Bersiap Menyambut Transformasi Pangan (*Bagian 1)


543

Bersiap Menyambut Transformasi Pangan (*Bagian 1)

Oleh: Ndaru Anugerah

Bagaimana skenario kepalaran dan kematian jutaan manusia bisa digelar secara global?

Menarik apa yang dihasilkan dari pertemuan KTT G20 yang berlangsung di Bali pada November 2022 silam. Saat 20 negara berkumpul yang menghasilkan kesepakatan Bali tersebut, ada yang menarik untuk dicermati.

Apa itu?

Seruan transformasi pertanian dan sistem pangan serta rantai pasokan yang berkelanjutan dan tangguh.

Selanjutnya akan ada kerjasama untuk memproduksi dan mendistribusikan makanan yang berkelanjutan guna terciptanya sistem pangan yang adaptif terhadap perubahan iklim. (https://www.consilium.europa.eu/media/60201/2022-11-16-g20-declaration-data.pdf)

Kalo diringkas, maka akan ada sistem perdagangan hasil pertanian berbasis aturan yang inklusif, dapat diprediksi dan tidak diskriminatif guna mencapai pertanian berkelanjutan yang emisi gas rumah kaca-nya nol secara global.

Jadi ada 2-point penting disana, pertanian berkelanjutan dan kondisi nol emisi gas rumah kaca.

Dan kalo kita tarik garis lurus dengan KTT Iklim PBB COP27 yang berlangsung di Mesir, pertemuan tersebut berhasil mengeluarkan resolusi yang bernama FAST alias Food and Agriculture for Sustainable Transformation.

Inilah yang kelak disebut sebagai pola makan berkelanjutan.

Demi mencapai pertanian berkelanjutan dan kondisi net zero carbon, maka pola makan masyarakat global harus diubah dalam bentuk pola pangan yang juga berkelanjutan.

Dan dana untuk merubah pola makan ini sangat besar, karena mencapai USD 1,3 triliun. (https://www.forbes.com/sites/daphneewingchow/2022/11/12/groundbreaking-nutrition-climate-initiative-launched-at-cop27/?sh=3dc1712fc2f6)

Mungkin ada masih belum paham arti dari semua ini.

Saya akan coba terangkan dengan menggunakan bahasa yang sederhana.

Salah satu masalah utama dunia menurut kartel sang Ndoro besar adalah gas rumah kaca (GRK). Dan GRK banyak dihasilkan pada bidang pertanian dan juga peternakan. Untuk itu, maka perlu langkah besar dalam menanggulangi GRK yang dihasilkan bidang pertanian dan juga peternakan.

Caranya?

Anda pernah dengar Farm Animal Investment Risk and Return (FAIRR) Initiative?

FAIRR Initiative adalah koalisi manajer investasi internasional yang bermarkas di Inggris. Fokus utama koalisi ini ada pada risiko dan peluang ESG material yang disebabkan oleh produksi teknak yang terjadi secara intensif.

Siapa saja yang tergabung di koalisi ini?

Sederet nama Big Money ada disitu, dari mulai BlackRock, JP Morgan Asset Management, HSBC, Allianz AZ, Credit Suisse, UBS, Rockefeller Asset Management, hingga Edmond de Rothschild Asset Management. Total ada sekitar 200an lembaga keuangan tergabung disana.

Dan yang mencengangkan, total asset yang koalisi ini kelola mencapai USD 23 triliun. Angka yang fantastik. (https://cerradostatement.fairr.org/about-the-fairr-initiative/)

Dengan asset yang demikian besar, apa program besar dari FAIRR Initiative?

Tentu saja pertanian dan juga energi berbasis karbon (fossil fuel). Ini yang jadi concern koalisi tersebut.

“Belum pernah ada perhatian sebesar ini sebelumnya terhadap pangan dan pertanian (yang diberikan oleh lembaga keuangan ternama dunia),” demikian ungkap Zitouni Ould-Dada sebagai petinggi FAO untuk perubahan ikllim. (https://www.reuters.com/business/cop/cop27-un-food-agency-plan-farming-emissions-launch-by-next-year-after-investor-2022-11-10/)

Jelas saja perhatian, karena memang ada yang dijadikan target, bukan?

Menurut rencananya, dalam waktu dekat, agen pangan PBB akan membuat cetak biru tentang sistem pangan berkelanjutan. Sudah pasti ini ‘pesanan’ dari FAIRR Initiative.

Nggak percaya?

Berdasarkan klaim yang dilontarkan koalisi tersebut, produksi pangan menyumbang sekitar sepertiga emisi GRK sehingga merupakan ancaman bagi sekitar 86% spesies dunia yang kini terancam punah.

Sedangkan peternakan sapi, dituding sebagai biang keladi hilangnya tiga perempat area hutan hujan Amazon. (https://www.reuters.com/business/sustainable-business/exclusive-global-investors-write-un-urge-global-plan-farming-emissions-2022-06-08/)

Untuk menanggulangi ini, FAO akan mendesain pola makan baru yang berkelanjutan dengan cara mengurangi produksi ternak global secara drastic. Wajar, karena sekali lagi menurut FAIRR peternakan bertanggungjawab atas sepertiga emisi metana global.

Kok banyak benar, hingga mencapai angka 33%?

Ya karena emisi metana dihasilkan melalui sendawa yang dihasilkan ternak, pemakaian pupuk kandang hasil dari kotoran ternak, hingga budidaya tanaman yang digunakan sebagai pakan ternak. Jika ditotal jenderal, maka angka sepertiga akan muncul ke permukaan. (https://www.reuters.com/business/sustainable-business/exclusive-global-investors-write-un-urge-global-plan-farming-emissions-2022-06-08/)

Lantas, solusi apa yang ditawarkan untuk mengatasi emisi tersebut?

Tentu saja dengan memberangus ternak global secara besar-besaran guna mencapai pola pangan yang berkelanjutan yang ramah lingkungan. (https://www.reuters.com/business/sustainable-business/exclusive-global-investors-write-un-urge-global-plan-farming-emissions-2022-06-08/)

Jika rencana ini akan dieksekusi dalam waktu dekat, gimana dengan nasib peternak? Bagaimana juga dengan harga daging di pasaran jika supply-nya mulai langka?

Pada bagian kedua, kita akan bahas tentang rencana transformasi pangan ini dengan lebih mendalam.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!