Protes Tembakau
Oleh: Ndaru Anugerah – 05062025
“Bang, bisa kasih ilustrasi bagaimana Iran bertransformasi seperti saat ini? Kok bisa revolusi Islam digelar disana? Siapa penyokong dana-nya?” tanya seorang netizen kepada saya, sekitar 3 tahun yang lalu.
Jujur saya nggak punya banyak waktu untuk menulis, secara khusus 2 tahun belakangan, mengingat kesibukan yang saya punya. Bukan berarti saya mengabaikan pertanyaan anda lho ya? Sama sekali bukan.
Nah, mumpung sekarang saya punya waktu, saya akan coba kasih tulisan pembuka sebelum kita mengulas tuntas jalannya revolusi 1979 tersebut yang sukses mengantar Iran menjadi salah satu pemain utama pada peta geopolitik di Timur Tengah.
Pertanyaan mendasar: siapa motor gerakan massa tersebut?
Sebelum menjawab pertanyaan itu, anda harus tahu salah satu cikal bakal revolusi 1979, yang bernama gerakan Protes Tembakau yang terjadi di tahun 1890.
Apa itu?
Semasa kepemimpinan Shah Naser al-Din yang berkuasa di Iran pada 1848-1896, terjadi protes massa yang dipicu oleh tata kelola tembakau.
Cerita bermula ketika Shah Naser berupaya keras untuk mencari sumber pemasukan lain untuk membiayai kehidupan mewah keluarga kerajaan.
Setelah putar otak, Shah kemudian mendapatkan cara jitu yaitu dengan memberi konsesi tembakau yang ada di kerajaan Iran kepada perusahaan Inggris selama 50 tahun. Perjanjian itu dimulai pada Maret 1890.
Ini adalah konsesi monopoli, yang berarti dari proses produksi sampai penjualan, perusahaan Inggris itulah yang pegang kendali. Jadi nggak ada yang boleh ‘bermain’ di ranah itu, siapapun, termasuk pemain lokal.
Sebagai imbalannya, kerajaan secara rutin bakal menerima keuntungan termasuk deviden dari perusahaan Inggris. (https://dokumen.pub/the-qajar-pact-bargaining-protest-and-the-state-in-nineteenth-century-persia-9780755609369-9781850437635.html)
Ini jelas fatal, mengingat tembakau adalah bagian penting dari ekonomi Iran saat itu. Dengan adanya konsesi yang diberikan pada perusahaan Inggris, otomatis usaha tembakau dari mulai penanaman, perdagangan hingga penjualan hanya boleh dilakukan oleh mereka.
Sementara itu, penduduk lokal utamanya pedagang kecil, pemilik tanah, petani hingga saudagar kaya yang selama bertahun-tahun hidupnya bergantung pada tembakau, jadi ‘terusir’ dari ladang bisnis tersebut karena adanya sistem monopoli.
Parahnya, konsesi yang diberikan secara rahasia itu, baru terungkap ke publik Iran pada akhir 1890. Itupun surat kabar Istanbul yang mengungkapkannya, bukan media lokal.
Menanggapi hal tersebut, pada Januari 1891 tersebat pamflet di Iran yang isinya mengkritik kondisi yang ada di Iran, semasa kepemimpinan Shah dari mulai inflasi uang perak dan meningkatnya jumlah konsesi, termasuk konsesi tembakau.
“Tindakan pemberian konsesi tembakau, merendahkan bangsa Iran,” begitu kurleb-nya.
Siapa penyebar pamflet-pamflet tersebut yang sukses membuat warga Iran gundah-gulana?
Pemerintah Shah langsung tuding bahwa dalangnya adalah pembaharu dan pemikir Muslim terkenal yang bernama Jalal al-Din al-Afghani.
Nggak pakai lama, Jalal langsung diasingkan ke Irak.
Namun pemerintahan Shah lupa, bahwa Jalal punya pengikut yang militan. Setelah Jalal diasingkan, pengikut-nya malah buat lebih banyak pamflet dari sebelumnya, yang point-nya menyerang konsesi tembakau yang dikeluarkan Shah.
Singkat cerita, pamflet-pamflet tersebut sukses membakar amarah warga Iran.
Akibatnya, terjadi protes besar-besaran di Iran, diawali pada musim semi 1891, dimana agen-agen perusahaan tembakau Inggris mulai tiba di Iran dan mulai memperjelas niat mereka dalam menguasai bisnis tembakau di sana.
Anggota ulama Syiah Iran, mulai berkhotbah sana-sini dalam menentang konsesi tersebut.
Aksi ini makin menjadi saat Sayyid Ali Akbar selaku ulama tenar, bersuara vokal menentang konsesi tembakau Shah.
Pusing dengan ceramah vokalnya, Sayyid Ali Akbar-pun akhirnya diasingkan ke Irak.
Sebagai bentuk protes terhadap pengasingan Sayyid Ali, pasar-pasar tutup sebagai bentuk protes dan penduduk bersatu dalam protes besar-besaran pertama terhadap konsesi. Selain itu, aksi ini juga mendapat sokongan dari Rusia yang merasa tersisih atas berkuasanya Inggris atas Iran. (https://vtechworks.lib.vt.edu/bitstream/handle/10919/30008/CHAPTER_VIII_TOBACCO.pdf)
Setelah protesnya menjadi demikian hebat, utamanya di kota besar seperti Tabriz, Mashhad, Isfahan dan Teheran, Shah terpaksa menangguhkan konsesi tembakau-nya. Harapannya, proses demonstrasi bisa mereda.
Nyatanya, kejadiannya nggak sesuai harapan Shah.
Alih-alih mereda, protes makin menggila. Ini bisa terjadi saat Sayyid Ali bertemu dengan Jalal di pengasingan Irak. Keduanya lalu menulis surat kepada pemimpin Syiah yang paling dihormati di Iran, Haji Mirza Hasan Shirazi. “Tolong pertimbangkan soal konsesi tembakau Shah,” begitu isinya.
Surat itu kemudian direspon meski nggak cepat-cepat amat. Pada Desember 1891, Shirazi langsung mengeluarkan fatwa ke seantero Iran yang intinya menentang konsesi tembakau baik itu penjualan ataupun konsumsi.
Boikot tersebut terbilang efektif. Semua orang bahkan istri-istri Shah menolak menggunakan tembakau selama fatwa berlangsung. Aksi boikot ini juga diiringi demonstrasi massa dengan bersama turun ke jalan.
Menangani hal tersebut, polisi diterjunkan ke jalan dan berlaku represif dengan menembaki kerumunan dan menewaskan sejumlah peserta demo. Aksi brutal itu makin membuat penduduk marah dan malah membakar semangat mereka. Demonstrasi-pun makin liar tak tertangani.
Pusing tujuh keliling, Shah-pun mencoba memoderasi dengan menawarkan solusi parsial berupa pengaturan konsesi dalam negeri saja.
Namun rakyat Iran menolak. Bukan solusi parsial yang mereka butuhkan.
Walhasil, Shah terpaksa menghentikan konsesi tersebut akibat desakan massa pada awal tahun 1892. Sebagai gantinya Shah diharuskan membayar kompensasi kepada perusahaan Inggris.
Protes tembakau adalah gerakan massa pertama dan terbesar di Iran, yang kelak menjadi cikal bakal revolusi Iran pada 1979, dengan kolaborasi antara kaum bazari dan kaum Mullah.
Anggap saja ini prolog sebelum saya mengulas revolusi Islam Iran, yang sepertinya butuh banyak effort untuk menulisnya.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)