Serangan Strasbourg


512

Selasa (11/12) sekitar malam hari, seorang pria dengan berteriak “Allahu Akbar” melepaskan tembakan ke kerumunan di dekat pasar Natal yang tengah dijejali ribuan pengunjung di dekat Place Kleber, Strasbourg, Paris, Perancis. Sebanyak 3 orang tewas dan 12 orang lainnya terluka, 6 diantaranya cedera serius.

Ini bukan cuplikan film di bioskop. Ini adalah kronologi penembakan yang terjadi Strasbourg, Perancis, ditengah antusias warga menyambut perayaan natal.

Pihak kepolisian akhirnya melakukan pengejaran dan pelakunya berhasil ditembus timah panas, dan klepek-klepek, tewas ditempat. Pelakunya adalah Cheriff Chekatt.

Chekatt yang lahir di Strasbourg, memang dikenal sebagai sosok yang berafiliasi pada teroris Islamis. Bahkan menurut catatan kepolisian, dia masuk Fiche S, yang berisi daftar orang-orang yang diawasi karena bisa menjadi ancaman potensial terhadap keamanan nasional.

Menindak lanjuti aksi Chekatt, kantor berita ISIS, Amaq, mengklaim bahwa Chekatt adalah “prajurit Negara Islam” yang menjalankan operasi guna menarget warga sipil negara-negara Eropa.

Perancis berduka, dan menara Eiffel melakukan aksi pemadaman lampu beberapa saat, guna melakukan penghormatan terhadap para korban penembakkan.

Ngapain ISIS menyasar Strasbourg? Ada apa disana?

Sebenarnya Strasbourg bukan yang pertama kali menjadi sasaran serangan jihad, Tahun 2002, pasar Natal pernah jadi target serangan Al-Qaeda pada malam pergantian tahun, walaupun gagal. Jadi sasaran bulan-bulanan kelompok jihadis.

Selain merupakan kota dimana terdapat salah satu pasar Natal tertua di Perancis, Strasbourg merupakan lokasi resmi parlemen Eropa. Saat serangan itu terjadi, parlemen sedang bersidang.

Parlemen Eropa belakangan merasa ‘kecolongan’, perihal senjata dan amunisi Eropa kerap ditemukan di markas-markas jihadis yang berafiliasi ke ISIS yang berlokasi di Suriah, selain senjata dan amunisi dari AS dan Israel.

Kalo AS dan Israel, tentu sudah mahfum karena memang  kedua negara tersebut mati-matian ingin menumbangkan rejim Assad. Lain halnya dengan Uni Eropa. Pasalnya Eropa mengklaim telah mengeluarkan larangan ekspor senjata ke sana.

“Nah, terus kok senjata Eropa bisa ada di gudang teroris Suriah. Siapa yang udah ngejual kesana?”

Akibatnya, parlemen Eropa bersidang untuk membuat 2 resolusi. Pertama melarang ekspor senjata ke AS dan Arab Saudi. Kedua menolak lisensi ekspor senjata jika ada indikasi senjata tersebut bisa dialihkan ke negara bukan tujuan.

Apa yang terjadi pada ISIS seandainya ini bisa diterapkan? Yah, nggak punya senjata buat perang. Masa harus pake pistol-pistolan? Akibatnya, harus ada aksi yang digelar untuk memberikan peringatan, agar resolusi tidak dikeluarkan. Dan ISIS sebagai proxy war, kembali diaktifkan. Reteteettt… Korbanpun berjatuhan.

Apakah aksi serupa tidak mungkin terjadi di Indonesia?

Ini tahun politik, apapun bisa terjadi. Mengingat negara-negara pengedali ISIS, kepentingan bisnisnya di Indonesia tengah dioyak-oyak oleh pakde. Sah-sah saja jika serangan kemudian digelar.

Bukan bermaksud paranoid, tapi bersikap waspada tentu nggak ada salahnya.

Anyway, turut berduka bagi para korban disana.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!