Proyek Besar (Yang) Bermasalah (*Bagian-2)


535

Oleh: Ndaru Anugerah

Karena tidak dilibatkan dalam proyek OBOR maka langkah yang paling mungkin ditempuh AS adalah mengocak-acik setiap negara yang terlibat dalam proyek besar tersebut. Ini akan dilakukan karena AS jauh-jauh hari sudah mengendus motif politik Cina dalam OBOR.

Gak akan mungkin dominasi AS atas (minimal) ASEAN dikangkangi oleh Cina. Dimana muka negara adidaya tersebut di mata dunia internasional?

Sebagai gambaran di ASEAN saja, tercatat minimal 3 negara yang dudah terikat kontrak dengan proyek OBOR. Ada Presiden Duterte (Filipina), Presiden Jokowi (Indonesia) dan Perdana Menteri Najib Razak (Malaysia). Langkah ini saya analisa akan memancing reaksi AS atas dominasi Cina.

Kita bisa lihat nasib ketiga negara ASEAN tersebut, apa yang kemudian terjadi?

Di Filipina kita bisa saksikan bagimana Filipina Selatan (Marawi) sempat dikuasai oleh pemberontak yang berafiliasi ke ISIS. Di Malaysia Najib terdongkel dari jabatannya dalam pemilu raya baru-baru ini. Dan di Indonesia, kita bisa saksikan bagaimana kerja seorang Jokowi diureg-ureg dengan aksi demo berjilid dan juga aksi terorisme plus isu hoax.

Apa semua kejadian itu saling lepas? Mengapa kejadian itu tidak menimpa Singapura, misalnya? Jawabannya simpel: karena Singapura tidak terikat proyek OBOR dengan Cina.

Sebenarnya apa sih kepentingan Indonesia untuk terikat kontrak dengan proyek OBOR.

Indonesia sangat butuh dana segar untuk membangun infrastruktur tol laut. Seperti kita ketahui bersama, Jokowi sangat bercita-cita untuk mewujudkan Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia (PMD). Dan proyek OBOR telah menyediakan dananya.

Ada supply dan ada demand, maka tadaa… proyek itupun digelar, meskipun Indonesia belum secara resmi bergabung ke OBOR.

Cuma perlu diingat. Sejarah mencatat, kedekatan dengan Cina-lah yang menghantar kejatuhan rezim Soekarno di dekade pertengahan 1960an. Saat itu AS menilai, “bahaya merah” (komunisme) sudah merangsek ke selatan dan bila tidak dibendung bukan tak mungkin Australia pun akan ikut “memerah”.

Akibatnya operasi senyap pun digelar, yang mengakibatkan sang Singa Podium terjungkal dari kursi kepresidenan dan digantikan oleh rezim boneka AS, pimpinan Soeharto.

Kok boneka AS? Gampang jawabnya. Siapa negara yang paling diuntungkan dengan Freeport, kilang minyak, pertambangan dan proyek strategis lainnya setelah Soeharto memimpin?

Menurut analisa saya, kedekatan Indonesia dengan Cina akan terus membuat AS meradang. Dan itu bisa dilihat pada waktu ke depan. Akan banyak manuver spektakuler menuju pilpres 2019, karena jokowi sudah dianggap bad boy yang tidak mau tunduk pada ‘keinginan’ AS.

Saya melihat proyek OBOR adalah proyek besar yang bermasalah. Gak diambil sayang, mau diambil juga beresiko. Buah simalakama jadinya. Dan berawal dari gaduh politik, bukan tak mungkin akan berimbas pada disintegrasi bangsa. Itu sudah ada gelagatnya. Lihatlah sosial media, apa isinya?

Percaya atau tidak, semua gaduh yang terjadi di negara kita, pasti ada keterlibatan AS didalamnya. Bahkan pada perhelatan pilkada DKI tempo hari.

“Memang ada bang, imbas kebijakan OBOR pada pilkada DKI?” tanya seorang Ahoker.

Nah lihat saja, apa yang terjadi setelah Ahok dikalahkan saat pilkada tempo hari.

Tercatat hasil quick count dirilis tanggal 20 April 2017 dan membukukan kemenangan telak Anies atas Ahok. Sehari setelahnya Wapres AS – Mike Pence – berkunjung ke Indonesia. Seakan ingin membawa ‘pesan’, bila Jokowi tetap membandel pada AS, dia-lah target berikutnya di 2019.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!