Narasi Besar?
Oleh: Ndaru Anugerah
Kita tahu bahwa sebelum plandemi merebak di tahun 2019 silam, WEF bermitra dengan BMGF dan Pusat Keamanan Kesehatan John Hopkins dalam menggelar laithan kesiapan tingkat tinggi yang belakangan dikenal sebagai Event 201.
Ajaibnya, sebulan setelah simulasi tersebut, si Kopit yang telah disimulasikan tersebut, beneran nongol ke dunia. Emejing! (https://www.centerforhealthsecurity.org/event201/)
Selama plandemi, WEF kemudian meluncurkan The Great Reset pada Juni 2020 silam, yang kemudian disusul dengan The Great Narrative pada pertengahan November 2021.
Apa sih sebenarnya The Great Narrative (TGN) tersebut?
Istilah TGN sebenarnya bukan barang baru, karena filsuf Perancis yang bernama Jean Francois Lyotard pernah melontarkan hal tersebut dengan istilah meta-narrative. (https://literariness.org/2017/05/25/key-theories-of-jean-francois-lyotard/)
Secara umum TGN alias narasi besar digunakan untuk menarasikan sesuatu agar dapat diterima oleh pihak lain dengan baik. Tanpa narasi, sesuatu yang ingin dilontarkan akan menemui kesulitan untuk dapat diterima oleh pihak lain dengan baik.
Kok bahasa ‘narasi’-nya (untuk mengungkapkan gagasan) sama dengan Anies Baswedan saat pilkada DKI, ya? (https://news.detik.com/berita/d-3802965/anies-sebelum-kerja-harus-ada-gagasan-dan-narasi)
Dengan kata lain, TGN nggak lain adalah pengejawantahan dari The Great Reset (TGR). Agar agenda TGR sang Ndoro besar bisa diterima dengan baik oleh masyarakat dunia, maka TGN dibutuhkan. (https://sociable.co/government-and-policy/wef-klaus-schwab-great-narrative-humankind/)
TGN sendiri diluncurkan oleh WEF pada medio November silam di Dubai, Uni Emirat Arab. Lewat pertemuan selama dua hari, WEF membutuhkan narasi yang baik dalam menyampaikan visi pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan kepada dunia. (https://www.weforum.org/events/the-great-narrative-2021/about)
Apa yang dibicarakan pada 11 dan 12 November silam tersebut?
Di hari pertama, Prof. Klaus Schwab mengatakan, “Kami disini untuk mengembangkan narasi hebat, sebuah cerita untuk masa depan. Dan masa depan adalah milik mereka yang dapat membayangkan, merancangnya dan mengeksekusinya.” (https://www.weforum.org/videos/the-great-narrative-narrating-the-future-english)
Selain itu, materi pembicaraan yang lain menyangkut soal 4IR (The Fourth Industrial Revolution) dan juga metaverse yang diprediksi akan berkembang secara eksponensial.
Wajar, mengingat tanpa adanya 4IR (yang mencakup AI, IoT, Big Data hingga Clouds yang ditunjang oleh jaringan 5G/6G), mana bisa pengawasan digital (digital surveillance) pada manusia dilakukan oleh kartel Ndoro besar?
Lantas, kenapa peluncuran TGN di UEA?
Karena UEA adalah negara pertama yang merespons proyek 4IR milik kartel Ndoro besar. Wajar jika kemudian pusat pengembangan 4IR global, dipusatkan pada negara tersebut. (https://aawsat.com/english/home/article/1701376/uae-inaugurates-center-fourth-industrial-revolution)
Bahkan UEA telah menghabiskan beberapa tahun terakhir guna mempromosikan dirinya sebagai pusat kemajuan dunia digital, khususnya yang berkaitan dengan AI dan robotika. (https://u.ae/en/about-the-uae/digital-uae/artificial-intelligence-in-government-policies)
Sekarang kita tanya: apakah benar blueprint TGR memang dirancang guna mewujudkan tatanan dunia yang lebih baik yang menjunjung tinggi nilai keadilan dan kemanusiaan?
Gampang membuktikannya.
UEA sendiri sebagai pusat 4IR dikenal sebagai negara yang memiliki catatan buruk tentang pelanggaran HAM. Tak sedikit orang ditangkap dengan alasan melanggar hukum syariah hingga pembredelan pers oleh pemerintah UEA. (https://www.hrw.org/world-report/2021/country-chapters/united-arab-emirates#)
Meskipun UEA telah membentuk dewan HAM di negaranya pada 2020 silam, namun nggak berarti negara ini otomatis bebas dari buku hitam pelanggaran hak dasar manusia tersebut. (https://www.dw.com/en/uaes-new-human-rights-institute-genuine-or-joke/a-59061415)
Ambil contoh Uni Eropa yang pada September 2021 silam telah meminta rezim Abu Dhabi untuk membebaskan beberapa aktivis HAM terkemuka yang telah menjadi tawanan di sana. (https://www.aljazeera.com/news/2021/9/17/eu-parliament-urges-uae-to-free-imprisoned-human-rights-activists)
Artinya kan masih banyak aktivis HAM yang masih mendekam di penjara.
Lalu, kenapa para aktivis HAM dijebloskan ke penjara?
Karena pemerintahan Abu Dhabi anti kritik, sehingga apapun yang mengusik pemerintahan langsung direspons secara represif. Bukankah hak mengemukakan pendapat dijunjung tinggi oleh UU karena bagian dari HAM? (https://www.equalityhumanrights.com/en/human-rights-act/article-10-freedom-expression)
Menjadi aneh jika TGN kemudian diluncurkan di UEA kemudian mengklaim akan menciptakan tatanan dunia baru yang lebih inklusif, beragam, berkelanjutan dan berkeadilan. Lha wong di UEA aja pelanggaran HAM masih bejibun. Apa ini konsisten dengan tujuan yang hendak dicapai?
Belum lagi keterlibatan UEA dalam perang yang berlangsung di Yaman. Apakah spirit agresi tersebut mencerminkan semangat menjunjung nilai kemanusiaan? (https://www.middleeasteye.net/news/uae-yemen-conflict-deeply-involved-experts-say)
Aliasnya, ini semua hanya omong kosong.
Atau anda masih tertarik pada semua omong kosong ini?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments