Sejak Kapolri dipegang oleh Tito Karnavian, setidaknya banyak peristiwa penting yang dianggap sebagai gerakan untuk ‘memakzulkan’ Jokowi dari tampuk pimpinan nasional, selalu berhasil digagalkan olehnya. Tercatat yang paling masif adalah serbuan bani kampret dengan angka togel berjilid andalannya.
Bukan itu saja. Keamanan dalam negeri boleh dikatakan relatif aman dibawah kepemimpinan beliau. Mungkin saking kesalnya terhadap institusi kepolisian, sampe-sampe sasaran teror sempat beralih ke aparat kepolisian dengan teror bom-nya beberapa bulan yang lalu.
Mengenai hubungan baik yang berhasil dijalin Polri dengan institusi TNI, peran Tito juga layak diacungkan jempol. Ini bukan tanpa sebab, mengingat kemesraan hubungan TNI dan Polri sempat merenggang saat Jendral Gatot menjabat sebagai panglima TNI. Belum lagi kemesraan Polri dengan dengan institusi KPK.
Bisa dibayangkan tanpa peran strategis Tito, apa jadinya kondisi Pakde saat menghadapi manuver kubu oposisi. Dapat disimpulkan, langkah Pakde meletakkan Tito pada posisi itu adalah hal yang tepat.
Namun, kubu kampret sangat tidak nyaman dengan kondisi ini. “Kalo terus-terusan Tito jadi Kapolri, bisa bangkrut berjamaah, kita.” Demo bakal gagal digelar, nasbung tidak beredar dan ujung-ujungnya makelar politik gagal mengkais keuntungan dari bisnis pengerahan massa tersebut.
Padahal, aksi pengerahan massa adalah senjata pamungkas yang cukup diandalkan untuk menggoyang posisi Pakde, ditengah sepinya prestasi yang bisa digadang-gadang dari kubu sebelah.
Maka skenario mulai dirancang untuk mengoyak solidnya hubungan Jokowi dan Tito. Caranya? Dengan mengangkat kasus usang yang berjudul Buku Merah.
Buku Merah adalah buku catatan bank yang dirilis oleh Kumala Dewi Sumartono, seorang karyawan dari CV Sumber Laut Perkasa, perusahaan milik Basuki Hariman. Basuki adalah orang yang dicokok KPK karena kedapatan menyuap Patrialis Akbar selaku hakim MK terkait suap impor daging.
Adalah Indonesialeaks yang menduga adanya aliran dana dari Basuki ke tangan Tito saat menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya.
Apa itu Indonesialeaks? Ini adalah free digital platform yang berusaha menyajikan pemberitaan yang berimbang untuk konsumsi publik. Teknisnya, sebelum merilis sebuah berita dari berbagai sumber, Indonesialeaks mengadakan investigasi selama 6 bulan, sebelum disajikan sebagai konsumsi publik.
Nah, Indonesialeaks menduga ada kejanggalan di Buku Merah tersebut. Menurut laporannyanya, ada sekitar 15 halaman yang sengaja dirobek oleh 2 penyidik KPK, yaitu Kombes Roland Ronaldy dan Komisarus Harun saat OTT terjadi.
“Ada rekaman CCTV-nya, dimana kedua orang tersebut tengah merobeknya,” demikian kilahnya. Kejanggalan lainnya adalah saat kedua penyidik KPK tersebut ditarik ke mabes Polri. Alih-alih mendapatkan sanksi, eh keduanya justru mendapat kenaikan pangkat.
Serta merta, aroma persekongkolan-pun santer berhembus.
Nah, tahu sendiri kan, kalo tahun ini adalah tahun politik. Hoax aja bisa cepat menyebar apalagi laporan yang beginian. Jadilah ini sebagai entry point untuk menggoyang posisi Tito.
Kita lihat, siapa saja yang bereaksi keras atas temuan IndonesiaLeaks?
Pertama Bambang Widjojanto, selaku Ketua Komite Pencegahan Korupsi DKI yang sudah tentu masuk barisan BOSAN. Kedua, Tempo.co selaku pihak media. Dan ketiga, siapa lagi kalo bukan Amien Rais. “Copot Tito!” demikian teriaknya, ditengah ketar-ketir nasib dirinya saat dipanggil pihak Polri terkait kasus hoax Ratna Sarumpaet.
Lantas, apakah temuan IndonesiaLeaks benar adanya? Coba kita telusur.
Kalo benar IndonesiaLeaks mengklaim bahwa dugaan mereka akan adanya upaya penghilangan barang bukti lewat rekaman CCTV, kenapa mereka nggak ungkap bukti-bukti itu ke publik?
Kedua, apakah IndonesiaLeaks pernah melakukan cover both side terhadap kasus ini? Kalo sudah, apakah IndonesiaLeaks mendapatkan bukti yang menyatakan keterlibatan Tito pada kasus suap tersebut? Karena dalam hukum, diktum yang berlaku: siapa yang mendalilkan, dia juga yang harus membuktikan.
Kesimpulannya, ini adalah upaya akal-akalan untuk menggoyang Tito yang terkenal sebagai ‘polisi lurus’ selain sebagai loyalis Jokowi.
Padahal jauh-jauh hari, pihak KPK dibawah pernyataan Agus Rahardjo, membantah keras hasil temuan IndonesiaLeaks. “Tidak ada perusakan alat bukti,” ungkapnya. Dan dengan demikian, harusnya case-closed.
Tapi kasus kenapa terus diperpanjang?
Yah itu tadi. Niat untuk mengkudeta Tito harus segera dimainkan. Kalo nggak permainkan akan makin sulit dan sulit, karena selalu gagal maning. Akan-kah upaya menggelar kasus Cicak vs Buaya kembali, dapat berhasil?
Ditengah pro-kontra akan kasus Buku Merah, pihak Tempo.co selaku salah satu pembesut kasus ini, sudah menang banyak. Karena traffic di media online mereka otomatis terdongkrak, sejak kasus ini menjadi viral dikolong jagat media sosial.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments