Pengawasan Elektronik: VAULT 7


523

Pengawasan Elektronik: Vault 7

Oleh: Ndaru Anugerah

Bagaimana canggihnya sistem IT yang dimiliki oleh dinas intelijen AS? Sekilas saya pernah singgung dalam ulasan Stuxnet. (baca disini) Itu baru sebagian kecil.

Memang ada yang lebih besar lagi?

Biar saya kasih tahu. Pernah dengar Vault 7?

Vault 7 adalah serial dokumen yang dirilis oleh WikeLeaks pada 7 Maret 2017 silam. Isinya berupa rincian aktivitas intelijen CIA dalam melakukan pengawasan elektronik dan perang dunia maya, melalui perangkat lunak dan perangkat keras yang tersebar hampir di seluruh dunia.

Dokumen tersebut merinci kapabilitas piranti lunak, diantaranya kemampuan menggunakan smart TV, peramban jaringan (Firefox, Google Chrome dan Microsoft Edge), sistem operasi smart phone (termasuk iOS milik Apple dan Android keluaran Google) sebagai platform untuk mata-mata.

“Begitu juga dengan sistem operasi lainnya, seperti: Microsoft Windows, macOS dan juga Linux.”

Laporan tersebut menyatakan bahwa terdapat setidaknya 8761 dokumen dan file dari jaringan keamanan tingkat tinggi yang berhasil dijebol oleh Langley, Virginia yang merupakan markas CIA.

Semua itu menyasar parpai politik hingga kepentingan negara-negara yang dianggap ancaman bagi kepentingan CIA.

Dengan kata lain, CIA menggunakan semua perangkat IT untuk tujuan mata-mata.

Lantas, bagaimana modus operandinya?

Pertama, mereka menggunakan virus. Malware dan alat peretas CIA dibuat oleh EDG (Engineering Development Group), yang merupakan bagian dari DDI alias Directorate of Digital Innovation yang miliki CIA. Sebagai gambaran, CIA memiliki 5 direktorat utama. Lain waktulah, saya akan ulas.

Malware inilah yang kelak dijadikan senjata ampuh dalam menghantam sistem IT semua pihak yang dinilai mengganggu kepentingan CIA. Stuxnet di Iran adalah salah satunya.

Kedua pada smart TV. Pada TV pintar, modusnya-pun sama. Sams**g smart TV adalah salah satunya. TV pintar tersebut dikembangkan bekerja sama dengan MI5/BTSS Inggris, pada tahap produksinya.

Saat TV target dalam posisi mode ‘Fake-Off’, TV akan beroperasi sebagai bug, dimana semua percakapan yang terjadi di ruangan dimana TV diletakkan, akan terekam dan langsung terkoneksi dengan server CIA di Langley.

Pada cellphone, juga nggak kalah set, dimana kontrol atas perangkat IT, memungkinkan CIA memotong enkripsi dari WhatApp, Signal, Telegram, Wiebo hingga Confide.

Dan semua ini telah dilakukan oleh CIA tanpa halangan yang berarti.

Bahkan pakar teknologi paling dihormati di Silicon Valley – Steve Blank – mengatakan: “Saya justru akan terkejut jika Badan Keamanan Nasional AS tidak menggunakan ‘pintu belakang’ atas chip yang diproduksi oleh Intel dan AMD.”

Vault 7 juga mengungkap bahwa perusahaan Google dan Facebook ternyata telah berkolaborasi dengan pemerintah AS, dengan cara membantu kepentingan AS dalam pengawasan dan manipulasi publik lewat layanan yang diberikannya kepada publik.

Jangan aneh jika Facebook ataupun Google akan dengan mudahnya melakukan kegiatan mata-mata pada semua kelompok atau individu yang dianggap membahayakan kepentingan nasional AS.

Menanggapi kegiatan mata-mata yang dilakukan pemerintah AS, maka negara-negara seperti Rusia dan China telah membuat dan memproduksi perangkat keras dan perangkat lunak komputer bagi kepentingan mereka sendiri.

Bahkan Rusia sudah lama menggunakan prosesor yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah cyber spying tersebut.

Pada turunan lainnya semisal platform media sosial, Rusia dan China telah mengembangkan jaringan medsos mereka sendiri, dari jejaring sosial (social networking), mesin pencari (search engine) hingga sistem operasi (operating system).

Semua dilakukan oleh negara-negara blok ‘sosialis’ tersebut, dalam rangka menghadang infiltrasi jaringan mata-mata yang sangat mungkin dilakukan AS lewat siber.

Caranya dengan mengoptimalkan SDM dalam membangun infrastuktur dan keamanan teknologi informasi domestiknya.

“Kami mengharapkan negara-negara lainnya juga mengembangkan jaringan serupa seperti Google dan Facebook, untuk menghadang kegiatan cyber spying pada negara masing-masing,” demikian ungkap seorang pakar IT dari Rusia.

Himbauan tersebut jelas masuk akal, mengingat kebanyakan pihak (termasuk negara) justru malah ambil langkah praktis dengan mempercayakan keamanan perusahaan atau negara ke tangan perusahaan IT yang berasal dari Barat.

Alih-alih dapat keamanan, eh malah keamanannya justru rawan untuk dijebol.

“Tidak ada negara yang secara wajar akan mempercayakan pertahanan negara mereka kepada pasukan militer asing. Dengan logika yang sama, mengapa kita mau mempercayakan pertahanan dan keamanan ruang informasi ke pihak asing?”

Namun justru itulah yang terjadi di seluruh dunia saat ini.

Perusahaan seperti Samsung, Microsoft, Apple dan juga Google telah menjangkau hampir setiap pelosok negara di kolong jagat. Berbekal daya jangkau produk-produk teknologi informasi tersebut, CIA berhasil memperoleh panggung untuk bebas menjelajah ke semua lini tanpa batas.

Jadi jangan coba bicara privasi dan keamanan jika kita masih menggunakan produk teknologi tersebut. Bahkan sekedar ‘cloud’ maupun ‘Internet of Things’ yang saat ini booming, juga nggak bebas dari kepentingan bisnis mata-mata AS.

 

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)

 

 


3 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

    1. Maaf banru jawab. Ya tentu saat tv termoneksi internet. Makanya dibilang dalam mode fake off, alias posisi ofr yg palsu. Mirip mode hibernate dalam laptop. Layar dan sebagian hardware non aktif, tapi processor masih aktif.

      Bwgitu juga mode fake off smart tv samsul ini, mode mati palsu, saat masuk ke mode itu, ada fitur otomatis yg reconnect ke jaringan wifi. Jadi tv dalam keadaan mati, namun online dan mengamati.

      Kurang lebihnya seperti itu.
      Cmiww

error: Content is protected !!