Skandal SWF


504

Skandal SWF

Oleh: Ndaru Anugerah – 05032025

Juli, 2016. Departemen Kehakiman AS menyatakan bahwa korupsi yang terjadi pada 1MDB di Malaysia sebagai kasus kleptokrasi terbesar dalam sejarah. (https://www.justice.gov/archives/opa/pr/united-states-seeks-recover-more-1-billion-obtained-corruption-involving-malaysian-sovereign)

“Kami meminta perampasan dan pemulihan aset senilai lebih dari USD 1 miliar yang terkait dengan konspirasi internasional dalam pencucian uang dari dana kekayaan negara Malaysia,” demikian ungkap Jaksa Agung Loretta Lynch.

Dalam dakwaannya, para anggota konspirasi global yang terdiri atas pejabat di 1MDB, kerabat mereka dan rekan/kolega lainnya, diduga mengalihkan lebih dari USD 3,5 miliar dana 1MDB ke kantong pribadi mereka.

Modus penggarongan tersebut bisa menggunakan dokumen dan pernyataan palsu, guna mencuci dana jumbo melalui transaksi rumit dan perusahaan cangkang palsu dengan rekening bank yang berlokasi di Singapura, Swiss, Luksemburg dan AS.

Apa yang sebenarnya terjadi dengan 1MDB sehingga dianggap sebagai kasus penggarongan terbesar oleh Department of Justice AS?

Sejak memenangkan pemilu Malaysia di tahun  2009, Najib Razak membuat gebrakan di negeri Jiran tersebut. Salah satunya adalah dengan mendirikan 1Malaysia Development Berhad yang merupakan Sovereign Wealth Funds.

Apa tujuannya?

Membuat Malaysia menjadi negara yang gemilang gemah ripah loh jenawi. “Building A Brighter Malaysia” kurleb begitu tag yang diusung-nya. (https://web.archive.org/web/20141019093555/http://www.graduan.com/article/view/128)

Singkatnya, Najib berniat mengubah Kuala Lumpur menjadi pusat keuangan dan meningkatkan perekonomian melalui investasi strategis.

Nggak ada yang salah dalam hal ini. Malah sungguh mulia cita-cita Tuan Najib.

Masa iya membangun negara adalah perbuatan salah yang bertentangan dengan hukum?

Pada awalnya, semua berjalan sesuai rencana. Payung hukum ada, lembaga keuangan terbentuk dan dana-pun digalang.

Masalah mulai muncul di tahun 2015 setelah 1MDB gagal membayar sebagian dari USD 11 miliar yang menjadi utangnya kepada bank-bank dan juga pemegang obligasi. (https://www.reuters.com/article/malaysia-1mdb-debt-idUSL3N0UL3LK20150106)

Tambah kusut lagi saat Wall Street Journal melaporkan dalam salah satu laporan-nya di tahun 2015, tentang jejak dokumen yang diduga mencapai hampir USD 700 juta dari dana 1MDB ke rekening bank milik Najib. (https://graphics.wsj.com/1mdb-decoded/)

Atas laporan tersebut, AS lewat Departemen Kehakiman-nya bereaksi keras. “Rakyat Malaysia (telah) ditipu dalam skala besar,” begitu ungkap Andrew McCabe selaku pejabat FBI dalam konpers. (https://www.theguardian.com/world/2016/jul/28/1mdb-inside-story-worlds-biggest-financial-scandal-malaysia)

Siapa yang menipu?

Walau nggak menyebutkan secara eksplisit, tentu saja yang jadi sasaran tembak AS kala itu adalah orang nomor 1 di Malaysia, yang juga memegang jabatan kunci di 1MDB.

Sontak, pernyataan yang dilontarkan AS membuat Malaysia meradang, mengingat selama ini Malaysia adalah mitra penting AS dalam perang melawan terorisme.

Kalo anda tahu UU Pencegahan Terorisme (POTA) yang disahkan oleh pemerintahan Malaysia di tahun 2015, yang memungkinkan otoritas negara tersebut untuk menahan tersangka teror tanpa diadili selama 2 tahun, anda pasti tahu betapa ‘mesra-nya’ hubungan AS dan Malaysia. (https://www.bbc.com/news/world-asia-32194636)

“Klaim tersebut tidak berdasar. Perusahaan sama sekali nggak pernah memberikan uang kepada perdana menteri,” begitu sangkalan yang diberikan 1MDB.

