Saat Perahu Belum Didapat


520

Saat Perahu Belum Didapat

Oleh: Ndaru Anugerah – 17092024

Apa yang menarik dari kasus di-kudetanya ketua Kadin, Arsyad Rasyid (AR) dari jabatannya lewat Munaslub, baru-baru ini? (https://www.cnbcindonesia.com/news/20240916141044-8-572138/ada-kudeta-di-munaslub-kadin-begini-respon-arsjad-rasyid)

Untuk jawab pertanyaan ini, kita perlu tahu dulu bahwa Kadin punya peran yang cukup strategis bagi pemerintah. Setidaknya ada dua hal.

Pertama, Kadin merupakan organisasi yang mewakili kepentingan pengusaha dan punya andil besar bagi kebijakan yang bakal dikeluarkan pemerintah. Jadi, Kadin punya bargaining position dalam beleid yang terkait bisnis, investasi maupun menyangkut fiskal.

Dan kedua, Kadin menjadi penentu agar proyek infrastruktur strategis milik pemerintah bisa berjalan sesuai rencana atau justru malah mangkrak lewat pendanaan yang diberikan dalam bentuk kemitraan ataupun endorsement lainnya.

Aliasnya, peran Kadin cukup strategis bagi pemerintah, utamanya dalam memberi dukungan dari para pengusaha. Wajar jika posisi ketua Kadin dipandang sangat strategis.

Masalahnya, ketua Kadin sebelum Munaslub digelar (AR), sosok yang memiliki pandangan politik berbeda dengan pak Lurah. Sikap ini diperlihatkan saat dirinya menjadi ketua tim pemenangan nasional paslon Gama pada pilpres Februari silam.

Bermodal alasan ini saja, ikhwal pendongkelan AR dari posisinya sebagai ketua Kadin, menjadi sah-sah saja di mata pak Lurah.

Namun itu bukan alasan utama, yang mengganggu pikiran pak Lurah hari-hari ini.

Lantas apa yang mengganggu tidur nyenyak sang Raja Jawa tersebut?

Sampai saat ini, posisi pak Lurah bisa dikatakan masih ‘rawan’ terkendali, karena upayanya dalam menduduki partai Beringin, dinilai salah langkah.

Bagaimana tidak?

Sosok BL yang harusnya bisa menguasai partai Beringin tersebut, ternyata nggak sekuat ekspektasinya. Bener-bener bahlul.

Buktinya?

Saat pilkada Banten, sosok Airin yang awalnya ‘diaborsi’ setelah BL berkuasa menggantikan AH, belakangan upayanya tersebut berujung kesia-siaan belaka.

Klimaksnya saat partai Banteng yang mengusung Airin karena dinilai sosok potensial dan diprediksi bakal memenangkan kontestasi. (https://news.detik.com/pilkada/d-7508068/pdip-resmi-dukung-airin-ade-sumardi-di-pilgub-banten-tanpa-golkar)

Melihat gelagat nggak beres, beberapa kader partai Beringin malah ‘mbalelo’ dan ikutan mendukung Airin, yang tentu saja berseberangan pemikiran dengan sosok BL sebagai ketum partai Beringin.

Mungkin takut kehilangan ‘pamor’ selain ada desakan dari para tokoh kunci partai Beringin, akhirnya BL beri restu untuk mendukung Airin. Kan konyol jika Airin nggak didukung partai, terus bakal memenangkan kontestasi. Siapa pihak yang dirugikan? Tentu saja partia Beringin. (https://nasional.tempo.co/read/1909132/cerita-di-balik-golkar-kembali-usung-airin-di-pilkada-banten)

Sasus yang saya dengar, pencalonan Airin oleh partai Banteng, karena adanya lobby yang dilakukan AH kepada emak Banteng. Dan memang sedari awal, AH sangat mendukung upaya pencalonan Airin di Banten yang dikenal sebagai daerah cerub suara partai Beringin tersebut. (https://news.detik.com/berita/d-7406660/airlangga-kader-golkar-wajib-menangkan-airin-di-pilkada-banten)

Pertanyaannya: apakah sosok BL bisa mengeluarkan sanksi pada beberapa kader yang mbalelo mendukung Airin, ataupun memecat Airin dari keanggotaan partai Beringin?

Kan nggak.

Aksi serupa juga terjadi di Jatim, dimana partai Banteng kembali menyandingkan kadernya Risma dengan sosok Gus Hans yang adalah kader partai Beringin. (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240829171024-617-1139100/gus-hans-cuti-dari-golkar-buat-maju-pilgub-jatim-bareng-risma-pdip)

Lagi-lagi, apakah BL bisa memecat Gus Hans karena dinilai mbalelo dari garis kebijakan partai yang dipimpinnya?

Kan nggak.

Artinya apa?

Kepemimpinan BL nggak lain hanya jadi pemimpin boneka di partai Beringin tersebut. Nggak ada yang respect juga sama dia, meskipun ada Raja Jawa yang berdiri di belakangnya. Nggak ngaruh juga lha wong dia juga bentar lagi lengser, kok.

Dengan demikian kalkulasi pak Lurah untuk menaruh sosok BL sebagai ketum partai, salah total. “Gimana mau mengamankan posisi saya sebagai Dewan Pembina dan juga anak saya kelak kalo mengurus partai aja dia kagak becus,” begitu kurleb-nya.

Jadi, harus ada upaya lain, agar rencana pak Lurah bisa aman di partai Beringin.

Dan cara ‘norak’ yang kembali diambil adalah dengan menggelar Munaslub Kadin dengan tujuan utama mendepak AR dari kursi singgahsana dan menggantinya dengan sosok pilihannya.

Dengan menaruh sosok Anin sebagai ketua yang baru, maka harapannya pak Lurah bisa mendapat simpati dari salah satu figur berpengaruh di partai Beringin, yakni AB sang ayah.

“Anak lu kan gua udah kasih posisi strategis sebagai ketua Kadin (yang selama ini dia inginkan hingga terbawa mimpi), masa nggak ada imbal balik-nya buat gua?” begitu kira-kira.

Selain itu, dengan menempatkan sosok Anin sebagai ketua yang baru, harapan pak Lurah agar proyek strategis nasional sekelas IKN, bisa terus mendapatkan endorsement dari Kadin.

Kebayang betapa malunya pak Lurah jika proyek mercusuar miliknya hanya berakhir sebagai proyek mangkrak, bukan? Sama aja kek Kebo Cikeas, bukan?

Berhasilkah upaya pak Lurah untuk mendapatkan perahu sekoci di partai Beringin selepas didepak sama emak Banteng?

Kita saksikan langkah zigzag pak Lurah dalam meraih sekocinya di partai Kuning, di hari-hari terakhir kepemimpinannya yang kian keropos.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)

 


error: Content is protected !!