Bankir Itu Bernama Carney
Oleh: Ndaru Anugerah – 17032025
Sejak terpilihnya Trump, sejumlah kebijakan kontroversial mulai digelar AS pada banyak negara. Utamanya menyangkut Perang Dagang.
Masalahnya, jika Perang Dagang yang digelar Trump menyasar musuh potensial AS seperti China dan Rusia, orang masih bisa mahfum. Namun yang berlaku di lapangan nggak demikian adanya.
Trump bahkan menyasar Perang Dagang pada negara-negara Uni Eropa yang selama ini menjadi sekutunya di NATO. (https://www.dw.com/en/donald-trump-tariffs-us-eu-trade-war-v2/a-71911655)
Nggak cukup sampai disitu, karena sebelumnya Trump juga melancarkan Trade War dengan negara tetangga-nya, Kanada (walaupun terkesan janggal), yang selama ini menjadi ‘sekutu’ AS. (https://apnews.com/article/trump-tariffs-mexico-china-canada-trade-cfe1fa82a47f1bca21a82f4b504486c8)
Angkanya juga terbilang spektakuler sekitar 25% tarif impor asal Kanada dan juga Meksiko. Sedangkan untuk China, tarif bea impor-nya malahan cuma 20%.
Apa alasan utama Trump melancarkan perang dagang tersebut?
Nggak lain untuk mempromosikan tarif sebagai alat untuk memaksa kebangkitan industri dalam negeri AS. Dan ini tentu saja selaras dengan MAGA yang dikumandangkan Trump sejak dirinya terpilih nenjadi orang nomor 1 di AS.
Dengan asumsi impor senilai USD 1,3 triliun, maka jumlah tersebut setara dengan 42% dari total perdagangan barang yang dimiliki AS. Dan itu harus direduksi. (https://www.msn.com/en-us/money/markets/trumpcession-the-real-reasons-behind-trump-s-trade-war-and-what-comes-next/ar-AA1ADs6z)
Nggak ada yang salah, sih. Namanya juga kebijakan.
Hanya saja akan ada 2 masalah sebagai imbas kebijakan Trump.
Pertama, harga barang akan tinggi karena adanya tarif impor tersebut. Dan yang kedua, akan ada ‘aksi’ balasan dari negara-negara yang dikenai tarif perang dagang.
Benar saja.
Dalam hal ini, Kanada sendiri telah memberlakukan tarif ‘balasan’ yang lumayan besar, dengan ancaman untuk membatasi ekspor nikel, yang merupakan bahan baku utama dalam manufaktur AS. (https://www.csis.org/analysis/canadian-tariffs-will-undermine-us-minerals-security)
Apa AS nggak bakal pusing jika ini terjadi?
Tapi lupakan semua itu. Kita hanya fokus pada bahasan seputar politik yang terjadi di Kanada belakangan ini.
Menanggapi rencana aksi balasan seorang Justin Trudeau pada AS, ternyata hal itu justru menjadi bumerang bagi dirinya.
Di kalangan internal Partai Liberal tempat Trudeau bernaung, timbul pro-kontra yang cukup tajam, dimana suara mayoritas menghendaki Trudeau mengundurkan diri dari jabatannya karena dinilai salah ambil kebijakan. (https://www.aljazeera.com/news/2025/1/6/why-has-justin-trudeau-resigned-and-whats-next-for-canada)
Belum lagi suara rakyat Kanada yang juga menghendaki dirinya lengser sejak setahun yang lalu karena dianggap nggak kompeten. (https://abacusdata.ca/canadian-politics-abacus-data-post-freeland-resignation/)
Hal itulah yang membuat seorang Trudeau akhirnya (terpaksa) turun dari jabatannya setelah 9 tahun memimpin Kanada.
Lalu siapa yang menggantikan posisi-nya sebagai perdana menteri Kanada?
Tentu saja Mark Carney, yang sebelumnya secara aklamasi terpilih menjadi pemimpin Partai Liberal. (https://www.reuters.com/world/americas/canada-liberals-announce-trudeaus-successor-midst-us-trade-war-2025-03-09/)
Lalu siapa sosok Carney?
Bagi yang aktif mengikuti geopolitik, sosok Carney bukan orang baru.
Berdasarkan rekam jejaknya, Carney pernah menduduki sejumlah posisi strategis perusahaan besar yang berkaitan dengan kartel sang Ndoro besar, dari mulai Goldman Sachs, Bank of England, Bank Sentral Kanada hingga Utusan Khusus PBB untuk Aksi Iklim dan Keuangan.
Selain itu, Carney sendiri merupakan sosok yang terkoneksi dengan WEF dan merupakan bagian dari Council dari Inclusive Capitalism yang digagas oleh Vatikan. (https://www.ncregister.com/news/9-things-to-know-about-mark-carney)
Bisa dikatakan bahwa Carney adalah seorang bankir yang minim pengalaman politik, namun di-endorse oleh kartel Ndoro besar untuk bisa memimpin.
Apakah Carney terpilih untuk memimpin Partai Liberal adalah sebuah kebetulan belaka?
Apakah Carney yang sama, yang diproyeksi akan terpilih untuk memimpin Kanada pada pemilu mendatang, hanya merupakan sebuah keniscayaan semata? (https://www.nytimes.com/2025/03/10/world/canada/canada-election-takeaways.html)
Itu tentu terlalu retorik untuk ditanyakan.
Pertanyaan selanjutnya: apa kebijakan politik yang akan diambil Carney jika dirinya berkuasa?
Dengan referensi track record yang dimiliki-nya, tentu saja semua kebijakan Carney bakal berorientasi pada proyek besar sang Ndoro yang telah meng-endorse dirinya.
Masa iya kacang lupa sama kulit-nya?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)