Kisruh di Korsel
Oleh: Ndaru Anugerah – 09122024
Ada yang menarik di Korea Selatan (Korsel).
Pada Selasa 3 Desember 2024 silam, Presiden Yoon Suk-Yeol mengumumkan pemberlakuan dekrit darurat militer sekitar 11 malam waktu setempat, yang melarang pemogokan, protes dan semua aktivitas politik selain memberlakukan sensor secara menyeluruh.
Dengan adanya darurat militer, maka semua kegiatan politik menjadi ilegal, termasuk aktivitas Majelis Nasional, aktivitas parpol dan juga demonstrasi serta mogok kerja. Otomatis media berada dalam kendali pemerintahan darurat militer.
Sasus beredar, dekrit dikeluarkan setelah Yoon menggelar pertemuan tertutup dengan Menhan Kim Yong Hyun. “Darurat militer sengaja diambil untuk melindungi warga Korsel dari pasukan komunis Korea Utara dan juga untuk melindungi tatanan konstitusional yang bebas,” begitu pungkas-nya.
Nggak hanya itu, sebab Yoon juga menuding Majelis Nasional sebagai surga bagi para penjahat yang berupaya menggulingkan kehidupan demokrasi bebas di Korsel, melalui kediktatoran legislatif. (https://en.yna.co.kr/view/AEN20241203012155315)
Menanggapi seruan presiden, tentara Korsel langsung berjaga di tiap sisi ibukota, dengan posisi siap tempur dalam tugas mengamankan negara.
Ajaibnya, aksi yang dibuat Yoon mendapat penentangan dari Majelis Nasional Korsel (MNK), yang kemudian mencabut dekrit tersebut pada 04:30 pagi. Meskipun gedung MNK dijaga oleh aparat bersenjata, toh mereka berhasil bersidang di dalam gedung Majelis dengan dukungan suara mayoritas di parlemen.
“Darurat militer batal demi hukum dan semua personil tentara dipersilahkan membubarkan diri,” ungkap ketua MNK Won-Sik.
Dengan kata lain, dekrit itu hanya berlaku efekti sekitar 6 jam saja. Tersingkat dalam sejarah Korsel, dan mungkin juga di dunia. Dekrit kok hitungan cuma jam? (https://edition.cnn.com/world/live-news/martial-law-south-korea-intl#cm48qkcu800003b6nvwx8dilr)
Dulu, di tahun 1979, Korsel juga pernah memberlakukan dekrit setelah pembunuhan diktator militer Park Chung Hee. Status darurat militer malah diperluas oleh Chun Doo Hwan pada tahun-tahun berikutnya. Ini mengakibatkan korban tewas, dimana pembantaian di kota Gwangju telah sukses membantai lebih dari 2000 orang aktivis prodem.
Saya pernah bahas hal ini beberapa tahun yang lalu. (baca disini dan disini)
Akibat dekrit tersebut, MNK menyerukan pemakzulan presiden Yoon dari kursi singgahsana. “Kalo presiden nggak mau mundur dari jabatannya secara sukarela, maka kami yang akan memakzulkan,” demikian ancamannya. Makin dramatis saja situasinya.
Memangnya apa yang terjadi di Korsel, sehingga Presiden-nya merilis dekrit yang kontra-produktif tersebut?
Masalah bermula saat pilpres Korsel tahun 2022 silam. Saat itu Yoon Suk Yeol yang merupakan mantan jaksa agung menang pilpres atas pesaingnya yang jadi petahana, Presiden Moon Jae In dengan selisih suara setipis kondom, 0,73% saja. (https://www.wsj.com/articles/south-koreans-to-decide-presidential-race-marked-by-clashes-and-contrasts-11646824084)
Sejak menjabat, Yoon secara teratur mengecam lawan-lawan politiknya dengan kata-kata pedas selain menudingnya sebagai kelompok yang pro-komunis Korea Utara.
Jadi sedikit-sedikit ungkapan antek-antek komunis langsung dilontarkan Yoon jika sudah berhadapan dengan pihak yang nggak sejalan dengan dirinya.
Utamanya, sejak pemilihan legislatif pada April 2024 silam, dimana Partai Demokrat dan sekutunya di parlemen berhasil memegang kendali dengan 175 kursi dari 300 kursi badan yang tersedia.
Meskipun Partai Kekuatan Rakyat dimana Yoon bernaung berstatus sebagai partai berkuasa dengan 108 kursi di parlemen, tapi bukan suara mayoritas di MNK. (https://www.csis.org/analysis/south-koreas-2024-general-election-results-and-implications)
Akibatnya bisa ditebak. Semua kebijakan eksekutif, langsung dianulir oleh kubu legislatif. Dengan posisinya sebagai kubu mayoritas di parlemen, Partai Demokrat dengan gampangnya memblokir dan mem-veto usulan yang diajukan Presiden Yoon.
Termasuk menunda dan memangkas anggaran yang diusulkan pemerintahan Yoon. (https://www.ytn.co.kr/en/news/news_view.php?key=202411211740293217)
Makin ramai-lah situasi di Korsel.
Sebenarnya apa yang terjadi di Korsel sana, sehingga status darurat militer dikeluarkan?
Di seluruh dunia, krisis ekonomi global terjadi. Termasuk di Korsel, yang menyebabkan biaya hidup makin meningkat namun upah riil justru menurun, sehingga kelas pekerja makin sulit memenuhi kebutuhan hidup mereka. (https://www.aljazeera.com/economy/2024/12/5/after-pledging-renewal-south-koreas-yoon-shakes-faith-in-economy)
Situasi ini memicu pemogokan, protes massa dan radikalisasi politik dikalangan kelas pekerja dan kaum muda di Korsel.
Menanggapi situasi ini, maka negara langsung banting setir untuk membuang semua atribut demokrasi dan mengadopsi langkah anti-demokrasi yang paling ekstrim, semisal menerapkan status darurat militer.
Jadi, siapapun pemimpinnya, bakalan angkat tangan menghadapi situasi ekonomi global yang babak belur, utamanya sejak plandemi Kopit menghantam. Nggak terkecuali Presiden Yoon.
Akibat menerapkan status darurat militer simbol keputus-asaan, maka elektabilitas Yoon langsung nyungsep di mata publik Korsel. Bahkan 58,3% publik menginginkan dirinya lengser dari kursi singgahsana-nya. (https://www.washingtonpost.com/world/2024/12/03/what-is-martial-law-south-korea/)
Bisakah seorang Yoon lolos dari lubang jarum dibawah tekanan publik Korsel untuk memecat dirinya?
Mungkin iya, mungkin juga nggak. Meskipun berita terakhir, Yoon berhasil lolos dari mosi pemakzulan dirinya di Parlemen, namun cerita nggak berhenti sampai di situ. (https://www.reuters.com/world/asia-pacific/south-korea-president-yoon-address-nation-ahead-impeachment-vote-2024-12-07/)
Kok bisa begitu?
Karena, bagaimanapun pemimpin Korsel adalah rezim boneka Washington sejak Syngman Rhee berkuasa pasca Perang Dunia II. Jadi, mana mungkin seorang Yoon nggak dapat perlindungan dari AS meskipun telah berbuat konyol? (https://thediplomat.com/2023/05/north-korea-calls-south-korean-president-a-puppet-traitor/)
Menurut saya, situasi di Korsel bakal terus memanas hari-hari ke depannya karena baik Yoon maupun seterunya bakal terus unjuk kekuatan demi menjegal satu sama lain.
Bukankah situasi ini lebih menarik untuk disimak ketimbang nonton drakor?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)