Peniup Peluit
Ada seorang teman yang intens bertanya kepada saya beberapa hari yang lalu. Menurutnya gerakan teroris sekarang, beda dengan gerakan teroris awal 2000-an. Menurutnya, dulu terorisnya lebih sistematis dalam bergerak, terbukti dari banyaknya korban jiwa. Namun sekarang lebih berantakan, dengan jumlah korban yang relatif sedikit.
Ada benarnya juga. Menilik paparan seseorang di dunmay, bahwa ideologi yang mendasari gerakan teror berbeda-beda. Dulu (awal 2000an) terorisnya beridelogi JI (Jamaah Islamiyah) yang berafiliasi ke Al-Qaedah, sementara sekarang terorisnya berideologi JAD (Jamaah Ansharud Daulah) yang berafiliasi ke ISIS.
Ada beberapa perbedaan mendasar.
Pertama, Al-Qaedah dan JI bertujuan menghancurkan dominasi Amerika dan sekutunya yang dianggap menjajah negara-negara muslim. Gak heran jika target bom menyasar simbol-simbol barat (bom Bali, JW Marriot, dan kedubes Australia).
Sedangkan ISIS dan JAD bertujuan mendirikan daulah islamiyah (negara Islam) Siapapun yang menentang konsep khilafah mereka, pasti disikat, tak peduli orang itu Islam sekalipun. Beda dengan Al-Qaedah yang tidak menyasar kaum muslimin sebagai target.
Beda yang kedua, pengetahuan dalam hal merangkai bom. JI lebih mumpuni dalam merakit bom, karena mereka kaya pengalaman sewaktu perang Afghanistan melawan Soviet. Mereka dapat pelatihan merakit bom dari agen CIA. Walhasil mereka berpengalaman dalam urusan ngebom.
Sementara JAD, tidak pernah mendapatkan pengalaman yang sama, sebagai kombatan perang Irak/Suriah. Akibatnya, mereka merangkai bom seadanya karena gak punya cukup kemampuan.
Berdasarkan kedua perbedaan itulah, maka teman saya itu memiliki pemahaman kalo teroris sekarang lebih pada menonjolkan nekad ketimbang skill. “Lihat aja bang, bom panci di Bandung, bom Thamrin, bom Kampung Melayu dan terakhir bom-bom di Surabaya dan Pasuruan. Semuanya modal nekad doank.”
Namun, apa demikian adanya?
Kalo berdasarkan paparan tersebut, menurut analisa saya, kok kurang representatif. Yang paling mudah, apa semua gerakan baik Al-Qaedah maupun ISIS tidak ada kaitan? Apa kejadian teror yang terjadi belakangan, adalah kejadian lepas yang tidak saling berhubungan?
Saya bertanya balik ke teman saya, “Dalam menjalankan aksi teror, diperlukan logistik yang tidak sedikit. Terus, darimana asal uangnya? Apa para teroris itu punya pabrik uang?”
Teman saya hanya melongo mendengar pertanyaan yang saya ajukan.
Kalo kita memandang teroris hanya sebagai sebuah entitas, maka kita akan gagal menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Harus holistik dalam memandang permasalahan terorisme.
Saya akan ulas secara lebih detail pada tulisan saya berikutnya.
Betewe, kenapa para kamfret fetamburan pada rame-rame klarifikasi “mengutuk aksi terorisme”? Lha, dulu kemana aja, bray? Apa jangan-jangan mereka nge-per setelah ada rencana pakde mengaktifkan Koopssusgab TNI dan menerbitkan perppu anti terorisme?
Entahlah. Namanya juga kamfret…
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments