Negeri Mafioso
“Bang, presiden jokowi kan baru lontarin ide untuk kelola dana haji, kok udah pada rame yah? “, begitu tanya seorang adik kelas saya di kampus via whatsapp.
Untuk mengulas dana haji tersebut, kita harus melihatnya secara holistik alias menyeluruh. Maksudnya? Kita harus sadar, kalo di negara ini, banyak sekali yang namanya mafia. Negeri para mafioso tepatnya. Semua serba mafia. Dari pangan hingga migas, semua isinya mafia. Termasuk dana haji, juga nggak luput dari mafia. Masih inget, kan sama mantan menteri agama Suryadharma Ali yang tercyduk tempo hari, gegara menyelewengkan dana haji tersebut?
Dana haji itu jumlahnya cukup fantastik dan menggiurkan. Gimana tidak? Tahun ini saja tercatat per februari sejumlah 93,2 trilyun. Coba bayangin kalo uang tersebut diparkir di deposito atau tabungan dengan bunga minimal 3% pertahun aja, bisa-bisa punya istri kodian jumlahnya bro…joss!! Nah, sambil nunggu waiting list yang lamanya tahunan untuk bisa berhaji, dana haji alias Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) disimpan pemerintah pada 3 instrumen keuangan: Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) alias Sukuk haji, Surat Utang Negara (SUN) dan Deposito Berjangka. Kenapa harus ditempatkan pada ketiga instrumen tersebut? Jawabannya simpel: ketiganya relatif aman dan sangat likuid alias gak beresiko. Jadi kapan-pun butuh, dana bisa cepat dicairkan, plus ada pendapatan investasinya dari bunganya yang bisa digunakan untuk biaya sosial dan pendidikan ummat. Dengan kata lain, dana haji senilai 93,2 trilyun tersebut, setahun paling banter digunakan 5-7% doang untuk urusan haji. Sisanya sekitar 93-95% nganggur alias nggak digunakan. Mau ditaruh dimana? Disinilah letak masalahnya…
Pakde Jokowi melihat sukses pengelolaan dana haji yang ada di Malaysia. Sebagai gambaran, Malaysia mengelola dana hajinya lewat sebuah BUMN Tabungan Haji Malaysia yang bergerak dalam bisnis direct investment yang tingkat resikonya sangat rendah. Contohnya? Bangun jalan tol, bandara, bendungan, sampe perkebunan dan industri. Berdasarkan pengelolaan yang profesional tersebut, pemerintah Malaysia mampu melahirkan puluhan anak perusahaan dari sektor jasa, keuangan sampe property. Kebanyang dong, dengan adanya banyak anak perusahaan terbentuk, jumlah pengangguran pasti berkurang dan kelebihan uangnya bisa dimanfaatkan untuk pembangunan sarana sosial dan pendidikan bagi yang masih kurang mampu alias kismin. Singkatnya semua mendapatkan manfaat dari dana ummat tersebut.
Melihat sukses tersebut, kemudian pakde Jokowi terinspirasi dan melontarkan ide dana haji yang digunakan untuk pembangunan infrasruktur di Indonesia, yah mirip-mirip model Malaysia. Apa yang terjadi? Para mafia penikmat dana ummat tersebut langsung pada kejang-kejang. Sejuta alasan langsung terlontar dari mulai: “Dana haji kan bukan untuk pembangunan.” “Harus ijin sama calon hajinya dulu.” sampe, “Kok tidak sesuai dengan akad hajinya” Cendol dehh…. Padahal kan penggunaan dana haji tersebut sudah dilakukan sejak 2010, utamanya untuk membantu APBN pemerintah yang tempo hari kembang kempis nggak karuan. Nilainya gak tanggung-tanggung bahkan mencapai 40% dana haji. Pertanyaannya: kok kenapa baru sekarang pada rame, sih??
Coba kita lihat, siapa yang bermain ditataran dana haji ini. Anggota Badan Pelaksana Pengelola Keuangan Haji (BPPKH) adalah unsur dari pemerintah (kementerian agama), tokoh ormas dan juga mereka yang terafiliasi dengan partai. Selama ini pengelolaan dana haji sifatnya patgulipat alias rawan ditilep. Artinya selama publik tidak dirugikan, akan aman dari sorotan KPK, karena-kan bukan uang negara. Sebagai gambaran, hampir semua bankir tiap tahunnya melobi BPPKH agar dana haji tersebut dapat diparkirin di bank-nya. Keuntungan yang didapat (dari bunga dll), bagi hasil dehh… Sebagai gambaran, 1% bunga aja, dari 50 trilyun, artinya sudah dapat untung 500 milyar setahun buat pejabat BPPKH. Bisa hore-hore pulak tanpa terlacak KPK… Gilee Ndroo..
“Daripada tuh uang dipake buat kemashlatan ummat lewat pembangunan infrastruktur, tuh duit mending buat kita-kita aja keles..,” pikir para mafia. Singkatnya, isu dana haji yang dilontarkan pakde jokowi langsung digoreng sreng-sreng. Kemudian pasukan siber kremian dan laskar goyang dombret dikasih job dah, tugasnya gampang: buat rusuh. Ongkosnya cukup murah, cukup kasih mapuluh rebu plus nasi bungkus, maka kamera satu-pun action. Yah, kehilangan sekian milyar gak akan ada artinya dibandingkan bunga duit yang puluhan trilyun tersebut. Tujuannya satu: dana haji jangan sampe digunakan untuk kepentingan pembangunan. Tak heran, situasi gaduh seputar pengelolaan dana haji ibarat kentut dalam ruangan ac, ngeri-ngeri sedap gimana gituu..
Menurut analisa saya, dana haji akan terus bisa diupayakan oleh pakde jokowi untuk dapat membiayai proses pembangunan infrastruktur. Alasannya sederhana, dana haji tersebut bisa dikelola secara efektif dan transparan oleh BUMN mandiri karena adanya pengawasan dari KPK dan BPK. Selain itu dana haji tersebut dapat dipakai untuk menekan ongkos perjalanan haji lewat mekanisme bunga yang didapat. Pertanyaannya: apa para mafioso akan tinggal diam? We’ll see…
Betewe, kok alumni kampus sorga 212 nggak ada yang teriak yah sama First Travel karena udah bawa kabur uang jamaah untuk umroh? Ssstt… kan Andika juga alumni kampus surga bro…Oalah…
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments