Kebohongan Big Pharma (*Bagian 1)


527

Kebohongan Big Pharma (*Bagian 1)

Oleh: Ndaru Anugerah – 24102024

Dalam dunia kesehatan ada asumsi luas (yang diterima sebagai kebenaran) bahwa kolesterol adalah faktor kunci yang dapat memicu penyakit jantung pada seseorang.

Oleh karena itu, agar seseorang tidak terkena penyakit jantung, cara paling ringkas yang diambil adalah dengan mengonsumsi statin yang digadang-gadang dapat menurunkan laju kolesterol seseorang.

Karenanya, bisnis obat statin merupakan kontributor dalam perdagangan obat yang dibesut oleh Big Pharma. Sebagai gambaran, di AS saja pada 2020 silam, margin keuntungannya telah mencapai angka USD 14.1 milyar.

Bahkan di tahun 2027 mendatang, angkanya bakal tembus di USD 17,3 milyar per tahunnya. (https://regenexx.com/blog/statins-are-more-business-than-medicine/)

Angka yang cukup menggiurkan dari segi bisnis, karena dipicu asumsi akan bahaya kolesterol yang dapat memicu penyakit jantung. Dan orang tentu nggak mau kena serangan jantung yang menyebabkan dirinya meninggoy. Termasuk anda, bukan?

Masalahnya, apakah asumsi itu betul?

Awalnya, pada dekade 1960an dan 1970an, dalam dunia nutrisi timbul diskursus yang mempertanyakan penyebab seseorang terkena penyakit jantung.

Dalam menanggapi polemik ini, Prof. John Yudkin mengatakan bahwa penyebab-nya adalah gula yang ditambahkan ke makanan kita yang dilakukan oleh pelaku industri makanan olahan. (https://id.scribd.com/document/323189726/Pure-White-and-Deadly-John-Yudkin-pdf)

Di sisi yang lain, Prof. Ancel Keys berargumen bahwa penyebab sakit jantung adalah lemak jenuh dan kolesterol. (https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/obr.13196)

Ujungnya kita tahu bersama. Keys menang sehingga otomatis pandangan Yudkin sebagian besar ditolak. Sejak itu pandangan Keys menjadi dogma dikalangan nutrisionis se-dunia, bahwa kandungan lemak jenuh dan kolesterol mempengaruhi jantung seseorang.

Bagaimana seorang Prof. Keys punya asumsi demikian?

Selaku nutrisionis, Keys mengklaim telah melakukan penelitian di beberapa negara, antara lain Finlandia, Israel, Belanda, Jerman hingga Swiss yang tentu saja sesuai dengan pilihan-nya. Jadi ini nggak bersifat random karena negara-negara tersebut sudah menjadi target untuk penelitian Prof. Keys.

Dan ini nggak diungkap oleh Prof. Keys.

Ini cukup fatal.

Baru-baru ini, sebuah penelitian acak yang dipimpin oleh Prof. Keys selama 56 bulan yang tidak dipublikasikan terhadap 9 ribu-an orang dewasa yang tinggal di rumah sakit jiwa atau panti jompo, menemukan bahwa mengganti setengah dari lemak jenuh yang mereka makan dengan minyak sayur, nyatanya dapat menurunkan laju kolesterol mereka.

Fakta lainnya, untuk setiap 30 poin penurunan kolesterol tersebut, risiko kematian mereka otomatis meningkat sebesar 22%. (https://www.statnews.com/2016/04/12/unearthed-data-challenge-dietary-advice/)

Artinya apa?

Secara kasar, setiap 1% penurunan kolesterol, maka risiko kematian juga bakal meningkat sebesar 1%. Dan hasil penelitian Keys ini nggak pernah dipublikasikan sama sekali.

Sebaliknya, salah satu dokumen internal industri gula menyatakan mereka telah menyuap para ilmuwan agar menyalahkan lemak/kolesterol sebagai biang kerok penyakit jantung. (https://www.npr.org/sections/thetwo-way/2016/09/13/493739074/50-years-ago-sugar-industry-quietly-paid-scientists-to-point-blame-at-fat)

Mengapa aksi suap dilakukan?

Alasan yang masuk akal adalah karena penyebab seseorang terkena penyakit jantung, bukanlah lemak atau kolesterol tapi karena asupan gula. Dengan demikian pandangan yang dilontarkan Yudkin, benar adanya.

Sayangnya, meskipun pandangan Yudkin benar, toh pedoman medis kita saat ini masih didasarkan pada pandangan Prof. Keys bahwa kolesterol-lah penyebab seseorang terkena penyakit jantung dan bukan asupan gula berlebih pada pangan yang mereka santap.

Bagaimana kita tahu bahwa kolesterol nggak berkaitan dengan penyakit jantung?

Sudah banyak penelitian mengungkapkan hal tersebut.

Misalnya penelitian yang dilakukan Halfdan Petursson dari Norwegian University of Science and Technology pada 2012 silam yang menyatakan bahwa kolestrol bukanlah penyebab penyakit jantung pada seseorang. (https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3303886/)

Atau penelitian yang dilakukan oleh Akira Sekikawa di Jepang pada 2015 silam yang menyatakan bahwa kenaikan kolesterol justru dapat menurunkan angka kematian. (https://academic.oup.com/ije/article/44/5/1614/2594571)

Ada lagi penelitian Uffe Ravnskov yang dipublikasi pada 2018 silam yang menyatakan bahwa Low-Density Lipoprotein Cholesterol bukanlah penyebab penyakit jantung dan pengobatan berbasis statin justru diragukan keefektifan-nya. (https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/17512433.2018.1519391?scroll=top&needAccess=true)

Dengan kata lain, kolesterol tidak berkontribusi terhadap penyakit jantung.

Sebaliknya, seberapa banyak dari anda yang telah mendengar tentang penelitian yang dilakukan oleh Annelies Weverling di tahun 1996 silam.

Memangnya apa isi penelitian Weverling?

Selama 10 tahun dilakukan penelitian (Desember 1986 – Desember 1996), didapatkan hasil bahwa peningkatan 1 mmol/L kolesterol total berhubungan dengan penurunan angka kematian sebesar 15%. (https://www.thelancet.com/pdfs/journals/lancet/PIIS0140-6736(97)04430-9.pdf)

Dengan kata lain, peningkatan jumlah kolesterol, justru mampu menurunkan angka kematian dan bukan sebaliknya.

Ini masuk akal.

Kenapa?

Saat seorang terkena diabetes (yang menyebabkan hati harus memproses terlalu banyak gula), maka hati akan mengubahnya menjadi lemak. Agar lemak tidak menumpuk, maka hati akan menciptakan lebih banyak kolesterol untuk mengangkut lemak tersebut. (https://healthcare.utah.edu/the-scope/health-library/all/2018/08/how-sugar-converts-fat)

Ini berarti, bukan kolesterol yang memicu penyakit jantung, tapi gula.

Lalu bagaimana mekanisme bisnis statin dijalankan Big Pharma?

Kita lanjut pada bagian selanjutnya.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


error: Content is protected !!