Sangkalan serupa juga dilontarkan pihak Najib yang mengklaim nggak pernah terima dana publik dari pihak 1MDB atau lain-nya.

Yah, mana ada cerita-nya maling ngaku? Penjara bisa penuh, donk.

Bukan itu saja. Najib juga menuduh kritikus terkeras-nya Mahatir Mohamad yang sengaja menggunakan skandal tersebut sebagai sarana sabotase politik atas pemerintahannya. (https://www.bbc.com/news/world-asia-33684987)

Demi menjaga marwah pemerintahannya, Najib lalu menggelar investigasi atas laporan AS dan menunjuk jaksa agung baru dalam memimpin penyelidikan tersebut.

Hasilnya?

Setelah menggerebek kantor 1MDB di tahun 2015 dan mengambil beberapa dokumen, Najib dinyatakan bebas dari tuduhan gratifikasi oleh kejaksaan agung Malaysia. (https://www.bbc.com/news/world-asia-35407017)

Sialnya, apa yang diputuskan Kejagung Malaysia, nggak paralel dengan otoritas asing.

Singapura, misalnya. Hanya beberapa bulan setelah keputusan tersebut malah memerintahkan bank BSI Swiss untuk ditutup di Singapura, karena telah melanggar undang-undang pencucian uang yang terkait dengan kasus 1MDB. (https://www.swissinfo.ch/eng/business/deficiencies-_criminal-case-opened-against-bsi-bank-over-1mdb-fund/42174962)

Merespon hal ini, pihak berwenang Swiss malah membuka proses pidana terkait 1MDB atas dugaan korupsi pejabat publik asing, pengelolaan kepentingan publik yang tidak jujur dan pencucian uang. (https://www.admin.ch/gov/en/start/dokumentation/medienmitteilungen.msg-id-61315.html)

Jadi ada bukti pelanggaran, makanya otoritas asing bereaksi.

Mungkin tahu gelagat nggak benar, rakyat Malaysia yang telah frustasi akibat meningkatnya beban hidup, kemudian menggelar aksi unjuk rasa dengan turun ke jalan dengan satu tuntutan: pengunduran diri PM Najib. (https://www.aljazeera.com/news/2016/11/19/thousands-demonstrate-against-scandal-hit-malaysia-pm)

Bukannya berbenah, pemerintah malah berlaku agresif terhadap pengunjuk rasa selain membredel pers yang kritis terhadap pemerintah. Selain itu, pemerintah malah menggelar demo tandingan untuk meng-counter aksi menentang Najib.

Singkat cerita, skandal 1MDB sukses menghempas Najib pada pemilu Malaysia yang berlangsung di tahun 2018 silam. (https://www.reuters.com/article/us-malaysia-politics-najib-insight/the-week-that-malaysian-leader-najibs-world-fell-apart-idUSKCN1IG148/)

Dan Najib dinyatakan bersalah atas skandal garong berjamaah tersebut, sehingga diganjar 12 tahun penjara atas aksinya. Hukuman yang terlalu ringan bagi para penggarong uang rakyat. (https://www.theguardian.com/world/2020/jul/28/1mdb-scandal-najib-razak-verdict-malaysia)

Bagaimana aksi tipu-tipu dijalankan Najib?

Dengan cara mengandeng rekan strategis. Salah satunya adalah Richard Gnodde selaku kepala eksekutif operasi internasional Goldman Sachs.

Belakangan, Goldman telah terbukti membantu mengumpulkan dana sekitar USD 6,5 miliar untuk 1MDB, lalu merampoknya. (https://www.theguardian.com/world/2018/oct/25/1mdb-scandal-explained-a-tale-of-malaysias-missing-billions)

Bukankah Goldman Sachs adalah salah satu kartel sang Ndoro besar?

Aksi penggarongan juga dilakukan dengan modus membeli aset pembangkit listrik dan energi lainnya baik yang ada di Malaysia maupun yang ada di TimTeng, membeli sejumlah real estat, tas tangan branded, hingga mendanai film Hollywood dan tentu saja capital flight. (https://www.theguardian.com/film/2016/apr/02/wolf-of-wall-street-malaysian-money-trail-fbi-investigation)

Apa yang bisa disimpulkan?

Bahwa yang namanya duit (apalagi jumlahnya sangat besar), sudah pasti sarat kepentingan. Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci-nya agar bisa mengelola dana jumbo tersebut.

Masalahnya, kalo sudah pegang duit jumbo, apakah mau pejabat bersikap transparan?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


error: Content is protected !!