“Kalo partai kita menang, maka kita akan memperjuangkan RUU Penghapusan Pajak Kendaraan Bermotor dan Pemberlakuan SIM seumur hidup,” begitu janji Wakil Ketua Tim Pemenangan Pemilu (TPP) PKS – Almuzzammil Yusuf pada konpres di DPP PKS (22/11) lalu.
Yang namanya jualan pasti janjinya indah-indah. Gak mungkin jualan kecap nomer 2. Semua pasti nomer 1.
Pertanyaan sederhana, apa iya PKS akan bisa memperjuangkan draft RUU tersebut, mengingat partai itu diprediksi sebagai partai gurem di pileg 2019 nanti. Angka parliamentary threshold-nya nggak nyampe 4% menurut survei yang dilakukan oleh LSI (5/5).
Logikanya, partai gurem mana mungkin punya posisi tawar di parlemen?
Dengan kondisi ini, memaksa PKS mengeluarkan ide-ide gila-nya, agar angka PT-nya minimal 4% sehingga bisa tetap eksis di parlemen. Apa mau PKS berubah nama jadi PKS plus-plus, gegara angka PT-nya nggak nyampe angka 4%?
Makanya nggak heran, janji surga-pun ditabur agar pemilih ramai-ramai coblos partai pengkapling surga tersebut. “Lumayan kan kalo nggak perlu bayar pajak plus nggak perlu repot-repot urus perpanjangan SIM. Uangnya bisa ditabung buat modal poligami,” demikian pikirnya.
Apa iya RUU yang digembar-gemborkan PKS bakal bisa terealisasi?
Pertama jika pajak kendaraan bermotor dihapus, apa yang akan terjadi?
Nggak usah jauh-jauh melihat skala nasional. Pada tingkat daerah saja pendapatannya jadi berkurang. Seperti kita tahu, kalo pajak kendaraan bermotor salah satunya digunakan oleh pemda untuk pemeliharaan jalan.
Sebagai gambaran, pemda DKI saja mendapatkan pemasukkan puluhan trilyun rupiah pertahunnya dari pajak kendaraan bermotor. Uang dari pajak ini digunakan untuk pemeliharaan infrastruktur. Jalan raya, salah satunya.
Kebayang kalo nggak ada pemasukkan, nah jalan-jalan yang bolongnya segede kolam, nambalnya pake uang siapa?
Efek domino yang lain adalah program trasportasi massal yang giat-giatnya dijalankan pemerintah pusat. Dengan adanya penghapusan pajak kendaraan, maka akan mampu memicu orang untuk meninggalkan moda transportasi massal semisal MRT dan Trans Jakarta (Bus Way) dan beralih ke sepeda motor. Alasannya pragmatis, jauh lebih murah.
Apa yang terjadi kemudian? Jalanan tambah macet-cet-cet dan polusi ada dimana-mana yang dihasilkan oleh emisi karbon kendaraan bermotor yang jumlahnya makin banyak.
Kalo udah begini, ngapain susah-susah pemerintahan pusat koar-koar agar warga beralih ke moda transportasi massal? Aliasnya, program penghapusan pajak kendaraan bermotor, bukan menuntaskan masalah, yang ada malah nambah masalah.
Yang kedua adalah ide pemberlakuan SIM seumur hidup. Apa bisa diwujudkan?
Sebagai informasi, kita perlu mengambil SIM sebagai salah satu syarat kecakapan alias kompetensi dalam berkendara. Gak heran, setiap 5 tahun kita perlu uji kompetensi kembali, karena yang kita bawa kendaraan, bukan odong-odong. Kalo sudah nggak kompeten, bukan saja bisa membahayakan jiwa kita, tapi juga jiwa orang-orang lain di jalanan gegara ulah kita.
Dengan kata lain, SIM perlu diperpanjang, karena menyangkut kompetensi kita dalam berkendara.
Kebayang kalo kita cukup sekali mengambil SIM, udah gitu nggak perlu repot-repot ngurus perpanjangannya?
Let’s say, kita ambil SIM pada usia 18 tahun. Seiring bertambahnya waktu, maka pada usia, katakan 60 tahun, apa iya kemampuan kita berkendara akan sama saat usia remaja dulu?
Dengan program peniadaan perpanjangan SIM, hanya akan menambah angka kecelakaan di jalan. Sekarang aja, dengan adanya ‘SIM nembak’ angka kecelakaan lumayan tinggi, apalagi dengan pembebasan perpanjangan SIM. Bisa-bisa jumlahnya bakal berlipat-lipat..
Merujuk pada ulasan di atas, program yang diusung PKS memang bagus. Lho kok bagus? Bagus untuk diterapkan di negara Khilafah impian mereka, tapi bukan di Indonesia.
“PKS mah nggak usah mikir yang berat-berat. Mending mikirin bagaimana program yang kongkrit-sifatnya. Contohnya? Yah, program yang nggak jauh-jauh dari fusthun dan syahwat. Poligami salah satunya. Misalnya buat saja program penghapusan biaya nikah di KUA untuk istri kedua, ketiga dan seterusnya. Dijamin banyak yang tertarik untuk memilihnya. Oke, akhi?”
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments