Ketika Tak Lagi Sejalan
Oleh: Ndaru Anugerah
Desember 2013. Presiden Ukraina kala itu – Viktor Yanukovych – memutuskan untuk menentang perjanjian ekonomi dengan Uni Eropa. Dilain pihak Yanukovych malah melanjutkan proses perdagangan dengan mitra tradisionalnya Rusia. (https://www.bbc.com/news/world-europe-25162563)
Keputusan Yanukovych tersebut kemudian memicu gelombang protes massal di seluruh Ukraina.
Inilah yang menyebabkan aksi kudeta di Ukraina pada 20 Februari 2014 yang sukses memaksa Yanukovych melarikan diri ke Rusia. Dan Krimea memisahkan diri dari Ukraina lewat referendum dan bergabung kembali ke pangkuan Rusia pada Maret 2014. (https://www.bbc.com/news/world-europe-29761799)
Kudeta di Ukraina, siapa bermain?
Menlu Rusia Servey Lavrov mengatakan bahwa krisis di Ukraina bisa terjadi karena campur tangan Washington dan Brussels alias AS dan UE. (http://theduran.com/regime-change-in-kiev-remains-the-only-just-option/)
Tuduhan yang dialamatkan Lavrov bukan tanpa bukti, mengingat Barrack Obama belakangan mengakui adanya campur tangan AS dalam kudeta di Ukraina. Caranya? Dengan cara menyokong kelompok fasis sayap kanan Ukraina.
“AS telah bermain pada kesepakatan untuk transisi kekuasaan di Ukraina,” demikian ungkap Obama pada wawancara dengan Fareed Zakuria dari CNN. (https://cnnpressroom.blogs.cnn.com/2015/02/01/pres-obama-on-fareed-zakaria-gps-cnn-exclusive/)
Langkah AS pada Ukraina bukan yang pertama dalam menggulingkan pemerintah yang mbalelo terhadap garis kebijakan Washington. “AS telah banyak melakukannya (aksi penggulingan rezim) di Amerika Latin, Asia, dan Afrika dan menggantikannya dengan pemimpin yang berideologi fasis,” ungkap Timothy Alexander Guzman. (https://sputniknews.com/analysis/201502021017649839/)
Pertanyaannya: apakah hanya karena alasan tidak mau menandatangi perjanjian asosiasi deng UE, kemudian seorang Yanukovych digulingkan?
Tentu tidak, Rudolfo, mengingat ada mitra strategis yang ingin digandeng Yanukovych dalam kancah geopolitik kala itu, yaitu China.
OBOR yang belakangan berganti nama menjadi Belt & Road Initiative (BRI), secara resmi diumumkan oleh pejabat China pada September 2013. Namanya mega proyek, pasti butuh mitra strategis, dong? (https://chinapower.csis.org/china-belt-and-road-initiative/)
Tahu rencana tersebut, maka 2 bulan kemudian Presiden Yanukovych mengunjungi China guna bertemu Xi Jinping. Hasil pertemuan tersebut sukses merayu China untuk mau berinvestasi di Ukraina, dengan rencana investasi sekitar USD 8 milyar.
Kenapa Yanukovych harus terbang ke Tiongkok segala? Ya karena ekonomi Ukraina saat itu sudah hampir bangkrut karena hutangnya telah mencapai USD 15 milyar. Wajar jika dia mencari investasi asing dalam menanggulangi krisis ekonomi di negaranya. (https://www.rt.com/business/ukraine-china-loan-yanukovych-763/)
Sementara Yanukovych menandatangani dokumen kerjasama dengan Beijing, delegasi Ukraina lainnya terbang ke Rusia untuk membahas sektor perdagangan hingga energi. (https://news.trust.org/item/20131204101040-aneuo)
Apa yang diinginkan China dari Ukraina?
China berencana untuk membangun pelabuhan laut di Krimea, dengan total investasi mencapai USD 10 juta. (https://themoscowtimes.com/articles/china-to-resume-investment-talks-on-10bln-port-in-crimea-35977)
Ini dilakukan mengingat Ukraina secara geografis cukup potensial untuk dijadikan pusat transit utama dari jalur BRI yang diusung China, terutama yang menyasar jalur laut. (https://thediplomat.com/2016/03/why-china-is-interested-in-ukraine/)
Coba bayangkan jika kemitraan ini bisa berjalan, siapa yang akan gigit jari karenanya?
Tentu saja lembaga Bretton Woods sekelas IMF dan kreditor Barat lainnya, yang tidak bisa lagi menggunakan kekuasaan mereka untuk menekan pemerintahan Kiev lewat skenario hutang.
Padahal harapannya Ukraina akan kembali berhutang kepada lembaga elite global tersebut dengan segudang syarat yang harus dipatuhi. Didikte, istilahnya.
Sebaliknya, dengan bantuan China, bukan nggak mungkin krisis hutang Ukraina bisa terselesaikan dengan skema investasi.
Ketimbang runyam, AS dan UE kemudian menyiapkan kudeta di Ukraina dengan cara menyokong persenjataan dan juga suntikan dana bagi para pejuang fasis jalanan dan juga tentara bayaran asing guna menumbangkan rejim Yanukovych. (http://theduran.com/regime-change-in-kiev-remains-the-only-just-option/)
Singkat kata, Yanukovych tumbang. Di bawah rejim baru pasca kudeta, Ukraina akhirnya menandatangani kesepakatan dengan UE kembali. Dan kekuatan Barat sukses memisahkan Ukraina dengan Rusia dan mitra Timurnya.
Apakah hanya Ukraina yang diincar oleh AS dan sekutunya? Nggak juga.
Pernah dengan teori Daerah Inti (Pivot Area) yang dikemukakan oleh Halford John Mackinder?
Menurut teori tersebut, Eurasia termasuk Rusia dan sebagian besar Ukraina, perlu untuk ditaklukan untuk mencapai dominasi geopolitik Barat atas Asia atau yang sekarang banyak disebut sebagai wilayah Global East alias New Global South. (https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/07075332.2014.941904?src=recsys&journalCode=rinh20)
Teori Mackinder inilah yang dijadikan landasan bagi AS dan sekutunya untuk berperang dan menduduki negara-negara yang berada pada Pivot Area tersebut, tak terkecuali Ukraina.
Untuk apa? Dalam rangka hegemoni kekuasaan tadi. Jadi semua ada cetak birunya yang saling berkait alias bukan peristiwa saling lepas.
Semoga anda jadi paham jika sampai saat ini wilayah bekas satelit Soviet terus bergolak.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
bang, kenapa china ga ikutan main kotor kayak AS?
Pernah dgr istilah multipolar? Itu alasannya.