Dalam suatu sesi diskusi, ada pertanyaan yang cukup menyentil, “Bagaimana seandainya jika pada pilpres nanti, paslon BOSAN memenangkan kontestasi?
Sebenarnya ini pertanyaan retorik alias nggak perlu dijawab, karena kita semua sudah tahu jawabannya. Namun saya mau sedikit memberikan insight atas apa yang terjadi di AS saat ini.
Seperti kita ketahui bersama, Trump yang diusung olen Partai Republik yang konservatif, berhasil berkuasa di negeri Paman Sam setelah unggul atas Hillary Clinton yang diusung oleh partai Demokrat pada gelaran pilpres AS. Namun sayangnya, langkah Trump tidaklah semulus yang diharapkan. Dia banyak terjegal di kongres/parlemen yang mayoritas dikuasai oleh kubu Demokrat.
Akibatnya, kebijakan sradak-sruduk yang diambil Trump banyak mengalami hambatan. Tak terkecuali ambisinya untuk membangun tembok perbatasan yang memisahkan AS dan Meksiko, yang kemudian mendapat tentangan dari kubu Demokrat.
Demi mewujudkan janji kampanye-nya ‘Make America Great Again’, maka segala kebijakan yang sifatnya konservatif dan serba jadul, harus direalisasikan. Termasuk ide untuk membangun tembok perbatasan tersebut.
Apa alasan utama pembangunan proyek mercusuar tersebut? Untuk melindungi bangsa AS terhadap serbuan pendatang/imigran, terutama yang berasal dari Meksiko. Kenapa harus protektif? Karena ditenggarai para imigran kebanyakan menjadi anggota genk yang kerap buat rusuh di AS selain membentuk jaringan kartel narkoba-nya.
Berbekal pada alasan tersebut, maka untuk melindungi warga AS, pembangunan tembok adalah sebuah niscayaan sebagai solusinya.
Ini bukan proyek abal-abal, tapi proyek spektakuler bahkan dalam kurun waktu perjalanan bangsa AS di muka bumi. Panjang tembok saja diperkirakan mencapai 2000 mil (3000 km) yang akan dibangun dalam kurun waktu 5 tahun dengan bahan-bahan berkualitas alias KW 1.
Estimasi biaya juga nggak kalah set, mencapai angka USD 8-10 milyar. Namun para pakar konstruksi AS memperkirakan angkanya akan membengkak dan tembus pada kisaran USD 30 milyar.
Melihat sinyalemen ini, kubu Demokrat meradang. “Emang dipikir uang nenek moyangnya, apa?” Tak ayal, saat Trump mengajukan anggaran ke Kongres, permintaan tersebut langsung ditampik dengan alasan klasik “Negara lagi nggak punya uang.” Alhasil, kongres hanya sepakat menggelontorkan angka yang jauh dari yang dianggarkan yaitu USD 1,6 miliar.
Dengan anggaran segitu, bisa dapat apa? Maka beranglah Trump dengan sikap Kongres. Singkat kata, karena nggak mendapatkan apa yang diinginkan, Trump buat langkah kontroversial dengan menutup pemerintahan alias government shutdown.
Ini memang bukan pertama kali, namun yang terpanjang dalam sejarah AS.
Akibat penutupan ini, sungguh amat dahsyat. Layanan umum mulai tidak diurus. Sampah berserakan dimana-mana. Kemudian merambat ke beberapa bandara semisal Miami dan Chicago yang mulai tak beroperasi. Siapa juga pelayan negara yang mau kerja, tanpa digaji oleh pemerintah?
Karena hari lepas hari tak ada juga kejelasan dari Kongres perihal dana tembok perbatasan tersebut, maka jurus maut dikeluarkan demi menyokong niatan tersebut. Dipakailah dalil-dalil dari pemuka agama mayoritas sebagai pembenaran.
“Sorga saja dikelilingi tembok, agar tidak semua orang bisa masuk. Jadi wajar dong kalo negara ini juga punya tembok perbatasan?” demikian ungkap pendeta Robert Jeffress dari First Baptist Church, Dallas.
Ajigile.. apa tuh pendeta pernah jalan-jalan ke sorga, kali yak? Terus apa relevansinya menyamakan istilah tembok sorga dengan tembok yang akan dibangun Trump? Walhasil banyak warga AS yang menyesal atas pilihan emosional mereka kepada Trump di pilpres tempo hari. Apa lacur, sesal tentu tak berguna.
Suka atau tidak, cara-cara yang dilakukan Trump sangat mirip yang dilakukan oleh paslon BOSAN. Pakai senjata agama untuk membenarkan segala tindakannya dengan menggerakkan pasukan kampret di lapangan.
Di AS saja yang masyarakatnya sudah maju pendidikannya, isu agama masih bisa dipakai, lha gimana di Indonesia? Kebayang dong, gimana jadinya negeri kita jika seandainya paslon BOSAN memenangkan kontestasi… Pertinyiinnyi: masih pada mau golput, bray?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments