menjadi takut dan mau divaksin.
Sampai sini, semoga anda paham duduk masalahnya.
Lantas, apakah Karantina Darurat bakal sukses menekan angka penularan si Kopit?
Pada bulan November 2020, saya pernah menulis ulasan tentang penelitian lockdown yang dilakukan oleh prajurit Marinir AS dalam menekan laju penyebaran si Kopit. Dan hasilnya mereka menemukan kegagalan, meskipun dengan disiplin kemiliteran yang mereka terapkan. (baca disini)
Nah, tentara saja bisa gagal dalam menekan laju infeksi si Kopit meskipun dengan aturan super ketat, bagaimana di Wakanda?
“Yang penting sudah sesuai arahan Ndoro, agar investasi di Solo, aman.” Mungkin itu point dari pak Lurah.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments