“Telah terjadi berbagai kecurangan dan kejahatan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif dalam proses penyelenggaraan Pemilu 2019,” demikian kesimpulan dari Ijtima Ulama 3 yang dibacakan oleh Yusuf Martak selaku ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama, di Sentul pada Rabu kemarin (1/5).
Solusinya apa?
Hasil pilpres 2019 harus ditolak. Dengan demikian bisa dua opsi yang ditempuh. Pemilu ulang dengan mendatangkan pengawas dari luar negeri yang selama ini kencang mereka suarakan. Atau yang kedua, hasil pilpres tetap dipakai sehingga memaksa ‘ulama Sentul’ untuk menggerakkan people power.
Tapi untuk mengadakan people power, bukan perkara mudah. Sejumlah kendala teknis dan strategis akan ditemukan. Yang bersedia menjadi menyandang dananya siapa? Apakah rakyat akan tergerak untuk mengikuti seruan people power tersebut?
Jangan sampai sudah keluar dana lumayan banyak untuk menggelar people power, tapi nyatanya rakyat nggak ada yang bergerak alias cuma para kampret pemuja nasbung yang ada di lapangan. Bisa rugi bandar, bray…
People power hanya bisa digelar, jika dan hanya jika isu yang diangkat menyentuh nurani rakyat Indonesia. Misalnya isu untuk menurunkan harga sembako saat demonstrasi 1998, bisa dijadikan rujukan bagi suksesnya gerakan people power. Rakyat yang saat itu mengalami kesulitan ekonomi, sangat mendukung aksi tersebut, karena memang sudah menyangkut urusan perut mereka.
Nah, kalo hasil pilpres, apa relevansinya sama urusan perut? “Emang kalo presidennya Prabowo, harga-harga bakal turun, apa,” demikian ucap emak-emak di bilangan Benhil.
Belum lagi merujuk pada hasil survei yang digelar oleh libang Kompas pasca pilpres, bahwa hanya sekitar 3,2% rakyat yang akan ‘menolak’ hasil pilpres 2019 dan hanya 0,6% yang akan mendukung ‘people power’ menolak hasil pilpres. Angka yang sangat tidak signifikan, dan itulah suara yang kerap digaungkan oleh kelompok ulama Sentul.
“Sebenarnya, kelakuan para ulama Sentul, nggak beda jauh dengan Erdogan selaku junjungan mereka,” demikian ucap temanku. “Erdogan yang memimpin Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) di Turki juga punya kelakuan yang sama, kok” tambahnya.
Apa maksudnya?
Pada pemilu kepala daerah (pilkada) yang digelar di Istambul, yang hasilnya diumumkan pada 31 Maret lalu, praktis ditolak oleh partai beraliran Ikhwanul Muslimin tersebut. Ini dipicu karena kekalahan paslon yang mereka usung, yaitu Binali Yildirim atas Ekrem Imamoglu penantangnya.
Hasil pilkada menunjukkan bahwa paslon oposisi dari Partai Rakyat Republik-lah yang akhirnya memenangkan kontestasi tersebut. Dengan hasil tersebut, praktis walikota Istambul bukan lagi kader Ikhwanul Muslimin yang telah menguasai Istambul selama kurang lebih 25 tahun.
Kebayang dong, gimana paniknya Erdogan jika tepat di jantung perekonomian Turki, pemimpinnya bukan lagi kader Ikhwanul Muslimin. Bisa diacak-acak kebijakan Erdogan di wilayah tersebut. Dan ibarat virus, aksi menolak kepemimpinan Islamis yang diusung oleh AKP, bisa tergerus akibat kekalahan AKP di wilayah Istambul. Dan ini tidak boleh dibiarkan.
Dan jurus yang paling jitu untuk dimainkan oleh kelompok Erdogan adalah menolak hasil pemilu karena diduga sarat kecurangan selain membentangkan baliho segede gaban seantero Istambul yang intinya mengucapkan selamat atas ‘kemenangan’ paslon yang mereka usung.
Entah kecurangan yang mana, karena mereka tidak pernah bisa membuktikannya.
Padahal yang membuat warga Istambul berpaling dari paslon yang diusung oleh AKP adalah karena gagalnya Erdogan dalam mengatasi resesi ekonomi di negara Turki. “Warga Turki sudah muak dengan jargon surgawi yang kerap disuarakan oleh kader-kader AKP. Nyatanya kita tetap resesi ekonomi,” demikian ungkap sebuah narsum.
Jadi tahu kan, kenapa kelompok yang di Indonesia kelakuannya sama dengan yang di Turki, karena memang sebenarnya mereka 11-12. Aliasnya, yang boleh menang kontestasi adalah orang-orang mereka saja. Jika kader mereka kalah, maka jargon ‘pemilu curang’ lantang disuarakan dan ujung-ujungnya hasil pemilu wajib ditolak.
Akankah gerakan people power yang makin intens disuarakan jelang pengumuman hasil pilpres 2019 membuahkan hasil? Tak perlu cerdas-cerdas amat untuk menjawabnya.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments