Terus terang, selaku mantan aktivis 90an, saya tipikal orang yang nggak mudah percaya sama yang namanya pemilu. Bagi saya, pemilu adalah alat legitimasi para pemilik modal untuk mendapatkan dukungan secara formal dalam bentuk suksesi kepemimpinan. Karenanya, golput jadi pilihan.
Takut rasanya diri ini untuk memilih. Alih-alih pilih pemimpin yang menyuarakan suara rakyat, taunya malah dapat kucing garong. Amannya, mending gak nyoblos, pada setiap gelaran pemilu. Sampai kapan? Sampai saya dapat gambaran calon ideal sebagai pemimpin negeri ini.
Sikap saya akhirnya mulai bergeming, manakala saya melihat figur yang jauh dari sifat ‘wah’ tapi lebih keliatan sebagai sosok ‘wong ndeso’. Sejauh penilaian saya, dia adalah sosok pemimpin yang baik. Setidaknya dia tidak korupsi. Karena asal muasal korupsi adalah kejujuran. Dengan kata lain dia adalah pemimpin yang jujur, yang diperlukan negeri ini.
“Memang apa bang, kriteria pemimpin yang baik?”
Pemimpin yang baik itu ibarat pohon. Pohon yang baik, pasti akan menghasilkan buah-buah yang baik. Sebaiknya pohon yang tidak baik, akan menghasilkan buah reject. Yang baik akan menghasilkan yang baik pula. Begitupun sebaliknya.
Mengapa bisa demikian? Karena apa yang ada dihati seseorang, akan terwujud dalam tindakan.
Itu sudah ketentuan baku dari sananya.
Singkatnya, pemimpin yang baik, akan menghasilkan sesuatu yang baik bagi orang-orang yang dipimpinnya.
Saya jadi teringat pada sebuah acara Reality Show yang bertajuk The Apprentice yang dibawakan oleh Donald Trump, sebelum dia menjadi presiden AS. Ketika ada seorang apprentice yang mengikuti programnya tidak menghasilkan apa yang Trump inginkan, maka dia akan berkata: “You are fired!”
Fired berasal dari kata fire, yang berarti api. Dengan penambahan akhiran –ed, maka kata fired jadi bentuk pasif yang berarti ‘dibakar’. Jaman dahulu, ranting buah yang tidak menghasilkan, maka akan dibakar. Dari sinilah ungkapan ‘you are fired’ bermula. Artinya, anda dipecat karena tidak berguna lagi bagi perusahaan.
Lantas, apa kaitan pemimpin yang baik dengan ungkapan tersebut?
Pemimpin yang baik, akan berupaya semaksimal mungkin untuk tidak dipecat oleh rakyatnya. Untuk itu, diktum yang ada pada dirinya cuma: Kerja-Kerja dan Kerja. Bahwa untuk menjadi pemimpin yang baik, kerja lah yang diutamakan, bukan manis katanya.
Setidaknya ada tiga ciri utama seorang pemimpin yang baik.
Pertama, dia menjaga agar apa yang diucapkan selaras dengan tindakannya alias walk the talk. Artinya kalo dia bilang kerja, yah dia harus kasih contoh kerja yang baik bagi bawahannya. Kalo cuma bisa nyuruh, itu mah namanya Boss. Bukan pula yang bisa berkata: “Katakan tidak pada korupsi” eh taunya malah kesandung kasus korupsi dikemudian hari.
Yang kedua, dia tidak memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan dalam memangku jabatan. Kalo dia jadi manager, dia nggak akan bersikap semena-mena pada bawahannya. Kalo dia jadi presiden, jangan pula anak-anaknya dikasih jabatan penting apalagi nikah terus pakai fasilitas negara.
Singkatnya, prinsip aji mumpung tidak ada pada dirinya. Dia tidak akan bersikap egois, yang hanya memikirkan dirinya atau keluarganya, untuk kemudian mengorbankan kepentingan orang banyak.
Dan yang terakhir, dia punya jiwa pelayan. Yah karena pemimpin itu sebenarnya ‘jongos’ bagi orang banyak yang dipimpinnya. Untuk bisa menjadi pelayan yang baik, maka dia harus rendah hati dan mau mendengar keluh kesah rakyat. Pemimpin yang mau model gini yang sedikit orang punya.
Bukan pemimpin yang dikit-dikit curhat di depan rakyat dengan berkata: “Saya prihatin…” Itu pemimpin apa banci kaleng?
“Terus kira-kira pilpres 2019, kita harus pilih siapa, Bang,” demikian tanya junior diujung sana. Dari ulasan ini, saya harap kita bisa sama-sama menyimpulkannya.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments