Cadangan Menggiurkan (*Bagian 2)


525

Cadangan Menggiurkan (*Bagian 2)

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada bagian pertama tulisan saya sudah mengulas bagaimana peran pemerintah bayangan dengan memakai lengan pemerintah Inggris dalam menggelar kudeta di Bolivia demi mengejar ‘emas putih’. (baca disini)

Lalu bagaimana keterkaitannya dengan CIA?

Pada Maret 2019, Inggris menggelar event besar di Bolivia yang membicarakan soal keamanan siber bagi institusi keuangan. Acara tersebut dipresentasikan oleh Darktrace, sebuah perusahaan Inggris yang terkoneksi dengan badan intelijen Inggris. (https://www.darktrace.com/en/blog/flying-under-the-radar-how-darktrace-detects-low-and-slow-cyber-attacks/)

Uniknya, Darktrace justru mempekerjakan personel dari komunitas intelijen AS seperti CIA dan NSA. 2 komponen deep-state. (https://www.darktrace.com/en/press/2014/27/)

Coba kita lihat siapa yang bekerja di Darktrace. Ada nama Alan Wade selaku anggota Dewan Penasihat, yang dulunya adalah anggota senior CIA. (https://www.darktrace.com/en/advisory-council/)

Darktrace juga mempekerjakan Marcus Fowler mantan veteran CIA selaku Direktur Ancaman Strategis. Dulunya, Fowler merupakan spesialis CIA untuk oeprasi dunia maya secara global. (https://www.darktrace.com/en/subject-matter-experts/)

Pada event tersebut, Inggris juga menghadirkan lembaga think-tank Chatham House yang wakil presidennya adalah Eliza Manningham Buller yang merupakan mantan direktur jenderal MI5.

Pendonor utama Chatham House adalah Deplu AS, Angkatan Darat Inggris, British Petroleum hingga Chevron. (https://www.chathamhouse.org/about-us/our-funding/donors-chatham-house)

Jadi nggak tepat kalo kita pilah siapa yang bermain dalam kudeta di Bolivia berdasarkan negara secara letterlijk, karena yang sesungguhnya bermain adalah aktor deep-state yang pakai lengan negara.

Seolah-olah ada kepentingan negara Inggris atau AS pada Bolivia, tapi yang sesungguhnya terjadi kepentingan gank kartel Wallstreet yang diperjuangkan dengan memakai lengan intelijen negara.

Ini yang bisa menjawab mengapa perusahaan keamanan siber swasta Inggris kok pakai para veteran CIA/NSA untuk bekerja pada perusahaannya.

Nggak heran Morales langsung tuding bahwa AS dan kroninya sebagai biang kerok kudeta November 2019 pada dirinya. “Ini adalah kudeta terhadap Litium Bolivia,” ungkap Morales. (https://www.aljazeera.com/news/2019/12/25/morales-claims-us-orchestrated-coup-to-tap-bolivias-lithium)

Wajar Morales menuding demikian, karena di tahun 2006 AS juga pernah mendongkel kekuasaannya meskipun gagal. (https://www.opendemocracy.net/en/bolivian-democracy-vs-united-states/)

Sekarang kalo anda lihat ke belakang, jejak CIA banyak ditemukan pada Bolivia.

Anda tahu kenapa seorang Che Guevara bisa ditangkap di Bolivia?

Ya karena CIA membantu pasukan khusus Bolivia untuk menangkapnya. Kelak para prajurit binaan CIA tersebut juga mendukung kudeta yang dilakukan Hugo Banzer di Bolivia. (https://nsarchive2.gwu.edu/NSAEBB/NSAEBB5/)

Langkah Banzer yang bercita-cita memberangus Teologi Pembebasan dari bumi Amerika Latin inilah yang kemudian menyebabkan Uskup Agung Oscar Romero dan para Romo lainnya dibunuh di secara brutal di El Savador. (https://www.ncronline.org/news/world/romero-assassination-case-re-opened-el-salvador)

Atau misalnya anda tahu tentang Kantor Keamanan Publik (OPS) yang merupakan bagian dari USAID yang digunakan oleh CIA guna melatih para polisi di Amerika Latin termasuk polisi Bolivia untuk memerangi gerakan subversi yang ada di negara tersebut.

Memangnya siapa yang menembak mati para pengunjuk rasa damai yang menentang penggulingan Morales, kecuali para polisi yang telah dibina oleh CIA tadi selain para tentara? (https://www.telesurenglish.net/analysis/10-of-the-Most-Lethal-CIA-Interventions-in-Latin-America-20160608-0031.html)

Anda juga bisa lihat dari kelompok paramiliter binaan AS yang ada di Bolivia, misalnya Luis Fernando Comacho. Comacho-lah yang memainkan peran kunci dalam menjalankan kudeta atas Morales. Dan Comacho terkoneksi dengan Rolf Olson yang adalah agen CIA. (https://www.telesurenglish.net/opinion/Its-Now-or-Never-Bolivian-Elite-Destroying-the-Country-20191107-0023.html)

Selanjutnya, jejak CIA juga bisa dilhat pada koneksi LSM prodemokrasi yang ada di Bolivia yang didanai oleh USAID dan NED.

Tugas para LSM tersebut sangat sederhana, yaitu hanya meneriakkan ‘kecurangan’ pemilu kalo capres yang disokong oleh AS keok pada kontestasi. Salah satu yang paling terkenal adalah Yayasan Hak Asasi Manusia (HRF). (https://www.opendemocracy.net/en/bolivian-democracy-vs-united-states/)

Nggak heran saat OAS meragukan hasil pemilu di Bolivia atas kemenangan Morales, kudeta langsung bisa berjalan dengan diamplifikasi oleh LSM-LSM di Bolivia yang menjadi binaan AS. Lha wong OAS sendiri juga dapat ‘arahan’ dari Washington. (https://thegrayzone.com/2018/06/01/oas-anti-venezuela-pro-us-bias-right-wing-hypocrisy/)

Jejak CIA juga bisa dilacak pada media massa yang ada di Bolivia. Tugasnya nggak lain menjelek-jelekan Morales dan menggiring opini publik untuk mendelegitimasi kemenangan Morales pada pemilu 2019. (https://intpolicydigest.org/the-united-states-and-bolivia-propaganda-lies-and-false-flags/)

Dengan demikian, Bolivia yang kaya kandungan litium-nya sudah pasti jadi incaran deep-state untuk ditaklukkan.

Dan rumusnya, jika ada pemimpin yang berani menghalangi proyek lobby Wallstreet, sudah pasti ‘umurnya’ nggak akan lama. Morales adalah buktinya.

Angkat topi atas keberanian seorang Evo Morales.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


2 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!