Mengupas Deep State (*Bagian 1)
Oleh: Ndaru Anugerah
Apa atau siapa yang dimaksud dengan deep-state?
Pertanyaan ini banyak dialamatkan kepada saya. Hanya, untuk menjawab pertanyaan tersebut memang butuh waktu yang lumayan banyak dan sudah pasti menyita energi.
Setelah pikir-pikir, demi memuaskan hasrat para pembaca untuk menemukan informasi yang cukup penting ini, saya akan coba untuk membahasnya. Namun karenanya banyak informasi yang akan disampaikan, saya akan pecah tulisan saya kedalam beberapa bagian.
Goyang mang…
Menarik apa yang dikatakan jurnalis investigasi Dana Priest dan William Arkin, “Terdapat dua pemerintahan pada negara AS, yang pertama beroperasi di tempat terbuka, dan yang kedua beroperasi secara rahasia sehingga kita tidak tahu siapa mereka, kecuali Tuhan.” (http://stafair.ristekdikti.go.id/top_secret_america_the_rise_of_new_american_security_state_dana_priest.pdf)
Pernyataan kedua jurnalis tersebut paralel dengan apa yang diungkapkan Mike Lofgren selaku anggota Partai Republik, “Terdapat dua pemerintahan di AS. Yang pertama disebut sebagai puncak gunung es yang terlihat dipermukaan serta dipilih melalui pemilu, dan kedua yang ada di bawah permukaan gunung es tersebut.”
Lofgren menambahkan, “Yang ada di bawah permukaan inilah yang disebut sebagai deep-state yang bergerak secara bebas bahkan dari kontrol pemerintahan yang sah.” (http://readersupportednews.org/opinion2/277-75/22216-a-shadow-government-controls)
Jadi term deep-state itu benar ada, bukan omong kosong. Banyak orang bisa merasakan kehadirannya. Tom Hayden bahkan menyebut deep-state sebagai ‘negara dalam negara’. “Bahkan seorang presiden sekelas Obama nggak bisa mengaturnya,” ungkapnya. (http://www.tikkun.org/tikkundaily/2014/02/28/tom-hayden-on-venezuelas-current-crisis/)
Dengan hadirnya deep-state, maka masyarakat AS terbagi atas 2 kelompok: kelompok 99% dan kelompok 1%. Nah deep-state merupakan kelompok 1% di AS sana, namun mereka ‘terbebas’ dari kontrol pemerintah. (https://www.forbes.com/sites/timworstall/2011/12/14/six-waltons-have-more-wealth-than-the-bottom-30-of-americans/?sh=ef46a0a62f5d)
Nah terus, apa rencana dari deep-state?
Mewujudkan suatu tatanan masyarakat global, dimana hanya beberapa negara adidaya yang akan muncul. Dan untuk tujuan tersebut, dibutuhkan proses yang disebut dengan revolusi industri. (https://is.muni.cz/el/1423/jaro2016/SOC757/um/61816961/Benedict_Anderson_Imagined_Communities.pdf)
Jadi, dari dulu deep-state itu sudah ada, seiring revolusi industri yang kerap mereka jadikan batu pijakan menuju rencana mereka selanjutnya.
Singkatnya, revolusi industri diperlukan oleh deep-state untuk menata ulang dunia secara bertahap demi terwujudnya tatanan dunia baru yang lebih ‘sempurna’. Jadi deep-state adalah globalis yang sudah tentu anti-demokrasi namun parahnya ada pada banyak struktur negara di dunia.
Lalu, siapa yang dimaksud dengan deep-state?
Merujuk pada Lofgren, ada 2 entitas.
Pertama adalah badan-badan intelijen seperti CIA dan NSA yang dilembagakan oleh pemerintah yang sah dan kemudian malah mengontrol balik pemerintah yang sah, dan kedua lembaga swasta Wallstreet yang terdiri atas bank dan firma hukum. (http://www.str-tn.org/the_deep_state_the_fall_of_the_constitution_and_the_rise_of_a_shadow_government.pdf)
Pada tataran teknis Wallstreet akan terkoneksi dengan perusahaan-perusahaan besar, misalnya Big Money, Big Oil, Big Tech dan lain sebagainya. Jadi nggak hanya kelompok bankir yang ada dalam koneksi Wallstreet.
Sebenarnya, Wallstreet tuh apa?
Nggak lain adalah sekelompok bankir yang berkuasa di Wallstreet (dari mulai Rockefeller hingga Paul Walburg) yang berhasil membentuk Federal Reserve System lewat pertemuan rahasia yang digelar di Jekyll Island pada 1910. (baca disini)
Kelak inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya bank-bank sentral di banyak negara di dunia, yang tugas utamanya mengatur pasokan mata uang di suatu negara. Jadi bank sentral ini akan terkoneksi dengan kartel Wallstreet. (https://fraser.stlouisfed.org/files/docs/publications/books/frsorigin1930/frsorigin_warburg_1930v1.pdf)
Namun dalam melakukan pekerjaan utamanya, Wallstreet punya kekurangan. Dalam menjalankan aksi-aksi kartel-nya, mereka nggak punya lengan intelijen yang dapat mem-back up aktivitas mereka yang sangat rahasia.
Untuk keperluan tersebut, akhirnya di tahun 1946, Jenderal Vandenberg selaku Direktur Central Intelligence, mengundang Allen Dulles guna menyusun proposal dibentuknya dinas intelijen bagi AS. Kelak inilah yang jadi cikal bakal CIA yang ada saat ini yang terkoneksi dengan para bankir Wallstreet.
Dulles akhirnya membentuk panitia kecil yang terdiri atas 6 orang, 5 diantaranya merupakan bankir investasi atau pengacara Wallstreet. (https://www.cia.gov/static/0c82137c9d8acba869926996974fc34b/Look-Over-My-Shoulder.pdf)
Setelah semuanya siap, maka Dulles menggandeng William Jackson dan Frank Wisner bergabung dalam dinas intelijen tersebut. Saat itulah Dulles kemudian ditunjuk sebagai Direktur CIA pada September 1953, dengan tugas utamanya menggulingkan rezim Arbenz yang ada di Guatemala di tahun 1954. (http://php7.bluebus.com.eg/cgi-bin/file.php?article=imperial.brain.trust.the.council.on.foreign.relations.and.united.states.foreign.policy.by.shoup.laurence.h.william.minterjuly.20.2004.paperback.pdf&code=196ba1978c3a2ed8f26993a4702d57a4)
Kenapa Jacobo Arbenz harus digulingkan sesuai skenario yang dibuat Dulles dan para bankir Wallstreet lainnya di Council on Foreign Relations New York?
Jawabannya sederhana: karena Presiden Arbenz mengusik bisnis kartel para bankir yang ada di Guatemala. Tambahan lagi Arbenz adalah seorang sosialis. Klop sudah. Akibatnya Arbenz sukses dilengserkan dari singgahsana kepresidenan.
Lantas bagaimana kerjasama kedua lembaga deep-state tersebut selanjutnya?
Saya akan ulas pada bagian kedua nanti.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
Bang, apakah deep state = bilderberg group ?