Akal-Akalan Sang Naga


514

Sesungguhnya, tertangkap tangannya Billy Sindoro selaku Direktur Operasional Lippo Group bersama Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan 9 orang lainnya dalam kasus suap izin proyek Meikarta, bukanlah hal yang mengagetkan.

Kenapa?

Karena kalo mau pakai cara normal dan minta izin ini itu, kapan tuh megaproyek Meikarta bisa digelar? Padahal iklannya sudah demikian masif dan bombastiknya memenuhi ruang media digital maupun elektronik.

Fasilitas yang ditawarkan juga tidak main-main. Ada 7 mall yang akan dibangun, RTH seluas 100 hektar, 3 kampus, 15 sekolah, rumah sakit, hotel, conventional center plus riset industri yang mirip-mirip Silicon Valley. Palugada pokonya, alias apa yang lu perlu, kita ada…

Konon, Meikarta digadang-gadang sebagai kota modern masa depan yang kelak akan mengalahkan Jakarta sebagai ibukota. Pernyataan ini saja sudah cukup buat gerah para naga lainnya sebagai kompetitor pengembang di bidang property. Harapan mereka, “Kalo bisa tuh proyek nyungsep.”

Untuk dapat membangun Meikarta sebagai kota modern terlengkap fasilitas maupun infrastrukturnya se-Asia Tenggara seperti yang didengung-dengungkan James Riyadi sebagai pemilik Lippo Group, butuh banyak perizinan yang harus dipenuhi.

Ada izin lingkungan alias amdal, izin lalu lintas air, izin perlimbahan sampai izin konstruksi. Dan semua harus dipenuhi, jika Lippo Group ingin mewujudkan mimpinya tersebut.

Bukan barang baru, bila untuk mendapatkan izin-izin tersebut dari lembaga yang berwenang, butuh waktu dan biaya yang nggak sedikit. Apalagi Meikarta bisa dianggap sebagai proyek strategis, yang ujung-ujungnya bukan hanya melibatkan kabupaten Bekasi, tapi juga rekomendasi dari Propinsi Jawa Barat.

Kok bisa dianggap proyek strategis? Ya karena luas lahan yang akan digarap bukan lagi tingkat kelurahan atau kabupaten, tapi sudah scope nasional.

Tambahan pula, proyek ini diklaim mengintegrasi proyek pemerintah. Coba perhatikan apa yang dijual Meikarta sebagai icon-nya? tak lain adalah proyek infrastruktur pemerintah, dari mulai tol layang Cikampek, LRT, kereta api cepat Jakarta-Bandung, pelabuhan Patimban plus Bandara Kertajati.

Wajar aja, namanya juga jualan. Padahal tuh proyek infrastruktur bukan Lippo Group yang bikin.

Singkatnya, makin panjanglah proses yang harus dilalui Group Lippo sebagai penggagas kota masa depan tersebut. “Jika harus melalui jalan normal, bisa-bisa keburu Indonesia bubar,” demikian pemikiran sang Naga. Mau tak mau, jalan pintas non-tol pun harus digelar, yaitu aksi suap yang melibatkan uang receh tapi hasilnya bisa cepat didapat.

Modusnya? Pasang orang yang biasa melakukan upaya suap. Akhirnya dipasanglah Billy Sundoro, sebagai orang yang ‘kompeten dibidangnya’. Kalopun nanti si Billy tercyduk, maka nama besar Riyadi tidak akan dioprek-oprek oleh pihak yang berwajib.

Bagi pihak pemkab Bekasi, uang receh para naga adalah kue yang amat lazis untuk diperebutkan. Namun naas, syahwat itu keburu diendus pihak KPK dengan OTT-nya.

Dan seperti bisa ditebak, pemilik Lippo Group akan cuci tangan pada kasus ini. “Lha yang garap Meikarta kan PT. Mahkota Sentosa Utama, anak perusahaan Lippo. Kenapa saya yang disasar?”

Tindakan ngeles kayak bajaj tersebut sih sah-sah saja. Namun James lupa kalo perusahaannya sudah masuk bursa saham. Akibatnya bisa ditebak, kepercayaan investor kepada group Lippo menyangkut Good Corporate Governance langsung melorot.

Invostor langsung bereaksi negatif dengan melepas saham-saham Lippo yang dimilikinya sebagai imbas kasus Meikarta. walhasil, saham Lippo Cikarang Tbk anjlok 1,88% alias Rp. 1.305 per lembar saham. Lippo Karawaci juga nggak kalah set, anjlok 1,46% menjadi cuma Rp. 270 per saham-nya. Begitupun dengan perusahaan-perusahaan Lippo lainnya.

Secara umum, saham Lippo yang sudah seharga kacang goreng, makin digilas oleh kasus Meikarta.

Dan diujung sana, para naga lainnya hanya bisa tertawa gembira menyambut skandal yang menimpa Meikarta.

“Aduh gimana nasib gue yah? Mana udah beli 2 apartemen di Meikarta, lagi,” demikian keluh teman saya. Kalo sudah begini, apa masih bisa kita berkata: “Aku mau pindah ke Meikarta?”

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!